Semua Bab Di Ujung Senja: Bab 41 - Bab 50
114 Bab
Chapter 41
“Ven, bentar aku angkat telepon dulu!” Redita memberi kode kepada Yanven bahwa ia harus mengangkat panggilan itu, Yanven hanya mengangguk pelan, ia kemudian melangkah ke kamar mandi, ada sesuatu yang harus ia ganti sebelum sampai kemana-mana.“Hallo,” jawab Redita dingin.“Kamu di mana, Sayang? Saya tunggu di apartemen, pulanglah. Ada yang harus kita bicarakan segera,” guman suara itu dari seberang.“Maaf, belum bisa pulang,” jawab Redita ketus.“Perlu saya kesana jemput dan paksa kamu balik? Saya bisa lacak lokasi kamu saat ini juga!” ancam suara itu yang langsung dibalas dengan hempasan kasar nafas dari Redita.“Tidak usah repot-repot,” Redita masih enggan bermanis-manis dengan sosok itu, dasar! Nggak muda, nggak tua, semua laki-laki itu sama saja, buaya!“Pulanglah, jangan seperti anak kecil!” guman suara itu frustasi.“Oh jadi kayak anak keci
Baca selengkapnya
Chapter 42
 "Lakukan!"Redita kembali memagut bibir itu, sungguh ia tidak mengerti lagi, tubuhnya mengingnkan lebih daripada ini! Rasanya ia sudah tidak sanggup lagi menahan semua ini, panas tubuh dan gelayar itu benar-benar menyiksanya!Adnan mencoba melepaskan diri dari Redita, namun sayang gadis itu benar-benar berubah liar. Gairahnya sendiri sudah memuncak luar biasa. Ia sudah cukup lama bukan? Dan akhirnya Adnan lebih memilih menyerah kalah, ia sudah tidak sanggup melawan gairahnya sendiri.Dibalasnya pagutan itu dengan ganas, Redita yang minta bukan? Ia yang menantang Adnan bukan? Jadi jangan salahkan Adnan jika petang ini Redita harus bermadikan peluh dibawah kungkungan tubuhnya, Adnan sudah benar-benar tidak sanggup! Adnan balas menyerang, ia tidak mau kalah dari Redita, sore ini ia harus jadi pemenangnya.Cukup lama bibir meraka bertaut, hingga kemudian mereka sadar bahwa tubuh mereka sudah begitu polos. Tampak wajah Redita memerah luar biasa, dan itu
Baca selengkapnya
Chapter 43
Adnan mengacak gemas rambutnya, ia duduk di sofa dengan nafas yang sudah mulai kembali normal. Keringatnya masih membasahi seluruh tubuh, setelah sekian lama puasa, akhirnya hari ini ia mendapatkan pelampiasan gairah yang begitu luar biasa. Nikmat itu kembali ia teguk, menuntaskan segala macam dahaga birahi yang membelenggu Adnan lima tahun ini.Dapat perawan? Mana pernah Adnan kira bahwa ia akan mendapatkan gadis yang masih perawan? Apakah ini suatu prestasi membanggakan? Tapi yang jelas Adnan merasa sangat beruntung dan cintanya pada Redita makin dalam.Adnan bangkit setelah memunguti pakaiannya  yang berceceran, snelli-nya juga cuma tergeletak  di sofa. Snelli yang menjadi saksi bisu apa yang sudah ia lakukan bersama mahasiswi Koas-nya tadi. Sebuah perbuatan yang seharusnya tidak mereka lakukan.Adnan bergegas melangkah masuk ke dalam kamar, dan tepat disaat yang sama, Redita keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah. Mata mereka bertemu
Baca selengkapnya
Chapter 44
"Yud!" Adnan memburu langkah Yudha, menarik tangannya lalu membawa Yudha ke ruangannya. Kalau ke ruangan Yudha bisa gawat, ada Amanda kan pasti? Jadi rasanya tidak ada tempat aman lain selain ruang prakteknya."Eh ... eh ... ada apa sih Nan?" Yudha sedikit terkejut, ia menatap Adnan dengan seksama, ia mau dibawa dokter bedah itu kemana?"Aku mau ngomong sesuatu nih, ada waktu kan?" Adnan melepas genggaman tangan mereka, aneh juga kan kalau dilihat orang ia dan Yudha berjalan bergandengan tangan macam ini? Dikira ACDC nanti mereka, padahal Adnan masih normal, buktinya ia berhasil membuat Redita terkapar lemas berkali-kali kemarin"Soal apa?" tanya Yudha penasaran, kenapa sampai Adnan menyeretnya macam ini?"Soal Amanda," jawab Adnan serius.Yudha mengangguk pelan dan terus mengikuti langkah Adnan masuk ke dalam ruangannya. Poli masih sepi, belum jam buka poli, sehingga Yudha dan Adnan masih ada waktu sejenak untuk saling berbincang, membahas masalah
Baca selengkapnya
Chapter 45
"Suruh Redita ke OK, saya mau dia ikut asistensi," guman Adnan tegas pada salah satu koas itu."Baik, Dokter!" gadis itu tersenyum dan mengangguk, kemudian melangkah pergi dari ruangan Adnan.Adnan tersenyum geli, ia suka melihat gadisnya, eh salah, wanitanya itu tremor dan pucat pasi di OK, pokoknya selama dia masih di Stase bedah, ia harus dapat ilmu sebanyak-banyaknya di OK. Lagipula Adnan merasa begitu nyaman dengan kehadiran Redita di dalam ruang operasi.Adnan hendak bangkit ketika kemudian sosok itu sudah muncul di ruangannya."Eh kan saya suruh ke OK, kenapa malah kemari, Sayangku?" Adnan tersenyum penuh arti, sementara Redita mencebik dengan tatapan kesal."Mas ... aku nggak mau masuk OK lagi ah!" protesnya sambil memanyunkan bibirnya."Lho kamu masih tiga Minggu di bagian bedah, mau ngapain kalau nggak masuk OK, Sayang?" Adnan melangkah mendekati sosok itu lalu meraihnya dalam pelukannya, mendekap sosok yang tengah mencebik kesal i
Baca selengkapnya
Chapter 46
"Lanjutkan!" perintah Adnan santai, lalu bergegas keluar dari ruangan itu. Dari sudut matanya tampak Redita menatap tajam ke arahnya. Adnan hanya menahan tawa, lalu melepas handscoon dan mencuci tangannya bersih-bersih. Adnan pastikan nanti kekasihnya itu bakal ngambek nggak karuan ketika pulang nanti. Bahkan mengamuk mungkin? Ah entah lah, yang jelas sudah dapat dipastikan bahwa sosok itu akan mengamuk dan mencaci makinya. Ia sengaja kok, lagian mau berapa lama sih Redita betah marah-marah sama dia? Ia bergegas melapas gown-nya dan masuk ke ruang dokter, duduk di sana dan menyenderkan tubuhnya di kursi. Mengendurkan sejenak syaraf-syaraf otak dan tubuhnya yang tegang selama operasi berlangsung. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, hari ini Redita kan berangkat sendiri kan? Wah jadi Adnan nggak bisa bareng dong pulangnya? Tak apalah, ia bisa sampai lebih dulu ke apartemen kan? Adnan tersenyum, ia bergegas bangkit dan meraih snelli-nya lalu dengan santai ia melangka
Baca selengkapnya
Chapter 47
“Kita berangkat sama-sama, saya nggak mau kamu bawa motor sendiri,” titah Adnan tegas ketika Redita muncul dari dalam kamar, sementara Adnan sudah duduk di kursi mini bar sambil menyesap kopi.“Lha tapi nanti bagaima-”“Tidak usah pedulikan kata orang, Sayang!” potong Adnan tegas, ia sudah begitu serius!“Bukan begitu, Mas. Kalau Mas ada cito gimana?” Redita duduk di sebelah Adnan.“Ya kamu ikut saya ke dalam dong, asistensi kayak biasanya!” jawab Adnan tegas, matanya melirik sang kekasih dengan senyum jahil.Redita menghela nafas panjang, ia meraih cangkir kopi Adnan dan menyesap isinya. Pahit kopi dan reaksi kafeinnya langsung membuat mata Redita melek sempurna, ia melirik Adnan yang mulai melingkarkan tangannya di pinggang Redita itu.“Cepat mandi, apa perlu saya mandiin?” bisik Adnan lembut tepat di telinga sang kekasih.“Uhuk ... uhuk ...,” Redita
Baca selengkapnya
Chapter 48
Edo mematikan mesin mobilnya, lalu melangkah turun. Ia sudah sampai di RSUD tempat papanya dinas. Ia sengaja langsung kesini, tanpa pulang dulu kerumah. Dan satu-satunya poli yang hendak ia datangi pertama kali adalah poli interna, ruang praktek dokter Yudha Bhaskara. Ia malah belum kepikiran untuk mengunjungi ruang praktek sang papa."Dokter Yudha ada?" tanya Edo pada perawat yang ada di nurse station."A-ada, tapi beliau sedang istirahat," tampak perawat itu tergagap. Sudah biasa sih bagi Edo, dia sudah tidak kaget. Bukan salah dia, kan, kalau banyak gadis yang akan bertingkah demikian tiap bertemu dengan dirinya? Edo tampak merogoh iPhone-nya lalu menghubungi nomor Yudha."Hallo Om, Edo ada di nurse station poli interna nih," guman Edo yang masih berdiri di depan nurse statision. Beberapa perawat masih melongo memandangi Edo dengan seksama."Hallo, nurse station mana, Do?""Ya nurse station poli om lah, kalau poli rumah sakit lain k
Baca selengkapnya
Chapter 49
Adnan dan Yudha manggut-manggut setelah mendengar cerita Edo, tampak Edo memejamkan matanya dan menelungkupkan wajahnya di atas meja. Dua bapak itu tampak saling pandang, kemudian Yudha menepuk lembut punggung Edo yang duduk di sampingnya itu."Papa bisa mengerti, Do. Biar nanti papa bicara dengan Arra," Yudha tersenyum, ia kembali membahasakan dirinya dengan sebutan papa."Tolong Pa, bantu Edo. Edo pusing banget rasanya, Arra benar-benar lain sekarang dan Edo benar-benar nggak bisa membujuk Arra lagi, Pa!" renggek Edo pada Yudha macam anak kecil."Yudha, sudah boleh aku lamar sekarang belum si Arra?" tanya Adnan tegas, ia ikut pusing memikirkan masalah dua sejoli ini. Kalau masalahnya dari dulu seperti ini dan tidak selesai-selesai lebih baik sekalian dinikahkan saja bukan?Yudha tampak berpikir, ia menundukkan wajahnya. Masalahnya Arra masih delapan belas tahun. Sudah benar-benar siapkah Arra dengan kehidupan rumah tangga? Mana Edo juga masih residensi,
Baca selengkapnya
Chapter 50
Edo menatap nanar sang papa, jadi semua itu benar? Benar bahwa papanya akan menikahi gadis dua puluh satu tahun itu? Astaga, apakah ini yang dinamakan tanda akhir zaman? Dari banyaknya wanita, bahkan wanita potensial yang Om Yudha sodorkan sebagai bakal calon mama tiri Edo, kenapa harus gadis itu yang papanya pilih?Edo kira hal seperti ini hanya terjadi di kisah novel dan sinteron saja, ternyata benar terjadi di dunia nyata dan ia sendiri yang sedang menghadapinya sekarang! Sungguh ironis sekali!"Papa sadar? Pa ayolah tolong kenapa harus yang semuda itu sih?" Edo tampak tidak terima, bagaimana dia bisa terima kalau dia dan ibu tirinya nanti lebih muda lima tahun ibu tirinya itu?"Do ...," guman Adnan lirih, "Papa juga tidak tahu kenapa, tapi papa sudah benar-benar jatuh cinta dengan dia, Do!" kembali Adnan menjelaskan, menegaskan dan mencoba memberi pengertian, berharap bahwa anaknya itu akan segera luluh dan bisa memahami apa yang tengah Adnan alami dan rasak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status