All Chapters of Penyesalan Setelah Poligami: Chapter 71 - Chapter 80
97 Chapters
71. Bertemu Indah
"Enak saja. Makanya cepat kasih jawaban kapan siap di lamar, nanti bikin sendiri," ledek Fitri sembari berbalik dan mendudukan anaknya di kursi khusus."Bawaannya kalau sudah nikah beda bicaranya ya, Fit. Apalagi anak sudah tiga, sudah mastah pembuat anak," Arin terbahak. Fitri menutup kabin belakang dan berjalan ke arah kabin depan dan duduk di kursi kemudi. Sebelum menutup pintu di bicara lagi dengan Arin."Lekas pulang temui Ayah ibumu, sampaikan salamku sama Om!" ucapnya lalu menutup pintu sambil terbahak."Dasar bawel!" Umpatan keluar dari wanita cantik di basmant.Fitri melambai ke arah sahabatnya, ada perasaan lega dan bahagia. Kakaknya istimewa, sulit sekali untuk menerima perjodohan dari Papa Mamanya. Tidak menyangka, Farid menyambut niat baik Fitri saat itu.Bibirnya terus memamerkan senyum yang tidak berkesudahan. Di perjalanan Fitri terus ngobrol dengan anak gadisnya yang belum genap tiga tahun, seolah anaknya paham dengan obrolan ibu tiga anak itu.Ponsel terpampang di de
Read more
72. Mirip Kakak Adik
Dengan tatapan kebingungan Indah menuruti ajakan mantan kakak madunya. Fitri sudah memindahkah HIlda ke gendongan suami. Dan kini ia menggandeng Indah dengan hangat. Wanita tiga anak itu hanya ingin menyampaikan apa yang diharapkannya. Tak akan habis perkara jika terus dibumbui dendam, ia ingin menyampaikan kedamaian dalam hidupnya. Ia hanya ingin Indah wanita yang sesungguhnya sangat rapuh di balik sikapnya yang menyebalkan ini mendapatkan kebahagiaan. Sampailah mereka pada private room yang sangat nyaman. Tanpa di persilahkan semua sudah menempatkan diri pada kursi masing-masing dengan canggung. Saat semua larut dalam keheningan. Ponsel Fitri tiba-tiba berdering. Dengan sigap wanita itu mengangkatnya. "Halo?" sapa Fitri. Orang yang melelpon Fitri segera berbicara. Entah apa yang di bicarakan mereka, yang jelas raut wajah Fitri langsung berubah bersemangat. "Kami akan menunggumu, datanglah ketika urusanmu sudah selesai," ucapnya sembari tersenyum. Kedua orang yang berada di s
Read more
73. Klaim Calon Istri
Jika boleh meminta, Indah saat ini ingin sekali berlari menjauh dari laki-laki yang saat ini ada di hadapannya. Fitri menggenggam erat tangan Indah, ia paham saat ini Indah butuh dukungan dan kekuatan. Tangan dingin Indah perlahan menghangat dalam genggaman Fitri. Indah menoleh dan Fitripun mengangguk. "Duduklah Aldo!" Farid angkat bicara melihat euforia menegangkan di ruangan. Laki-laki yang bernama Aldo mengangguk. "Wanita di samping adikku ini yang bernama Indah bukan?" Indah mengangguk dan tersenyum kikuk, ada perasaan malu. Tak menyangka keluarga Fitri menerima dia dengan lapang tanpa cacian."Pantas saja, Aldo terus merancau tentang namamu," ucap Farid lalu menepuk pundak Aldo yang berada di sampingnya. "Kali ini ijinkan aku bicara dulu, Al. Aku paling senior di sini," kelekar Farid sembari memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi."Silahkan, Pak," ucap Aldo tegas dan sopan."Sudah di bilang kalau di luar kantor kamu panggil Kak seperti yang lainnya. Kamu sudah aku angga
Read more
74. Skenario Teman
"Hilda, kita pulang yuk! Kakak sudah menunggu kita," kata Fitri dengan gemas, berdiri ngeulurkan kedua tangannya untuk menggendongnya. Dengan wajah lucu dia menolak dengan gelengan. "Gendong Ayah," celoteh Hilda menggemaskan. "Lihat tuh, Akram. Anakmu di kasih jampi-jampi apa bisa-bisanya lengket seperti itu?" tawa Farid menggelegar melihat kelakuan keponakan kecilnya. "Entahlah, Kak. Dia yang selama ini mengikatku dan menyadarkanku. Mereka membutuhkanku, aku merasa beruntung di butuhkan mereka. Kepergian kedua anakku kemarin sudah mengajarkan banyak hal terutama tentang kasih sayang dan kepercayaan," jawab Akram menerawang. "Issh ... sudah kakak hanya bercanda, kenapa jadi mengingat kenangat tak mengenakan. Songsonglah masa depan dan masa lalu dijadikan sebagai pembelajaran. Pulang yuk, sudah hampir maghrib. Indah tanggung jawabmu, Al," ucap Farid. Farid menyerahkan tubuh mungil Hida ke Akram, dan kini mulutnya mendekat tepat di telinga Aldo sambil berbisik, "Ingat, dia saat ini
Read more
75. Membuly Kakak
Kelima orang dewasa meninggalkan kafe beriringan, Fitri masih terus bergandengan dengan Fitri. Baik Indah maupun Fitri enggan melepaskan. Betapa Allah dengan mudah membolak balikan hati manusia. Sebelumnya keduanya seakan bermusuhan, kini saling menenangkan.Tautan keduanya terlepas saat menuju mobil masing-masing. Indah masuk mobil bersama Aldo. Fitri masuk terlebih dahulu, Akram mendudukan Hilda di pangkuan istrinya di tutup kabin dengan pelan. Akram berjalan mengitari mobil kursi kemudi menjadi tempat tujuannya."Sayang, sabuk pengaman sudah terpasang?" tanya Akram dengan tatapan penuh cinta.Fitri tersenyum hangat menatap pria di sampingnya, "Abang yang pasangin, aku repot pegang Hilda," jawab Fitri terkekeh, merasa aneh dengan pertanyaannya sang suami. Setelah memastikan semua Akram mulai melajukan kendaraa meninggalkan kafe."Kita nanti berhenti sebentar beli oleh-oleh dulu buat anak-anak, Sayang," ungkap Akram. Hati Fitri menghangat mendapatkan perlakuan seperti ini kembali.
Read more
76. Kakak Fitri
"Aku takut, Kak," rengek Fitri. "Jangan berlebihan, kakak juga di telpon. Sini ponselnya," Farid merebut dari tangan adiknya. "Kelamaan," gerutunya. "Assalamu'alaikum, Pa," sapa Farid. "Wa'alaikum sallam, syukurlah ternyata kalian sedang berkumpul. Farid, mama mengkhawatirkanmu. Tadi telpon ke kantor kamu sudah pulang, telepon ponselmu tidak di angkat," gerutu papa namun terlihat lega. "Iya, Papa. Farid baik-baik saja. Mama sehat kan?" tanya Farid. "Mama sehat, hanya saja hari ini terlihat uring-uringan semenjak pulang arisan. Teman-temannya di temani menantu perempuan katanya," ujar Papa sebari terkekeh. "Itu lagi pembahasannya, Farid bosan, Pa," keluh Farid, mendengar kelakuan mamanya yang seperti ini ujungnya menjodohkan dengan anak teman arisan. "Jangan begitu, Farid. Mamamu sangat ingin kamu bahagia," "Papa, Farid sudah sangat bahagia dengan begini, Mama saja yang berlebihan," sahut Farid sambil duduk dengat tatapan melirik, tertuju pada adiknya yang menguping di samping k
Read more
77. Resiko Akram Turun Jabatan
"Arin, dalam menjalani sebuah rumah tangga butuh yang namanya komitmen, itu syarat mutlak. Tak peduli dia perjaka ataupun duda," ucap Ayah Arin dengan menggenggam tangan anak perempuannya. "Bukan berarti Ayah mengobral anak gadisku, asal dia laki-laki. Anak ayah belum menikah sampai saat ini karena istimewa. Allah sudah menyiapkan jodoh terbaik buat anak ayah. Ayah akan tanya dulu sama kamu, apakah kamu sudah pernah bertemu sebelumnya? Apa kamu merasa nyaman? Nama orang tuanya boleh ayah tau? Sebelumnya kamu hanya cerita tentang Fitri," lanjut Ayah dengan tegas dan lembut.Arin menceritakan dengan detail siapa nama papa Fitri berikut latar belakang. Ayah mengangguk senang, ternyata mereka sudah saling kenal. "Sayang, orang tua menanyakan latar belakang bukan berarti karena menginginkan menantu kaya, namun ingin yang terbaik untuk anaknya. Bagaimana memperlakukan istrinya kelak, bagaimana dengan keluarganya tentu berpengaruh dengan karakter seorang anak. Jangan salah paham ya, Sayang,
Read more
78. Kilas masa lalu
Fitri mengulas senyum terbaiknya. Dia menggenggam erat kedua tangan suaminya, di tatapnya kedua mata dengan teduh. "Bang, Allah menilai setiap proses yang kita jalani. Apapun itu hasilnya InsyaAllah itu yang terbaik, Allah Maha adil. Tidak mungkin mendzolimi hamba-Nya. Apapun keputusan pimpinan aku selalu mendukungmu," kata-kata Fitri begitu menenangkan. "Bang, jalani pekerjaan dengan profesional seperti sebelumnya, perbaiki kinerja beberapa bulan ini. Kerja itu sebuah ibadah, jadikan ladang pahala di dalamnya. Ketika kita mempunyai niat terbaik maka Allah juga akan memberikan yang terbaik," imbuhnya. "Terimakasih, Sayang. Abang tak akan mengecewakanmu lagi," "Maksudnya?" tanya Fitri."Rasa penasaran Abang sudah tak ada lagi, dulu Abang berfikir memiliki istri satu yang sempurna seperti ini pahala akan melimpah, keluarga kita bahagia bukankan impian setiap orang. Abang menikah lagi dan membuat keluarga seperti yang kita jalani, jadi Abang punya dua keluarga yang di bina mengalir p
Read more
79. Farid Mendadak Ragu
Paginya keluarga Fitri sudah bersiap. Pukul 05.30 mereka sudah memasuki mobil untuk ke rumah Papa terlebih dahulu. "Bang, nanti ingat sarapan. Aku taruh di ransel bagian tengah," titah Istrinya sambil menutup pintu mobil dan memasang sabuk pengaman. Hilda duduk bersama kakak-kakaknya di belakang.Tidak sulit membangunkan mereka, karena sudah terbiasa bangun gasik. Mereka akan sarapan di rumah mama kecuali Akram."Nanti pulangnya jangan kelupaan ke rumah, Abang bakalan kaget tidak ada orang di rumah," ucap Fitri terkekeh di tengah keheningan. Anak-anak masih malas untuk bicara kelihatannya. Tidak ada satupun yang berbicara."Nggak dong, Sayang. Jantung hati Abang di rumah mama, tentu abang pulangnya ke sana," jawab Akram. Mobil melaju dengan lancar masih terlalu pagi untuk orang meraktivitas. Fitri menoleh ke belakang ternyata Hilda tertidur kembali, Syifa memberi kode sama bundanya untuk diam. "Rupanya kalian diam karena Hilda tertidur lagi," bisik Fitri. Syifa dan Daffa mengangguk
Read more
80. Mama Beraksi
Fitri tampak geram melihat respon kakaknya. Ia sudah bersiap melontarkan kata-kata untuk Kak Farid. Mama bisa membaca pikiran Fitri lantas mencegah dengan tatapan memohon, mengingat masih ada anak-anak tidak baik berdebat, apalagi di hadapan makanan."Farid, ... ," panggil Mama sangat lembut."Mama ...," Farid mendongak dan menatap ke arah mamanya."Hari ini kamu ke kantor siang saja. Habis sarapan antar keponakanmu sekolah langsung kembali ke rumah," titah Mama.Farid ingin sekali membantah namun dia tidak akan menang jika lawannya adalah sang Mama. Fitri tersenyum puas jika sang Mama sudah bertindak. "Ma, bagaimana dengan meeting pagi ini?" sahut Farid lemah."Ada Aldo kan? Jangan banyak alasan jika ingin Mama tetap sehat," sergah Mama dengan wajah garangnya. Jika yang melihat Papa maka komentarnya garang tapi menggemaskan."Hem, ... ," hanya anggukan kecil yang dia lakukan. "Uncle, ...," panggil Syifa lembut."Iya, Sayang," jawab Farid segera."Jika Uncle tidak bisa mengantar kam
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status