All Chapters of MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI: Chapter 21 - Chapter 30
87 Chapters
BAB 21: Bangkitnya Mahluk Haus Darah
Di dalam benteng tua, jauh di dalam kawasan Hutan Terlarang. HA..HA..HA.. HATJING… Jazlan tiba tiba saja bersin bersin. ‘Pasti ada yang sedang membicarakanku sekarang!’ gumam Jazlan dalam hati. “Kau tidak apa apa anak muda?” kata pendaki paruh baya kepada Jazlan. “Eh, iya tidak apa apa, Pak!” jawab Jazlan singkat. “Terima kasih, kau sudah baik sekali mau berbagi makanan dan minuman dengan kami, nak!” ucap pendaki paruh baya itu, penuh penghargaan kepada Jazlan. Jazlan pun jadi malu sendiri dibuatnya. Sambil tersenyum, ia menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal. Walaupun cuma sedikit, makanan dan minuman dari Jazlan sangat membantu para pendaki di dalam benteng tua itu. Sementara itu. “AAAAAAARGH! Terdengar suara teriakan dari arah lorong benteng tua. P
Read more
BAB 22: Petaka Mulai Terulang
Saat berteriak, tiba tiba saja Jazlan teringat dengan ruang bawah tanah. ‘Tunggu dulu, kalau tidak salah…” gumam Jazlan sambil menyentuhkan tangannya ke dinding lorong. Dan benar pintu ruang bawah tanah itu terbuka. KREEET Setelah derit lantai terdengar, Jazlan terjatuh, masuk ke dalam ruang bawah tanah sebelum Roman menerjang tubuhnya. BRUK Namun sayang, Roman pun ikut terjatuh ke dalam ruang bawah tanah itu. Dalam kegelapan Jazlan tidak terlalu jelas melihat. Hanya suara desisan saja yang terdengar. SSSSSSH…. ‘Astaga! Dia dekat sekali dengan posisiku’ gumam Jazlan sambil menutup mulut. Anehnya, dari jarak sedekat itu, Roman tidak menyerang Jazlan juga. Dari situlah Jazlan tahu, bahwa Roman mungkin tidak melihat  atau merasakan kehadirannya. 
Read more
BAB 23: Pilihan Gila Pendaki Paruh Baya
Setelah menutup pintu bawah tanah, mengunci Roman di dalamnya, Jazlan mulai berjalan, menuju tempat di mana para pendaki berkumpul. Suasana di dalam benteng tua malam itu sungguh sangat mencekam. Para pendaki berlarian. “Sial, di luar sana lebih terang, mahluk itu pasti leluasa menyerang!” ujar Jazlan setelah mengintip kondisi di ujung lorong. Tidak seperti di dalam lorong yang remang remang, di luar lorong cahaya cukup terang dengan api unggun kecil yang dibuat para pendaki untuk menghangatkan diri. Mahluk Haus Darah pun dengan mudah berlarian ke sana kemari menyergap siapa saja di dalam benteng.  “LARIII!” teriakan para pendaki parau sambil berlarian mencoba menyelamatkan diri masing masing terdengar menggema di dalam benteng. ‘Ayolah Lan, jangan menjadi pengecut!’ gumam Jazlan berusaha memantapkan diri untuk keluar dari lorong. Beberapa
Read more
BAB 24: Petaka Menyebar Keluar
Sayang teriakan Riki tidak membuat Jazlan sadar dari keterguncangan jiwanya karena membiarkan orang lain meninggal begitu saja di depan matanya. Sementara satu per satu tumpukan barang mulai terjatuh ke bawah. BUK.. BUK.. BUK.. Riki pun tidak punya pilihan lain kecuali melempar headlamp miliknya hingga mengenai tubuh Jazlan. Akhirnya Jazlan pun menoleh ke atas. “Aduh! Sakit tahu!” keluh Jazlan kesal. “Cepat naik! Kau mau jatuh ke bawah dan jadi mangsa mahluk mahluk itu, hah?” ujar Riki tidak kalah kesal. “Eh, jatuh?” tanya Jazlan masih belum sepenuhnya sadar. “Cepat naik, jangan diam saja di situ!” teriak Riki sekali lagi. Nahaz, ketika Jazlan mulai menyadari keadaannya saat itu, tumpukan barang barang sudah mulai merosot ke bawah. Tubuh Jazlan pun ikut terseret ke bawah. Sedangkan di bawah
Read more
BAB 25: Pertengkaran dan Ego
“Kalau dari cipratan noda darah di dindingnya justru lebih terlihat seperti tempat pembantaian manusia,” jawab Jazlan. “A..apa? Pem.. ban .. taian katamu?” Jazlan hanya mengangguk. Begitu pun Riki. Suasana hening sejenak. “Satu pertanyaan, kenapa kalian sampai masuk ke ruang bawah tanah itu?” tanya seorang pendaki. “Entah kalian akan percaya atau tidak. Aku tidak sengaja menyentuh bagian dinding lorong hingga membuat pintu ruang bawah tanah itu terbuka. Kami bertiga langsung terjun ke ruang bawah tanah itu begitu saja. Pun tidak sengaja membuka pintu ruang rahasianya. Semua benar benar secara kebetulan terjadi begitu saja,” terang Jazlan. “KEBETULAN KATAMU? Semua kekacauan ini gara gara kalian!” bentak salah satu pendaki emosi, sambil meninju wajah Jazlan. BUK Tubuh Jazlan pun te
Read more
BAB 26: Rencana Gila
“Aku sebenarnya tidak terlalu yakin, tapi sepertinya cukup layak untuk dicoba. Daripada terjun ke bawah begitu saja. Kalian pun tidak perlu ikut turun, bantu aku mengalihkan perhatian Mahluk Haus Darah dari sini saja,” ujar Jazlan. Para pendaki termasuk Riki saling lihat, dengan ekspresi penuh tanya. Sementara itu, Mahluk Haus Darah masih berkeliaran di sekitar benteng, sambil mendesis. SSSSSSSSHHHHHH “Mengalihkan perhatian? Bagaimana caranya?” tanya seorang pendaki. “Jadi begini, karena mereka sepertinya peka terhadap suara. Tolong lemparkan batu batu seperti ini, atau benda apa saja ke arah yang jauh dari pintu gerbang benteng ini. Selagi Mahluk Haus Darah itu menjauh, aku akan turun ke bawah dan mulai menutup pintu gerbang benteng,” urai Jazlan menjelaskan rencananya. “Kau yakin rencana ini akan berhasil? Apa tidak sebaiknya kita menun
Read more
BAB 27: Ancaman Lain: Si Kilat Silver
Sementara itu, jauh dari area Hutan Terlarang, di dalam salah satu ruangan basecamp Gunung Argon via Roc sudah berkumpul beberapa orang. Dalam ruangan yang dindingnya penuh dengan lambang organisasi Mapala itu, tampak  beberapa orang sudah duduk dengan tenang, termasuk diantaranya Kolonel Sagara, Kepala Pengelola Basecamp dan Kakak Rosie. “Maaf, hal penting apa yang Pak Kolonel maksud?” tanya Kakak Rosie sopan. Kolonel Sagara dan Kepala Pengelola Basecamp saling tatap, kemudian Kepala Pengelola Basecamp pun memberikan anggukan pelan. Melihatnya, Kakak Rosie pun mengerti bahwa sepertinya itu adalah perkara yang serius. “Sebelumnya, perlu saudara tahu, Kolonel Sagara di sini bukan hanya sebagai Ketua sekaligus Penanggung Jawab Penanangan Bencana Kebakaran Gunung Argon tapi juga Ketua Tim khusus yang menangani satu masalah lain,” Ketua Pengelola Basecamp mulai menjelaskan. &
Read more
BAB 28: Kakek Tua dan Ketakutannya
Kakek Tua itu hanya diam, tetap berdiri beku, sorot matanya seperti sedang ketakutan, tangannya mengepal, bergetar. Seorang petugas Basecamp tampak berusaha membujuk Kakek Tua pergi dari ruangan itu, tapi tidak berhasil. Kakek Tua itu tidak mau bergerak sedikit pun. Kepala Pengelola Basecamp pun melambaikan tangan ringan, memberi isyarat agar petugas Basecamp membiarkan saja, tanpa perlu memaksa Kakek Tua itu untuk pergi. Sedangkan Kakak Rosie masih menunggu jawab atas pertanyannya sebelumnya. Setelah hening sejenak. “Mereka sudah bangkit! Mereka sudah bangkit kembali!” ucap Kakek Tua itu dengan suara bergetar, memecah keheningan. Kakak Rosie yang sama sekali tidak mengerti apa apa pun semakin bingung. Kakek Tua itu tidak menjawab pertanyaannya justru mengatakan hal yang ambigu sekali. ‘Ada apa dengan Kakek ini? Aneh sekali!’ gumamnya dalam hati. Di sisi l
Read more
BAB 29: Yang Selama ini Ditutupi
Hah.. Hah.. Hah..Suara napas Kakak Rosie terdengar terengah engah, setelah berteriak begitu keras, mengeluarkan semua unek unek yang selama ini sudah coba ditahannya. Sementara itu, karena saking kerasnya suara teriakan Kakak Rosie, orang orang disekitar Basecamp pun terhentek, menghenhentikan aktivitas yang sedang mereka lakukan. Menatap ke arah Basecamp. Bertanya tanya 'suara apa itu tadi?'"Maaf! Saya sudah tidak sanggup menahannya. Tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Kakak Rosie lemah, sambil menatap ke arah Kolonel Sagara."Minumlah dulu, tenangkan diri dulu!" kata Kepala Pengelola Basecamp sambil memberikan segelas air kepada Kakak Rosie."Tidak, Pak! Saya tidak ingin minum. Bagaimana saya bisa minum jika saya tidak tahu nasib adik saya sendiri sekarang seperti apa? Tolong langsung ceritakan saja semuanya sekarang juga, Pak! Tolong!" tolak Kakak Rosie dengan sopan.Kepala Pengelola Basecamp pun menyerah, me
Read more
BAB 30: Batu Zambrud
Sementara itu, di area yang dikelilingi batuan batuan besar, jauh di dalam kawasan Hutan Terlarang. Di dalam pondok, Rosie tampak sedang melamun."Lihat saja terus, awas lompat itu mata!" gurau Cantigi menggoda Rosie yang melamun."Eh?" Rosie pun menjawa gelagapan ketika menyadari bahwa dirinya tanpa sadar melamun sambil melihat ke arah Awan yang sepertinya tertidur."Melamun terus! Katakan, selama aku tidak ada terjadi apa di antara kalian berdua, hah?" sekali lagi Cantigi menggoda Rosie."Apa sih, jangan aneh aneh Gi! Aku, entah kenapa tiba tiba kepikiran Kakak!" Mendengarnya, Cantigi pun terdiam, menghentikan ledekannya. Sementara Awan seperti biasa tertidur, Jhagad kali ini juga, mereka sepertinya kelelahan. "Harusnya malam ini aku sudah di rumah, menelpon Kakak, menceritakan perjalanan kita di sini. Tapi sekarang justru aku masih terjebak di sini! Kakakku pasti marah besar karena belum juga kuberi kabar," Rosie mencoba bergurau sediki
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status