Semua Bab Qolbu Quddus: Bab 101 - Bab 110
152 Bab
Chapter 101 Diperintah, Diperbudak, dan bukan memerintah
Terdengar suara gongongan anjing dan mengendus-endus berlari masuk kedalam hutan dan diikuti oleh beberapa polisi, yang hanya memakai pakaian preman.“Kami menemukan sepasang manusia.” para polisi mengikuti kemana anjing bergerak dan menemukan sepasang manusia tergeletak ditengah hutan.“Apakah masih hidup?” tanya yang lain menghampiri.“Mereka masih hidup.” jawab Polisi lainnya memeriksa keadaan kedua sejoli itu.Para polisi langsung mengevakuasi keduanya. Saat di rumah sakit, keduanya tidak langsung ditanyai oleh polisi. Mereka membiarkan keduanya beristirahat terlebih dahulu untuk memulihkan diri. Beberapa hari mereka di rawat, dan diawasi oleh beberapa polisi.“Jelaskan kronologi kenapa kamu bisa, dihutan itu dan mendapat banyak luka-luka disekujur tubuhmu?” tanya polisi kepada keduanya, dengan ruang yang berbeda.“Saya disekap dan mereka menyiksa saya dan teman saya,” ucap keduanya dengan tenang.“Apakah sebelumnya kamu bermasalah dengan mereka, atau apakah kamu mengenal mereka?”
Baca selengkapnya
Chapter 102 Mahalul mahfudz
“Introgasi telah selesai, apakah kami sudah diperbolehkan pulang pak? Saya tidak pernah nyaman berada dirumah sakit, karena saya terlihat begitu lemah, jika berada dirumah sakit.” kali ini Safira, yang gantian menatap para polisi itu, dengan tatapan intens. “Silahkan. Menurut keterangan dari dokter, kalian berdua sudah diperboleh kan pulang.” jawab polisi itu dengan tegas. Para polisi itu pun keluar, dan Fikri perlahan duduk disofa, yang tidak jauh dari ranjang rumah sakit. Keduanya hanya terdiam, sampai akhirnya kedatangan Abraham mengejutkan mereka. Tanpa ba bi bu, Abraham langsung menarik baju Fikri dengan kasar. “Apa kau pelaku penculikan Safira? Apa yang kau lakukan, aku tidak akan membiarkan siapa yang menyakiti Safira, hidup dengan tenang.” Safira bangkit dari duduknya diatas ranjang rumah sakit, dan sedikit mendorong tubuh Abraham menjauh dari Fikri. Abraham yang melihat Safira membela Fikri, semakin murka, “Bukan dia pelakunya, kita sama-sama korban.” teriak Safira menghen
Baca selengkapnya
Chapter 103 Sarapan Pagi
Safira duduk disisi ranjang dan mengamati seisi kamarnya dengan senyum tipis. Lalu perlahan dia baringkan tubuhnya, yang berasa hancur lebur di sekujur tubuhnya, di ranjang. Rasa sakit penyiksaan beberapa hari yang lalu masih dia rasakan, belum sempurna menghilang. Lagi-lagi dan lagi, diriku merasa sakit melihatmu sakit. Entah rasa apa ini, aku pun bingung menjawabnya. Yang pasti mulutku membencimu tapi hatiku peduli padamu. Aku tidak bisa membohongi ini semua, bahwa aku sangat peduli padamu dan ingin menjadi teman atau pun sahabatmu. Tapi apakah kamu mau? Sepertinya kamu adalah, seseorang yang menutup diri dari semua orang, dan sangat sulit bagiku, masuk kedalam hidupmu. Apakah takdir bisa mempersatukan kita? Sebagai dua orang asing yang membenci, dan akhirnya mengerti. Apakah khayalanku terlalu tinggi padamu? Aku hanya ingin menjadi seseorang pelepas rindumu, menampung dukamu, dan memelukmu saat ketidaberdayaanmu. Hanya itu yang aku inginkan. Apa itu salah? Kemungkinan tidak. Tapi
Baca selengkapnya
Chapter 104 Taruhan
Ketika istirahat tiba, Fikri kembali kesikap asalnya yang cuek dan sungguh menyebalkan. Tanpa bicara dan melihat siapapun, Fikri segera memasuki lapangan basket dan asyik bermain disana. Sahabat-sahabat Fikri pun ikut bermain. Ketika bola terlepas dari tangan Safir dan mengelinding, Safira cepat mengambil bola dan sesekali memantulkan bola kelantai dan memasukkannya ke ring. “Boleh kami bermain?” Safira tersenyum meminta persetujuan dari kelima pria itu. Safir dan teman-temannya hanya membeku, melihat Safira dan para bodyguardnya menghampiri mereka. Mereka melirik kearah Fikri meminta persetujuan, seperti tau apa yang dipikirkan teman-temannya. Fikri hanya menganguk menyetujui. Safira segera berlari merebut bola dari Fikri dan hanya beberapa teknik, bola sudah berpindah ketangan Safira dan kembali untuk kedua kalinya Safira memasukkan bola ke ring. “Kita taruhan. Siapa yang kalah, akan mentraktir kita makan nanti malam, dan traktir gratis kita semua naik gunung.” Safira dengan linca
Baca selengkapnya
Chapter 105 Naik Gunung
Mereka terlihat sangat menikmati perjalanan dari Bagan Siapi-Api, menuju ke Pekanbaru. Lalu menyewa dua mobil menuju, gunung talang. Fikri satu mobil dengan Abraham dan Safira, mobil di kemudikan oleh Zakir Pramudita, dan di sampingnya ada Feri Oktaviani, sedangkan Safira, Abraham dan Fikri berada di bangku nomor dua, setelah bangku sopir. Safira duduk ditengah, Abraham dan Fikri. Sedangkan bangku yang paling belakang, diduduki oleh Muhamad Farhan, Ilham Arif Setiawan, dan Muhamad Thoriq Akbar.Sedangkan mobil kedua, diisi oleh Latifah Ahmad Fadillah, disetir oleh Safir Ahmad Fadhil Zikri. Abraham dan Safira sangat romantis disepanjang perjalanan, Fikri yang tidak suka melihat Safira dipeluk, dicium oleh Abraham. Rasanya ingin sekali dia patahkan leher laki-laki itu, agar pria itu tidak lagi mendekati Safira.Sepanjang perjalanan, Abraham tidak melepaskan pelukkannya pada Safira, sesekali dia memcium ubun-ubun Safira, dan membelai wajahnya ayunya, yang terus mengoda keimanan seorang Ab
Baca selengkapnya
Chapter 106 Film Pendek
“Ibu, ada pengumuman penting untuk kalian semua! Mengingat sebentar lagi, akan diadakan ulang tahun, sekolah. Maka kita, akan mengadakan drama antar kelas" ujar bu Adelicia mulai bicara. "Dan dengar baik-baik, ibu akan bagi kelompoknya. Ibu harap, kalian semua bisa kompak dan mengesampingkan ego, terlebih dahulu. Bagi yang bermusuhan, ibu harap kalian berbaikan untuk sementara, demi kelancaran acara ini." jelas bu Adelicia. "Baiklah, akan ibu pilih sendiri, yang dipanggil namanya maju kedepan. Fikri Wijaya Kusuma sebagai pangeran, Siska Rahmayani, sebagai ibu peri, Safir Ahmad Fadhil Zikri sebagai raja, Safira Ramadhani sebagai cinderrella, Adira Fairuz sebagai utusan dari istana, Nadia Oktaviani sebagai ibu cinderrella, Amelia, dan Wulandari sebagai kakak tirinya cinderrella.” satu persatu nama-nama yang dipanggil ibu Adelicia Calista maju kedepan kelas. Ada beberapa orang maju dengan wajah kesal, Fikri dan Safira tidak terima dengan peran, yang diberikan oleh bu Adelicia. “Baikl
Baca selengkapnya
Chapter 107 Selamat Tinggal
Abraham membawa Safira, makan di sebuah restoran yang ada di Bagan Siapi-Api. Mereka duduk dan memesan beberapa menu, makanan dan minuman. Ditengah asyik-asyik makan, seorang wanita mengebrak meja, dan menjambak rambut Safira dengan kuat.“Jadi, karena wanita ini, kau tidak mau menikahiku hah? Dasar perempuan jalang, berani-beraninya kamu merebut, calon suami saya.” bentaknnya, menekan kepala Safira kedalam piring, yang masih berisikan nasi dan lauk. Muka Safira terlihat belepotan, nasi lengket diwajahnya.Abraham berusaha memisahkan wanita itu, dari Safira. Safira berusaha tenang, dan melihat Abraham sedang menahan wanita itu, yang masih berusaha menghajarnya kembali. Safira memandang Abraham, dengan penuh tanya. Safira menghela napas.“Benar Bra, dia calon istrimu. Kenapa kau menyembunyikan ini dariku?” Safira berusaha bersikap tenang, semaksimal mungkin. Namun di otaknya sudah mau meledak, ingin menghajar mereka satu persatu.“Kau tau, apa yang telah dilakukannya kepadaku perempuan
Baca selengkapnya
Chapter 108 Razia
Beberapa hari setelah kejadian direstroan, Abraham tidak pernah pulang kerumah dan menemui Safira di rumahnya Hartawan. Safira hanya mendengus kesal, padahal dia masih menginginkan pria itu meminta maaf padanya, sekedar membujuknya. Saat dirinya sudah bisa menerima, saat itulah dia dicampakkan begitu saja. Sungguh kejamnya dunia. Disisi lain Abraham mengetuk pintu, ketukkanya semakin keras saat pemiliki rumah, tidak dilihatnya membukakan pintu. Wajah Abraham terlihat kesal, dan ketika hendak mengetuk lagi, seorang wanita keluar dari dalam rumah. “Hay, akhirnya kamu kamu datang juga. Aku sudah menunggumu.” wanita itu tersenyum membelai dada Abraham, diselingi tatapan genit. “Kenapa kau, datang kerestoran waktu itu? Bukankah aku sudah memberi, apapun yang kau minta, rumah, mobil, uang, apalagi yang kurang?” Abraham menepis tangan wanita itu dan menatapnya dengan tatapan jengah. “Aku ingin kau menikahiku Bra...” wanita itu memeluk pinggang Abraham. “Aku tidak akan menikahimu. Karena
Baca selengkapnya
Chapter 109 Stop, Mencampuri Urusan Orang
Safira hanya termenung, duduk di teras rumah Hartawan Wijaya Kusuma. Kini Abraham sudah menghilang bak di telan bumi. Yang paling mengejutkan lagi, rumah mewah yang di tinggali Abraham, juga mobil yang dia miliki, juga ikut di sita oleh seseorang yang mengaku Abraham memiliki hutang padanya. Namun walaupun Abraham sudah bangkrut dan menghilang, tetapi para bodyguard nya tetap setia menjaga Safira. Feri, Thoriq, Fadil, mendekati Safira dan duduknya di sampingnya. “Kenapa masih di luar? Di luar dingin lo,” ucap Feri. Safira tidak menanggapi, dia hanya mendengus pelan. Thoriq membuka jaketnya dan memakaikannya ketubuh Safira. “Sampai kapan nona seperti ini? tidak baik bersedih setiap saat. Yang pergi tidak akan kembali, kecuali takdir mempersatukannya kembali.” Thoriq berujar dengan lembut, masih menghormati perempuan yang ada, disampingnya . Walaupun Safira tidak lagi kaya, dan terus saja di manjakan oleh barang-barang mewah pemberian Abraham, seperti dulu. Tetap saja wanita itu perna
Baca selengkapnya
Chapter 110 Drama Cinderrella
Setelah latihan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya sampailah pada hari H nya. Kelas Safira menampilkan drama cinderrella diatas panggung. Tirai yang besar dan juga tinggi perlahan terbuka, memperlihatkan seorang saja yang sedang gundah gulana, memikirkan putranya yang masih saja sendirian, dan tak kunjung menikah. Sang raja duduk disinggasana kebesarannya, (diperankan oleh Safir Ahmad Fadhil Zikri) disampingnya berdiri seorang pengawal (diperankan oleh Adira Fairuz). “Mohon Ampun Tuanku, apa yang membuat baginda raja terlihat begitu bersedih? Apakah hamba boleh mengetahui, gerangan apa yang membuat baginda bersedih?” pengawal berkata dengan takzim menundukkan kepalanya didepan sang raja. “Saya bersedih memikirkan putra kerajaan, belum juga kunjung menikah. Jika putra mahkota tidak menikah, dan tidak memiliki keturunan, lalu siapa yang akan melanjutkan memimpin kerajaan ini?” sang raja sangat bersedih jika memikirkan kelangsungan dan kejayaan kerajaannya dimasa yang akan dat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
16
DMCA.com Protection Status