All Chapters of MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI: Chapter 41 - Chapter 50
87 Chapters
BAB 41: Kawan atau Lawan ?
"Menyingkir kau, Aaaaaargh!" teriak Jhagad sambil mencoba menjauhkan Mahluk Haus Darah yang menimpa tubuhnya. Jhagad sedang berusaha keras agar bisa segera membantu Cantigi. Tapi sayang, kekuatan Mahluk Haus Darah itu sungguh diluar nalar manusia. Mereka sungguh tidak merasakan sakit sedikitpun. Mungkin di kepalanya hanya menyerang saja."Siaaaal!" umpat Jhagad tidak berdaya karena tidak bisa segera membantu Cantigi yang sedang dalam bahaya.Sementara itu, Cantigi masih berusaha dengan keras menjauhkan kepala Mahluk Haus Darah yang menggigit lehernya. "Ros, kau bantulah Cantigi!" kata Awan sambil terus meladeni Mahluk Haus Darah yang menyerangnya.Rosie pun mengangguk kemudian berlari. Awan sesekali melirik ke arahnya, sambil bergumam 'hati hati!'Rosie akhirnya sampai di tempat Cantigi berada. Ia memberanikan diri menarik jaket Mahluk Haus Darah yang menyerang Cantigi. Sekuat tenaga ia menarik, tapi tetap tidak bisa mengubah b
Read more
BAB 42: Gua
Jhagad yang menggendong Cantigi, bersama Rosie dan Awan terus berlari meninggalkan area yang dipenuhi serigala dan Mahluk Haus Darah tadi. Mencari tempat yang aman untuk dijadikan sebagai tempat persembunyian.Sesekali samar samar masih terdengar suara erangan Mahluk Haus Darah bersahutan dengan erangan Serigala. Tanda pertarungan sengit diantara mereka sepertinya masih berlanjut.Baru sepeluh menit lari, Jhagad yang ada di posisi paling depan berhenti. Rosie dan Awan pun berhenti juga.Lagi lagi mereka berempat melihat Mahluk Haus Darah sedang berajalan tanpa arah yang jelas dari kejauhan. Namun, meski agak jauh tapi posisinya sungguh tidak menguntungkan mereka berempat. Salah salah, Mahluk Haus Darah itu bisa melihat keberadaan mereka dan mulai mengejar. Tentu itu bukan hal yang menguntungkan mereka."Kalian bersembunyilah dulu dibalik pohon, biar aku pancing mahluk itu ke arah lain!" bisik Awan pelan sekali. "Caranya?" bisik Rosie pel
Read more
BAB 43: Potongan Ingatan
Jhagad, Rosie, Awan dan Tegar masih menatap ke arah Cantigi. Menunggu penjelasan darinya. Setelah menunggu beberapa menit, Cantigi pun mulai bicara."Aku juga tidak tahu," kata Cantigi pelan.Tidak ada seorang pun yang memberikan respon berupa kata kata. Baik Rosie, Awan, Jhagad maupun Tegar hanya menatapnya prihatin saja."Saat terhanyut di sungai waktu itu, aku merasa seperti kejadian itu tidak asing. Dan entah kenapa aku langsung saja berteriak. Seperti aku pernah mengalaminya sebelumnya," ucap Cantigi mulai menjelaskan yang ia rasakan.Rosie, Awan, Jhagad dan Tegar masih mendengarkan. Memilih tidak memberikan respon kata kata."Dan saat melihat darah berlumuran di tangan tadi, aku juga merasakan hal yang sama. Bedanya, saat melihat darah itu aku seperti teringat sesuatu, sekelebat saja, tidak terlalu jelas, tapi entah kenapa aku mulai berteriak lalu tanpa sadar sudah pingsan," Cantigi berhenti sebentar. Rosie, Awan dan Tegar
Read more
BAB 44: Pendaki Ilegal
"Entahlah, tapi yang jelas aku harus istirahat sebentar. Stamina harus dikembalikan dulu. Bisakah kau berjaga sebentar?" tanya Jhagad sambil bersandar ke dinding gua, mengistirahatkan tubuh yang sedari tadi tidak henti hentinya dipaksa melawan Mahluk Haus Darah."Istirahatlah!" Tegar mempersilahkan, sambil duduk, di tengah tengah, memperhatikan ke luar, berjaga.Kondisi dalam gua itu cukup gelap. Semacam kaca hitam tidak tembus pandang yang bisa melihat keluar, namun dari luar tidak bisa melihat ke dalam. Jadi, tempat ini cukup aman menyembunyikan keberadaan mereka dari Mahluk Haus Darah yang mungkin berkeliaran di luar gua.Sementara itu, Awan diam diam memperhatikan Tegar. 'Bagaimana mungkin, bajunya masih cukup bersih. Jauh sekali dengan baju kami yang berlumuran darah?' gumam Awan dalam hati. "Kau juga boleh istirahat, Wan!" kata Tegar, seperti mengetahui bahwa Awan diam diam memperhatikannya.'Siapa sebenarnya orang ini?' sekali lag
Read more
BAB 45: Blokade
Suasana kembali hening. Kepala Pengelola Basecamp masih menatap tidak percaya daftar nama yang dipegangnya. Sedangkan, Kakak Rosie menghembuskan napas panjang. 'Apa lagi ini?' gumamnya dalam hati"Kau tahu bukan? Evakuasi bahkan jadi lebih sulit lagi sekarang. Kalau tidak punya strategi dan kekuatan mumpuni, melakukan evakuasi sama halnya dengan bunuh diri!" kata Kolonel Sagara kepada Kakak Rosie.Kepala Pengelola Basecamp tidak bicara apa apa. Tanda memang itulah kenyataannya sekarang. "Apa pun risikonya. Berapa pun jumlah Mahluk Haus Darah yang mungkin sudah ada di sana, saya akan tetap ke sana, Pak!" ucap Kakak Rosie tegas."Aku tahu kau akan berkata begitu. Yang mau kutegaskan adalah, jangan pernah nekad pergi melakukan evakuasi seorang diri saja. Mari kita lakukan bersama!" ucap Kolonel Sagara. Kakak Rosie pun menarap Kolonel Sagara penuh tanya. Alisnya mengernyit, sedikit heran dengan Kolonel Sagara. 'Orang ini, bagaimana bisa tah
Read more
BAB 46: Taktik
Kembali ke sebuah Gua, jauh di dalam kawasan Hutan Terlarang. Jhagad yang bersandar di dinding Gua tampak mulai mengerjap ngerjapkan matanya. Terlihat Awan masih tidur dengan posisi favoritnya, telentang, di depannya. Kemudian, saat menoleh ke arah pintu Gua, terlihat Tegar yang masih duduk, berjaga memperhatikan luar Gua."Berapa lama aku tertidur?" tanya Jhagad, sambil mengambil posisi duduk tidak terlalu jauh dari posisi Tegar."Satu jam, mungkin," jawab Tegar singkat."Ada Mahluk Haus Darah yang mendekat ke Gua ini selama aku tidur tadi?" "Tidak ada. Mungkin mereka tidak tertarik dengan tempat gelap seperti ini.""Kau sendiri tidak istirahat?""Sebelum kalian datang aku sudah sempat tertidur di Gua ini."Jhagad pun diam. Awan seperti biasa, hanya pura pura tidur namun tetap mencuri dengar percakapan Jhagad dan Tegar. Sedangkan Cantigi dan Rosie sepertinya masih tertidur karena kelelahan.Setelah s
Read more
BAB 47: Auman Penyelamat
Suasana dalam Gua hening, tidak ada yang bicara sama sekali. Dalam cahaya yang remang remang, mereka berempat saling tatap. Untuk sekejap kemudian terdengar suara ranting terinjak. KRETEK.. KRETEK..Yang awalnya saling tatap, mereka berempat pun akhirnya reflek melihat ke arah luar Gua. Cantigi berinisiatif mematikan headlamp di dekatnya. Suasana dalam Gua pun kembali gelap gulita.KRETEK..Sekali lagi terdengar suara ranting terinjak, diikuti oleh langkah kaki. Jhagad yang ada diposisi paling dekat dengan pintu Gua pun lebih jelas lagi mendengarnya. Tetap berdiri, ditempatnya, tidak bergerak sedikit pun untuk menghindari timbulnya suara. Begitupun Cantigi, Tegar dan Awan, berdiri diam di tempatnya. Namun, tiba tiba saja terdengar suara."Gi!" Rosie yang baru bangun memanggil Cantigi begitu saja.Cantigi pun langsung reflek membekap mulut Rosie, menyuruhnya diam. 'A..da..a..pa?' Rosie berusaha menggerakkan mulutnya.
Read more
BAB 48: Lolos Tanpa Melawan
Rosie dan Jhagad pun menoleh, menatap serius ke arah Tegar. Sedangkan Awan masih sibuk dengan tas cariernya, namun telinganya tetap menunggu jawab atas pertanyaan Cantigi.Tegar sendiri tampak sedang berpikir. Cantigi, Rosie dan Jhagad pun masih terdiam, menunggu jawab dari Tegar. Setelah sadar sedang ditatap oleh tiga orang dengan serius, Tegar akhirnya bicara, "Eh, aku tadi mau bilang apa?" Seketika itu, Rosie, Jhagad dan Cantigi jadi kesal sendiri. Sudah serius serius memperhatikan, Tegar justru melontarkan lelucon yang tidak lucu sama sekali.'Orang ini ternyata bisa bergurau juga!' gumam Rosie dalam hati."Satu lagi apa? Apa yang mau kau beritahu kepada kami?" tanya Cantigi kesal."Itu dia, aku lupa. Sudahlah lupakan!" jawab Tegar datar."Lupakan katamu?" sergah Cantigi semakin kesal.Setelah menunjukkan ekspresi seolah berpikir sebentar, Tegar pun berkata, "Ah ya, ingat juga akhirnya. Jangan biarkan lehe
Read more
BAB 49: "Ladang" Peninggalan Zaman Penjajahan
"Benar, ada apa? Bukankah kita harus segera bergerak sebelum Mahluk Haus Darah melihat kita?” tanya Rosie kebingungan. Tegar hanya diam. Kakinya tidak bergerak sama sekali, namun matanya masih memperhatikan tanah di sekitar mereka berdiri. Seperti menelusuri setiap jengkalnya, tanpa terkecuali. “Hei! Cepat katakan, ada apa? Kenapa tidak boleh bergerak?” Sekali lagi Cantigi bertanya sudah tidak sabaran. Tentu, ketidaksabaran ini jadi hal yang normal. Mengingat, Mahluk Haus Darah bisa kapan saja melihat mereka yang berdiri terdiam di area cukup terbuka seperti sekarang. “Kalian semua, mulai sekarang dengarkan dan lakukan apa pun yang akan kukatakan!” perintah Tegar serius. Dari nada suara Tegar, Rosie, Jhagad, Cantigi dan Awan pun akhirnya menyadari bahwa ada kondisi serius yang sedang terjadi. Mereka pun tidak berkomentar apa apa. 
Read more
BAB 50: Panik: Tidak Tergapai
“Ehm,” ucap Rosie pelan. “Jangan gugup, tenanglah, Ros!” kata Cantigi mencoba menenangkan Rosie yang tampak gugup. Rosie pun mengangguk. Tersenyum tipis. “Oke, huh!” ucap Tegar sambil menghembuskan napas, merilekskan tangannya. Saat itu, Tegar sudah dalam posisi jongkok. Tangannya mulai menyibak permukaan tanah di sekitarnya sehalus dan sepelan mungkin. Mencari keberadaan rancau yang tertanam di dalamnya. Beruntungnya, hingga saat ini belum terlihat Mahluk Haus Darah di sekitar mereka. Sementara Tegar mulai mencari keberadaan ranjau, Rosie, Cantigi dan Jhagad memperhatikannya dengan tegang. “Ini dia,” kata Tegar setelah tangannya merasakan satu lagi ranjau tertanam di dalam tanah. Tegar pun melanjutkan menyibak permukaan tanah di sekitarnya. Sejauh jangkauan tangannya, tidak ditemui lagi ran
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status