All Chapters of Cinta Para Cassanova: Chapter 91 - Chapter 100
157 Chapters
91 : Jati Diri Arumi.
“Maaf!” Farah mengatakan itu dengan menekan giginya. Ia segera berlalu begitu saja. Semua orang bertepuk tangan, Arumi kini di puji bak pahlawan dengan baju zirah hitam yang seksi. Tak ada yang tahu bahwa ia sedang membela dirinya sendiri saat dulu, jauh sebelum ia menjadi cantik seperti sekarang. Ia pernah menjadi gadis gendut yang tak bisa membela dirinya sendiri di depan banyak orang. “Kamu hebat sekali!” puji Dava saat menghampiri Arumi. Gadis itu masih diam, tak ada yang bisa membaca gejolak di dalam dirinya. Ia tengah berjuang melawan kilatan masa lalu memalukan bahkan sayatan-sayatan perih di meja operasi untuk membuat ia si gendut yang jelek menjadi secantik sekarang. Arumi memucat dan suhu di tubuhnya turun drastis. “Apa kamu sakit?” tanya Dava melihat wajah Arumi pucat pasi. Gadis itu masih diam dengan tubuh yang gemetaran. Dava menyentuh jemari Arumi yang terasa sedingin balok es. Ia segera melepas jas casual yang ia miliki dan mengalun
Read more
92 : Perdamaian Dava dan Arka
Dava mengkhawatirkan Arka, ia segera memacu mobilnya menuju apartemen Arka sore ini setelah bergulat dengan ketakutan pada dirinya sendiri. Bagaimanapun ia harus meminta maaf pada Arka cepat atau lambat karena membocorkan hal yang harusnya di sampaikan oleh Arka sendiri pada Gavin. Di depan pintu apartemen Arka, Dava berdiri mondar-mandir sambil menggigit ujung ibu jarinya. Entah berapa kali ia berusaha menekan bel di pintu itu tapi selalu ia urungkan, ia bukan tak tahu kode pintu Arka hanya saja ia cukup tahu diri bahwa masuk seperti itu tidak etis lagi untuk dirinya yang sudah membuat kesalahan. ‘Apa yang kau takutkan Dava, dia bukan seekor Singa yang bisa menerkammu,’ yakin Dava pada dirinya sendiri. Setelah menarik nafas panjang ia memberanikan diri menekan bel pintu Arka. Ting tung...!Suara bel menggema di telinga Arka yang tengah berdiri menatap luar jendela di apartemen. Ia berjalan perlahan menuju pintu, wajahnya tampak penu
Read more
93 : Ancaman Arka
Arka tiba-tiba berdiri dari duduknya, ia segera menuju lemari pakaian untuk berganti kemeja dan celana hitam sebelum menuju rumah duka. Ia tak sadar Dava juga berada di belakangnya sedang menyapu pandangan ke arah jajaran kemeja Arka yang tergantung rapi. “Aku pinjam kemeja hitam!” kata Dava mengagetkan Arka hingga membuatnya ter jingkat. “Astaga! Mengagetkan saja!” keluh Arka sambil memegangi dadanya. “Untuk apa kamu pinjam kemeja hitam?” tanya Arka. “Aku ikut!” Arka menarik nafas panjang, “Jangan buat masalah jika kamu ikut,” ancam Arka. Dava meringis dengan mata yang berbinar, “Tidak, aku hanya akan berdiri diam seperti bodyguardmu.”“Pakai ini, kedatanganmu bisa membuat kegaduhan,” kata Arka sambil menyodorkan kaca mata hitam. Mereka segera menuju rumah duka, sudah banyak pelayat yang mendatangi rumah duka. Saat Arka mulai masuk, ia mendapati ibunya sedang duduk di sebelah peti mati ayah tirinya. Mata ibunya semba
Read more
94 : Kepergian dan Penyesalan
Dava mengemudi mobil Arka secepat kilat hingga hampir seperti terbang, ia berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan ibu sahabatnya yang tak henti mengalirkan darah segar dari kepalanya. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia melihat wajah pucat pasi Arka, air mata mengucur dari mata coklat indahnya. Ia masih ingat betapa dulu ia sangat tidak suka membahas tentang ibunya seolah wanita itu sudah tidak ada di dunia. Tapi hari ini wajah itu berkata lain, kekhawatiran dan rasa sayang masih jelas terpancar di sana. “Cepatlah, kumohon!” pinta Arka. “Aku bahkan hampir menerbangkan mobil ini, tak bisakah kau melihat seberapa cepat mobil ini sekarang?” keluh Dava. Hanya ia yang tahu betapa tubuhnya gemetar sambil mengemudi. Ia bahkan tak bisa menyeka keringat dingin yang mengucur dari keningnya. Mobil mereka tepat berhenti di depan rumah sakit, Arka tak menunggu tenaga medis untuk datang menyusul dengan ranjang medisnya. Ia tetap menggendo
Read more
95 : Pemakaman
Hari masih pagi saat peti mati ibu Arka sudah hampir sampai di dasar Liang Lahat. Tak banyak pelayat yang datang ke pemakaman, hanya rekan kerja terdekat Arka dan adik dari Ibu Arka. Mata Arka menyapu ke setiap orang yang datang, ia masih belum menemukan dua orang penting yang seharusnya datang menemaninya. Kini perasaan sedih dan kecewa berkumpul jadi satu di hatinya. Dava yang menyadari tatapan Arka yang seolah mencari keberadaan Gavin dan Ara hanya bisa menarik nafas panjang sambil menguatkan Arka dengan menepuk bahunya. 30 menit yang lalu. “Cepat ganti pakaianmu, aku menunggu di bawah!” titah Gavin setelah membuka dari luar kunci kamar Ara. “Aku sudah siap dari semalam,” jawab Ara segera keluar dari kamarnya. Kemarin malam begitu ia mendengar berita meninggalnya Ibu Arka ia sudah bersiap dengan mengenakan baju hitam. Ia berharap kakaknya akan melunak dan membuka pintu kamarnya untuk pergi menemui Arka. Ia bahkan tidak tidur dan terus berharap
Read more
96 : Dimana Dia?
Gerbang besar berwarna hitam mulai terbuka begitu mobil Gavin tiba, mobil itu segera berhenti tepat di depan.  Ada dua pengawal yang menghampiri mobil Gavin begitu datang, mereka adalah pengawal yang mulai sekarang bertugas menjaga adiknya. Sedari tadi Ara dan Gavin tidak terlibat pembicaraan sepatah kata pun. Ada kebencian di wajah Ara pada kakaknya, hingga membuat ia enggan mengeluarkan sepatah kata pun sejak ia dipaksa pulang saat di pemakaman ibu Arka. “Turunlah! Aku harus pergi ke tempat lain,” pinta Gavin pada Ara begitu sampai di depan rumah. “Aku kembalikan ponselmu, tapi jika kamu berusaha menghubungi Arka atau bahkan menemui dirinya. Sejak saat itu aku tak akan menganggapmu sebagai adikku lagi,”Duar!Perkataan Gavin bukan lagi terdengar sebagai ancaman, tapi tembakan timah panas yang tepat mengenai jantung Ara. Perkataan itu dikatakan oleh Gavin dengan wajah yang tegas, tak ada keraguan sedikit pun dari ancaman
Read more
97 : Kebenaran Lain
Gavin sudah sampai di depan pintu gerbang rumah mewah Keanu, ia membuat keributan karena penjaga tak mengizinkan ia untuk masuk. Kepalan tangan Gavin berkali-kali menggedor pintu dan menimbulkan keributan. “Siapa yang membuat keributan di luar?” tanya Sivana pada sambungan telepon yang tertuju dengan pos satpam. “Gavin nyonya, lelaki yang tidak di izinkan masuk oleh Tuan Keanu.”“Buka pintunya, aku yang akan menemui dirinya!”Satpam segera membuka pintu gerbang secara otomatis melalui tombol yang terhubung di pos jaga. Gavin kembali ke mobilnya dan perlahan memasuki halaman luas rumah Sivana. Ia berhenti tepat di mana  Sivana tengah berdiri di depan teras rumahnya. “Kenapa kamu membuat keributan?” tanya Sivana. “Apakah Nayara berada di sini?” Sivana terkesiap, ia mengerutkan alisnya karena merasa bingung dengan pertanyaan Gavin. “Apa kamu
Read more
98 : Pembalasan Arka
Jemari Gavin bergetar ketika ia memegang kemudi mobil. Pandangan matanya bahkan tidak fokus ke arah jalan. Ia segera menepikan mobilnya ke jalan dan menghubungi sopir pribadinya. “Aku akan segera sampai di depan rumah! Bersiaplah, aku membutuhkan dirimu untuk mengemudikan mobil ke Bogor!” Gavin segera mematikan teleponnya tanpa menunggu jawaban sopir pribadinya. Ia segera menekan nomor Damar di layar ponselnya. “Cari tahu, dua hari ini ke mana saja perjalanan Keanu. Aku perlu mengetahui ke mana ia memindahkan Nayara!” titah Gavin pada Damar. Damar dengan cepat menyuruh para staf IT di Leaf Corp untuk melacak keberadaan Keanu selama dua hari ini. Sementara Gavin melanjutkan perjalanan menuju kediaman kakeknya di Bogor. Sesampainya di rumah besar itu ia segera masuk berlari menuju halaman samping tempat kakeknya biasa memberi makan burung-burung peliharaannya. “Oh, kamu datang!” sapa Kakek Gavin
Read more
99 : Kontradiksi
Nayara berjalan-jalan sekitar persawahan terasering di dekat Vila bersama dengan Ranum, anak dari Bik Nah seorang pelayan yang sudah lama menjaga Vila milik Keanu. Di dekat persawahan ada sebuah aliran sungai kecil yang jernih, lebarnya tak sampai dua meter dengan kedalaman air yang sekitar lutut. Nayara merendam kedua kakinya di sana. Tak jauh dari tempat ia berada, ada tiga orang anak lelaki yang tengah bermain perahu  terbuat dari kulit kelapa yang di potong serupa bulan sabit. Antara kulit ijuk dan kulit bagian luar buah kelapa yang keras terselip sebuah bambu berukuran 30 cm. Kayu bambu itu bekerja seperti dayung yang terus bergerak mengikuti aliran air. Mereka mengikat perahu kecil itu dengan tali panjang yang  dikaitkan pada jembatan bambu kecil di atas sungai. Wajah Nayara begitu cerah melihat pemandangan itu. “Anda cantik saat tersenyum,” puji Ranum ketika mencuri pandang pada Nayara. Pipi Nayara memerah, pujian itu mem
Read more
100 : Kebenaran dibalik Kecelakaan
Tatapan tajam Ayahnya waktu itu, masih jelas di ingatannya. Nayara sangat ketakutan waktu itu hingga membuat perutnya terasa begitu tegang seolah bayi kecil yang berada di dalamnya mengalami ketakutan sama seperti yang ibunya rasakan. “Bagaimana Ayah bisa berkata seperti itu, aku adalah anak kandung Ayah dan anak ini adalah cucumu,” tubuh Nayara bergetar, ia bahkan mundur selangkah demi selangkah. “Tidak, kau bukan anak kandungku! Kamu adalah anak yang kami ambil dari panti. Hanya saja dunia terlanjur tahu bahwa kamu adalah bagian dari darah dagingku.” Hati Nayara hancur mendengar kenyataan pahit itu, setelah sekian lama akhirnya ia mengetahui alasan selama ini kedua orang tuanya memperlakukan dirinya jauh berbeda dengan Keanu. “Jika kamu cukup tahu diri dan berniat membalas budi, maka gugurkan anak itu! Aku tidak ingin berita ini keluar dan merusak hari pemilihan!” Tubuh Nayara semakin lemas,
Read more
PREV
1
...
89101112
...
16
DMCA.com Protection Status