All Chapters of DIAMNYA ISTRIKU: Chapter 101 - Chapter 110
216 Chapters
Bab 101
POV IndahPria itu terus mengetuk kaca mobil. Kali ini lebih keras dan sangat keras. Membuatku takut. Jujur aku sangat takut. Jangan-jangan pria itu begal. Kalau aku sampai dibegal, bagaimana nasib Nadira dan Rashi. "Edwan, selamatkan aku tolong. Aku dalam bahaya. Edwan!" Dalam kepanikanku, selain memohon pertolongan pada yang maha kuasa juga memanggil-manggil nama Edwan. Aku berharap Edwand datang menolongku seperti filem-film yang sering aku tonton. Meskipun itu sangat mustahil untukku. "Buka! Cepat!" pinta pria itu. Namun, dari suaranya seperti tidak asing. Dengan hati-hati dan penuh ketakutan, akhirnya pun kubuka juga kaca mobil itu. "Buka pintunya!" pinta pria itu lagi. Aku pun menurut dan membuka pintu mobil itu. Tak lama kemudian, pria itu menyerahkan payung untukku. Lalu pria itu masuk ke mobilku dan membuka jas hujannya. Aku penasaran sembari bingung siapa dia. Betapa kesalnya aku saat pria itu sudah membuka jas hujannya, ternyata dia Edwan!"Edwan! Aku pun merajuk sembari m
Read more
Bab 102
BAB 103POV Indah"Mbak! Ih kenapa pulang-pulang kok bibirnya ditekuk gitu? Ada apa?" tanya Rumi saat aku baru saja masuk. Wanita itu memang sengaja menunggu kepulanganku sambil bermain game di ponselnya. "Anak-anak udah tidur, Rum?" tanyaku lagi, Rumi mengangguk. "Mba kenapa sih? Gak ada semangat hidup banget?" ulangnya lagi bertanya. Aku menarik nafas dalam dan menghembuskannya. "Kesel, Rum. Aku kesel banget," jawabku singkat sembari pikiran menerawang pada "Kesel kenapa? Cerita," ucap Rumi lagi. Mataku mulai berkaca-kaca. "Kesel sama Edwan, Rum.""Loh kenapa?" Rumi terlihat kaget. Kuceritakan saja semuanya. "Ya Allah, Mbak. Mas Edwan cemburu. Mbak saja yang gak peka. Kan udah dari lama Mas Edwan naksir Mbak Indah," kata Rumi lagi. Masa ia sih Edwan cemburu. Tapi kenapa aku gak yakin kalau Edwan itu benar-benar cinta sama aku. "Rum," lirihku kemudian. "Iya, Mbak. Gimana?" Rumi meletakkan ponselnya dan mulai fokus padaku. "Menurut kamu, Edwan itu beneran sayang, cinta, tulus
Read more
Bab 103
"Itu hanya masa lalu. Setiap orang memiliki masa lalu. Dulu aku memang mencintai Indah. Berharap Indah menjadi istriku. Tapi, sekarang cinta yang aku miliki, hanya milikmu. Indah hanyalah bagian dalam masa laluku," ucap Adit seraya mengusap rambut istrinya. Beruntung sekali Citra. Andai saja aku seberuntung itu. "Ih mikir apa sih aku ini," ucapku membatin. "Iya betul apa yang dikatakan, Adit Citra." Aku menimpali dengan senyum yang merekah. Karena memang aku hanya menganggap laki-laki itu tidak lebih dari seorang sahabat. Urusan cinta kan tidak bisa dipaksakan. "Iya, aku percaya. Karena saat ini pun aku sedang mengandung buah hatinya," ucap Citra sambil merangkul Adit. Romantis sekali mereka. Seketika aku membayangkan diriku bersama Edwan. Sungguh gila! Ini memang gila. Kok bisa-bisanya aku membayangkan kulkas empat pintu itu. Kacau."Ndah, kamu baik-baik saja?" tanya Adit. Aku mengangguk cepat. Teringat sesuatu aku pun langsung berpamitan pada Adit bahwa aku harus pergi. "Dit aku ma
Read more
Bab 104
"Dokter bagaimana keadaan kandungan Luna?" tanyaku gugup."Ibu siapanya, Bu Luna?" tanya Dokter. "Saya Kakaknya." Reflek aku katakan itu. "Kandungan Ibu Luna masih bisa diselamatkan. Ibu Luna hanya terlalu stres banyak pikiran. Sedang butuh istirahat dan ketenangan," ucap Dokter. Aku mengangguk. "Sudah bisa ditengok, Dok?""Sudah, Bu. Silahkan," balas Dokter. Aku pun nyelonong masuk ke ruang IGD setelah mengucapkan terima kasih. ..Sampai di ruangan Luna, wanita itu tengah melamun. Pikirannya terlihat kosong. Pasti dia sedang memikirkan Reyhan. Dia sangat mencintai Reyhan. "Lun," sapaku membuyarkan lamunannya. Lalu aku mendekat menarik kursi dan duduk di sampingnya. Perlahan ku genggam jemari tangannya. Wanita itu melirik ke arahku sembari meneteskan air mata. "Ndah, makasih," ucapnya. Aku mengangguk dan tersenyum padanya. "Lun, kata dokter kamu gak boleh banyak pikiran. Kamu harus tenang karena ini mempengaruhi kandunganmu.""Gimana aku gak banyak pikiran, Ndah. Suamiku sedang t
Read more
Bab 105
"Rahasia apa, Lun? Apa maksud kamu?" Mama mengernyitkan kening dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya. "Ma, aku pakai bantuan dukun buat bisa sama Reyhan. Rasa cintaku padanya membuatku gila. Aku tidak bisa tanpa Reyhan, Ma. Aku minta bantuan seseorang untuk membuat Reyhan terus-terusan membenci Indah.""Maksud kamu, kamu pakai pelet begitu?" tanya Mama. "Aku hanya minta orang itu, untuk membuat Reyhan bertarung dengan pikirannya, dan membenci Indah, lalu berbalik untuk mencintaiku. Mungkin bisa dikatakan aku memakai pengasihan. Mungkin ini di luar nalar, Ma. Tapi itu kenyataannya. Aku meminta orang itu supaya membuat rumah tangga Reyhan dan Indah berantakan. Tapi aku mulai menyesali perbuatanku, Ma. Rasanya percuma juga aku hidup dengan Reyhan kalau sebenarnya cintanya dia hanya untuk Indah kalau tidak menggunakan bantuan orang itu." Aku menghentikan bicaraku sejenak kemudian kembali melanjutkannya."Ma, orang itu meminta uang cukup banyak sekali pertemuan. Karena tidak cukup sek
Read more
Bab 106
POV Luna"Alhamdulillah, Mas Reyhan sudah sadar. Tapi dia mengingatku sebagai istrinya," ucap Indah membuatku kaget. Shock juga rasanya. Mana mungkin seperti ini? Sudah persis seperti dalam film yang sering aku saksikan saja. Kecelakaan lalu hilang ingatan. Sakit yah rasanya. Kenapa harus Indah yang diingat? Kenapa bukan aku? Tak sadar bola mataku berkaca-kaca mendengar pengakuan Indah. Reyhan memang sangat mencintai Indah. "Terus gimana, Ndah?" tanyaku sedikit khawatir menunggu jawabannya. Indah menarik nafas panjang. Kemudian menghembuskannya. Raut wajahnya pun berubah seolah tak semangat. Membuatku semakin penasaran. "Kenapa, Ndah?" tanyaku lagi."Masalahnya aku bingung, Lun." "Kenapa?" kembali aku bertanya. "Yang Reyhan ingat, aku ini istrinya. Tapi dia ingat keluarganya Lun. Hanya saja dia mengingatku sebagai istrinya. Bukan kamu. Saat aku bertanya tentang kamu pun, dia ingat kamu itu Luna sahabatku." Cerita Indah seolah membuat tubuhku gemetar. Lemas dan hampir lunglai. Kena
Read more
BAB 107
POV LUNA"Masih pagi bengong kamu, Luna!" Tiba-tiba Mama menepuk pundakku sedikit kencang. Membuatku sedikit terperanjat dari tempat dudukku. "Ma, sakit. Ngagetin aja, Mama," kesalku memprotes. Mama menatapku sinis kemudian ia pun duduk di sampingku. "Kalau tivi nggak ditonton, jangan kamu nyalain!" kesal Mama. Aku diam saja malas mendebatnya. "Eh bodoh! Mama itu gemas sama kamu ya, Lun! Jangan goblok jadi perempuan! Kalau udah basah, nyelam aja sekalian! Jangan nanggung-nanggung! Dasar bodoh!" maki Mama. "Inget nih kamu itu sebentar lagi punya anak, Luna! Anak kamu butuh biaya! Mendingan kamu balik lagi ke dukun itu, biar Mama pinjami kamu uang, terus kamu pelet lagi itu si Reyhan!" ujar Mama. "Aku gak mau ke, Ma! Aku mau mendapatkan Reyhan dengan cara murni sekarang! Aku mau Reyhan itu benar-benar mau sama aku bukan karena aku pergi ke dukun itu!" keukeuh aku membantah ucapan Mama. Membuat Mama semakin geram. "Kamu ya! Susah banget dibilangin!" berang Mama sembari menoyor kepal
Read more
BAB 108
Pov Luna"Istri?" tanya Mas Reyhan sembari menoleh ke arahku. "Jangan bercanda, Tante. Istri saya Indah," ucapnya. "Saya tahu Luna. Dia itu teman saya," lanjutnya lagi. "Mas," lirihku. Aku tidak tahu harus bicara apa saat ini. Ternyata benar. Mas Reyhan amnesia. Bagaimana ini?"Iya, Mas. Aku memang temanmu. Aku sahabatmu," ucapku kemudian memegang tangan Mas Reyhan. Dia mengingatku. Tapi hanya mengingat seorang teman. Dan mengingat Indah, sebagai istri. "Sabar, Luna. Sabar," batinku. "Suamimu mana? Kamu hamil tua?" tanyanya. Aku diam saja. "Suamiku pergi. Aku kira kamu yang akan jadi suamiku," kataku menggoda. Padahal hatiku terasa pedih. "Sayang," Reyhan memanggil Indah. "I-iya, Mas?" sahut Indah sembari menatap ke arahku."Indah, kamu antar Reyhan ke kamar supaya dia bisa beristirahat, ya?" ujar Tente Lendia. Indah mengangguk dan langsung berdiri menghampiri Mas Reyhan. Mas Reyhan pun langsung berdiri. Keduanya beranjak ke kamar meninggalkan kami. Benci sekali aku melihat pema
Read more
BAB 109
Pov Indah"Kenapa, Mba?" tanya Rumi mengagetkanku. Aku yang sedang terpukau memperhatikan Rashi pun menoleh ke arahnya. "Anak ini mirip sekali dengan seseorang. Wajahnya, bola matanya, hidungnya. Mirip sekali. Tapi siapa?" jawabku sambil coba mengingat-ingat. "Siapa, Mba? Secara Rashi kan juga gak tau anak siapa. Dulu ditemukan di depan panti, Mba," ucap Rumi. Entah kenapa aku merasa sedikit tersinggung. "Rashi anak Mba, Rum. Jangan pernah bahas masa lalunya. Jangan pernah katakan padanya jika dia besar nanti bahwa aku ini bukan anak kandungnya!" "Kamu dan Rashi itu bukan orang lain. Kalian keluarga Mbak. Ingat, kamu adikku. Dan Rashi anak mba. Lupakan masa lalu kalian, dan tatap masa sekarang. Ingat, mulai saat kita bertemu, saat itu juga kita adalah keluarga," lanjutku lagi ketika ucapanku sempat terhenti. Mata Rumi berkaca-kaca. Mungkin ia terharu dengan kata yang kuucapkan penuh dari hati. "Ya Allah, Mba. Terima kasih banyak. Aku bersyukur dipertemukan dengan orang baik sepert
Read more
BAB 110
"Ada apa, Mas?" tanyaku sedikit malas. Aku melirik jam di dinding baru pukul 09.00 pagi. "Ada apa gimana? Kamu kok aku perhatikan tidak pernah mengurusku? Malah selalu saja Luna yang yang memperhatikanku. Tidak pernah tidur di rumah. Selalu sibuk di konveksi. Seolah menghindar dariku. Alasan banyak orderan ini itu. Dan sampai saat ini, kamu juga tidak pernah membawa anak yang sering bersamamu itu! Padahal aku sering memintamu untuk membawa anak itu. Aku penasaran dengan anak itu," protes Mas Reyhan. Aku mendengus. " Kalau untuk mengurus kamu memang sudah sepantasnya tugas Luna. Karena istrimu itu Luna bukan aku! Kamu itu sudah menceraikan aku. Jangan pura-pura amnesia lah, Mas! Aku tahu kamu akting! Amnesiamu itu pura-pura!" ketusku reflek keluar begitu saja dari mulutku. "Aku kasih tahu kamu ya, Mas. Aku itu bukan istrimu! Istrimu Luna! Aku dah muak harus terus berpura-pura, Mas! Kamu gak perlu penasaran dengan anak yang sering bersamaku. Karena itu anakku. Anak yang tak pernah ka
Read more
PREV
1
...
910111213
...
22
DMCA.com Protection Status