Semua Bab Dendam dan Rahasia Tuan Muda: Bab 71 - Bab 80
205 Bab
Anggapan
Ervan memaku tatapannya pada Adhira tanpa ekspresi. Dia langsung menarik tangan Adhira dari muka pintu setengah melirik ke arah Adhira. Pakaian merah yang dikenakannya cukup membuat Ervan segera tahu kalau Adhira pasti sudah mengobrak-abrik lemari pakaiannya.“Apa yang kamu lakukan di sini?”“Aku? Memangnya kenapa kalau aku di sini?” tangkis Adhira.“Lihatlah, dia ini. Selalu menjawab seperti ini pada kita. Kamu butuh kesabaran ekstra buat menjaganya, Ervan,” imbuh Ali sambil menggantungkan stetoskop di lehernya. Dia menghilang dari pintu ICU saat berhasil membuat Adhira berada dalam radar yang dibuat Ervan.“Dokter Ervan!” Seorang perempuan memanggil Ervan dari ujung koridor.“Laila? Kenapa tidak menunggu di rumah?”“Bosan. Jadi aku menyusul kemari. Kita pulang?”Ervan menoleh pada Adhira. Laila yang mendapati orang yang sama yang menyelinap ke tempat Ervan langs
Baca selengkapnya
Yang telah Hilang
Ervan belum menyingkir dari tempatnya berdiri, menunggu jawaban dari bibir Adhira yang masih enggan bergerak. Keduanya saling bertatapan beradu emosi tanpa suara.Demi melepaskan prasangka yang terus menjerat percakapan mereka, Adhira pun menepuk bahu Ervan dengan pelan dan berucap, “Anggapanku tidak penting.”Separuh tertatih Adhira melanjutkan langkahnya menuju ke selasar rumah sakit yang lebih senyap. Dia duduk selama beberapa menit sampai akhirnya tertidur. Ervan tetap duduk di depan ruang perawatan menunggui sang nenek tanpa bisa tertidur. Perawat hilir mudik di dalam sana menggantikan cairan infus yang menetes cepat itu. Belum ada tanda-tanda perbaikan dari wanita renta yang terkulai di dalam sana.Ketika fajar hampir menyingsing, Adhira belum kunjung kembali ke ruang tunggu. Ervan berkeliling dan menemukannya di kamar jaga perawat yang ada di lantai atas. Mereka heran bagaimana orang tak dikenal itu tiba-tiba bisa muncul di tempat mereka. Erva
Baca selengkapnya
Ketua Kelas
Sebelas tahun lalu   Adhira melangkah gontai memasuki gerbang depan panti asuhan. Lodra membuat harinya lebih cerah walau dia tahu dirinya makin terpuruk. Entah sudah berapa banyak peraturan yang dilanggarnya jika saja dia adalah keluarga Sadana. Lodra berbaik hati mengantarnya hingga ke gerbang bangunan tua di pinggiran kota itu. Bunda Safira tengah duduk di ruang tengah menunggu kedatangannya. Ada Laila yang tengah terlelap di pangkuannya. Saat pintu mengerait terbuka, Bunda Safira menghampirinya. Ada susu hangat yang sudah disiapkan wanita itu untuknya. Dia melirik Adhira dari bingkai atas kacamatanya. “Adhira?” Adhira mencoba menjernihkan matanya dan berdiri setegap mungkin agar tidak terlihat mabuk. Tapi percuma, Bunda Safira sudah mengendus bau menyengat dari tubuh Adhira. Dia menopang Adhira ke sofa terdekat. Adhira menjauh karena takut membangunkan Laila yang sedang tertidur itu. “Kamu mabuk?” “Lili? Kenap
Baca selengkapnya
Pemilihan
“Hehe… ternyata Ervan saja memilih dirinya sendiri,” ucap Kuswan.Adhira sedikit terhenyak mendengar anggapan Kuswan. Jika memang Kuswan memilih namanya, seharusnya yang muncul hanya satu. Sebab hanya Adhira sendiri yang tahu bahwa orang yang dia pilih sebetulnya bukan dirinya sendiri, melainkan Ervan. Sementara Kuswan mengira Ervan yang terlihat alim itu bisa-bisanya memilih dirinya sendiri.Dari bangku paling depan, Ervan terlihat tengah menoleh melihat ke arah Adhira dengan ekspresi dingin. Adhira menggaruk kepalanya separuh terkekeh. Ervan yang menulis namanya.“Baiklah, sepertinya pemilih terbanyak jatuh pada Ervan.”Ervan segera bangkit. “Saya mengundurkan diri.”Tanggapan tadi membuat seisi kelas memprotes ricuh. Pak Heno sampai harus menggebrak mejanya untuk menenangkan.“Mengapa Ervan tidak mau menjadi ketua? Bukannya dia menikmati pekerjaan itu?” celetuk Kuswan. “Untuk ap
Baca selengkapnya
Praktikum Biologi
Praktikum biologi hari ini akan berlangsung sepanjang tiga jam ke depan. Pak Okra sudah membagikan kaca preparat yang bisa mereka gunakan untuk mengamati jaringan batang pacar air itu di bawah mikroskop. Tidak ada hal menarik selain melihat lingkaran bulat dengan serat-serat halus tumbuhan dari keturunan magnolia itu. Adhira menengok irisan rapi yang dibuat Ervan di atas kaca preparatnya dengan takjub. "Hei, memang apa bagusnya sih tanaman itu?" celetuk Adhira di antara ketenangan kelas.Tentu Ervan tak menggubris pertanyaan itu. Pak Okra menyudahi praktikumnya dengan memberikan tugas baru. "Adhira, kamu bagi cawan petri ini ke semua teman-temanmu," perintah Pak Okra sembari menyerahkan wadah bening dari kaca yang pipih dan bundar itu.Adhira ke depan dan mulai membagikan masing-masing siswa cawan tadi. Kemudian Pak Okra meminta mereka mengisinya dengan agar-agar hingga seperempat ketinggian cawan. "Saya mau kalian membuat biakan
Baca selengkapnya
Gala Matahari
Undangan rapat aliansi tidak bisa diabaikan Adhira meski Lodra enggan memberikan benda itu padanya. Dia akan datang ke kediaman Defras, sekaligus bertemu dengan Teodro Refendra tentang tindakan yang telah diperbuatnya pada keluarga Osman.Seperti namanya, Gala Matahari adalah aula besar yang berada di taman bunga matahari. Gerbang besar membatasi jalan masuk ke bangunan megah di dalam sana. Mobil hitam itu melintas di depan gerbang dan Lodra muncul di depan menghampiri Adhira.“Kamu datang?”“Tentu saja aku datang,” jawab Adhira.Tidak ada Teodro hadir dalam rapat kali ini. Entah itu karena disengaja atau memang dia—seperti yang dikatakan orang-orang—sedang sakit. Lodra mengeluarkan undangan Adhira yang sempat ditolaknya kemarin. Mereka beriringan masuk ke dalam taman. Masih ada sekitar satu kilometer lagi sebelum sampai ke Gala Matahari.“Pakai ini.” Lodra menyodorkan topeng bercorak dari kulit itu.
Baca selengkapnya
Ternodai
Adhira mengukir garis-garis di dinding penjara berbatu bata tanpa plester itu untuk ke-120 kalinya. Guratan itu mewakili jumlah hari dia sudah mendekam di balik jeruji besi ini. Belum ada keterangan jelas kapan dia bisa diperbolehkan untuk keluar. Tidak ada saksi mata yang melihat langsung perbuatan Adhira selain Lyra sendiri. Proses persidangan juga terlihat mengada-ada. Dia disebut sudah menjebak Lyra saat mabuk.Sementara Adhira sejak awal juga belum bisa ingat akan apa yang telah terjadi padanya pada malam itu. Dia terbangun di rumah tahanan setelah dibawa segerombolan polisi dari kediaman Defras itu. Minuman yang diberikan Lodra cukup keras hingga bagian itu seperti menghilang dari ingatannya.“Kalian mau apa?” ujar Adhira saat tiga pria bertubuh bongsor mencengkeram kerah bajunya.“Kau tahu apa yang kami mau.”“Aku tidak punya barangnya!” tangkis Adhira sebelum satu tinju menghantam wajahnya.&ldqu
Baca selengkapnya
Kecoa
“Ayolah, sayang… ini akan nikmat untuk beberapa waktu.” Adhira menangis untuk pertama kalinya. Dia tak pernah merasakan dirinya begitu terhina, dilecehkan hingga tak lagi mempunyai harga diri. Berteriak hanya mengundang permasalahan baru. “HEI! Apa yang kalian lakukan?” Dua opsir muda melintas dari balik jeruji besi. Melihat pemandangan tak senonoh itu, mereka segera merangsek masuk dan mengacungkan senjatanya pada ketiga pria yang tengah menganiaya Adhira. “Bawa dia ke klinik! Aku tidak mau melihat tahanan ini kalian siksa di sini,” makinya bringas. Salah satu perwira memakaikan selembar kain ke tubuh Adhira dan membawanya keluar dari sel. Separuh kekuatan Adhira lenyap hanya karena menghadapi tiga pria mesum yang mencoba menodai tubuhnya. Klinik yang dikatakan petugas hanya ada perawat perempuan tua dengan stetoskop berkarat di lehernya. Dia hanya memberikan obat pereda nyeri yang sama sekali tidak berefek pada Adhira. Selanj
Baca selengkapnya
Warta Gembira
Sejak kedatangan Nahif, penderitaan Adhira tak lagi semengenaskan kemarin. Namun efek yang ditinggalkan sangatlah menyiksa. Di beberapa waktu dia harus mengerang kesakitan menghadapi tubuhnya yang tak mendapatkan asupan obat yang kuat. Terkadang Nahif tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya membiarkan Adhira meringkuk berteriak seorang diri.Hingga setelah beberapa hari selang kejadian tersebut, seorang sipir mengeluarkannya dari sel tersebut. Adhira tahu ini bukan saatnya dia untuk dibebaskan.“Seseorang ingin bertemu denganmu.”Ini pertama kalinya Adhira mendapati orang mendatanginya. Di sisi bangunan yang berbeda terdapat ruangan untuk kunjungan. Ada kaca dengan jalinan besi membatasi pengunjung dengan para tahanan. Kuswan duduk di kursi pengunjung menunggu kedatangan Adhira.“Adhi.” Kuswan memanggil sambil menahan haru.Memandangi sosok teman sebangku yang seirama dengannya itu membuat Adhira menyesali kesialan yang dialamin
Baca selengkapnya
Peradilan
Seusai dakwaan dibacakan oleh jaksa penuntut umum, penasehat hukum yang sudah diutus oleh Tuan Pranadipa melakukan eksepsi. Bukti yang berhasil dikumpulkan berupa pakaian korban, rekaman CCTV, surat visum, serta topeng yang sebelumnya pernah dikenakan Adhira pada hari di mana kejadian naas itu terjadi pada Lyra.Adhira digiring memasuki ruang persidangan yang lengang itu. Dirinya tak menyangka akan menjadi salah satu tersangka yang diadili di tempat ini. Ada Bunda Safira yang juga turut hadir di kursi pengunjung. Di sampingnya ada Tamara dan beberapa guru lain. Kuswan duduk tak jauh dari tempat mereka. Dia tersenyum seraya menyemangati Adhira yang mulai menggeliat resah itu. Ervan tidak ada di sana. Tampaknya Haris sudah mengurungnya di Lavandula sejak dia mendekam di penjara.Kemarin pengacara yang dikirim Yasir Pranadipa mendatanginya dan menanyakan begitu banyak hal. Sayangnya yang bisa Adhira jawab hanyalah tidak tahu. Dia dalam keadaan mabuk berat dan tidak sadar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
21
DMCA.com Protection Status