All Chapters of Dendam Permaisuri yang Terbuang: Chapter 81 - Chapter 90
134 Chapters
81. Menahan Gejolak
Khandra hampir menahan napas, dia dibuat terkejut atas perintah Permaisuri Rengganis. Dia berjalan pelan seraya memandang arah lain tangan begitu gemetaran. Wajahnya juga sudah memanas seiring aliran darah yang terasa naik. Sedang Rengganis sendiri menunggu dengan mimik wajah tanpa dosa. ‘Mengapa wanita ini sangat ceroboh sekali, Duh Gusti tolong lindungi kami!’ mohon Khandra dalam hati. “Silakan Permaisuri,” ujar Khandra mengulurkan pakaian. “Terima kasih,” jawab Rengganis. “Saya permisi keluar!” pintanya. Khandra mempercepat langkah lalu keluar gua, sedangkan Rengganis kini berbalik badan dan menatap punggung lelaki tersebut heran. “Sepertinya dia sakit,” ujarnya. “Ahihihi ….” Tawa Nyi Gendeng Sukmo terdengar. Demit tak kasat mata tersebut menampakkan ujud bergentayangan di udara. “Dia bukan sakit Rengganis, tapi sedang menahan hasratnya. Kau lebih gila dari dugaanku, bertelanjang di hadapan pria asing, hihihi ….” “Dia b
Read more
82. Pengkhianat yang Sesungguhnya
Rengganis menahan tawa kemudian melepas pelukan, dia mengubah mimik wajah seolah terkejut lalu berucap, “Astaga, kau mau membunuhku, Senapati Khandra? Kau mau berkhianat?” Rengganis masih menggoda Khandra. Khandra gelagapan bukan main, “Bukan begitu Permaisuri, saya---.” “Hahahaha, astaga!” Rengganis tidak mampu lagi menahan tawa. “Lihat wajah merahmu itu Khandra, kau sangat menggemaskan jika sedang panik hahaha ….” Kembali Rengganis tertawa. Dia memegangi perut yang terasa sakit lantaran terkekeh. Khandra menghela napas panjang dia lalu menarik dengan satu tangan tubuh Rengganis hingga jatuh dalam pelukan. Bugh! Tubuh Rengganis ambruk ke dada Khandra, lelaki itu erat mengunci dengan satu tangan agar Rengganis tidak lepas. Dan benar, tangan kekar itu terlalu kuat bagi tubuh Rengganis, beberapa kali dia meronta tetap gagal untuk lepas. “Khandra,” panggil Rengganis mendongakkan kepala. Kedua wajah itu terlihat begitu dekat, ada rasa
Read more
83. Bersiap Bergerak!
Rengganis tersenyum, dia menatap dalam netra tajam Khandra. Hingga dapat menyelami bayangan dirinya dalam bola mata hitam pekat milik lelaki tersebut. Garis hitam di bawah kelopak itu menandakan jika Khandra kurang tidur. Tangan halus Rengganis menyentuh pipi Khandra, terus meraba hingga ke bagian leher. Mendapat perlakuan dan sentuhan itu, darah Khandra berdesir. Getaran aneh menjalar di sekujur tubuh. "Tolong hentikan jika tidak—." "Jika tidak apa, Khandra?" Rengganis memotong ucapan Khandra. "Apa kau takut semua ilmu kanuragan atau semacamnya akan hilang jika berhubungan dengan seorang wanita?" Kembali Rengganis bertanya hal sama seperti beberapa waktu lalu. "Bukan begitu, Permaisuri," keluh Khandra lirih. Rengganis memeluk tubuh itu menghangatkan tubuhnya. Daging burung panggang telah habis mereka santap beberapa waktu lalu. Rengganis pun cukup bertenaga jika harus beradu mulut dengan Khandra. Sayangnya lelaki itu memilih bungkam. Membiarka
Read more
84. Cilaka Dua Belas
Seorang wanita paruh baya berjalan mendekati Rengganis yang masih bergeming di pinggir jalan setapak. Mereka terheran, seorang wanita cantik berdiri sendiri di tepi hutan belantara. Wanita itu melihat ke arah bawah lalu ke atas, wajah ayu Rengganis yang tertutup caping tidak luput dari pengamatan. Pakaian rapi dengan selendang merah mengikat di perut membuat wanita itu tersenyum. "Kau ini siapa, Nduk? Bagaimana bisa di sini sendiri?" tanya wanita itu. "Saya Sukma hanya pengelana biasa yang tidak ada tempat tinggal." Rengganis berbohong. Semua orang mengamati sekali lagi. "Ahihihi, Cah Ayu, kenapa tidak sekalian kau mengaku Nyi Gendeng Sukmo." Suara Nyi Gendeng Sukmo lantang terdengar di telinga Rengganis. Suara itu sudah pasti hanya Rengganis yang dapat mendengarnya. Permaisuri itu mengernyit, 'Demit sialan!' umpatnya dalam hati. Seorang yang mengintip dari pedati turun lalu menghampiri Rengganis. Seorang pemuda gagah itu melakukan hal sama, mem
Read more
85. Pimpinan Penyamun Gautam dan Goga
Teriakan terdengar, dengan beberapa wanita berlari ke belakang. Rengganis yang melihat kekacauan ini kebingungan. Dia menyusup ke kerumunan menuju barisan depan. Di mana pemuda saudagar tadi telah turun dan bersiap menyerang menggunakan keris yang dia acungkan ke depan. Beberapa orang lelaki yang tadi terlihat membawa barang bawaan, mendorong gerobak juga berubah siaga. Entah pedang dari mana, kini mereka memegang pedang di tangan siap menyerang. "Ada apa ini, Tuan?" tanya Rengganis pada pemuda itu. "Nyai, mengapa kau malah ke depan, harusnya kau ikut bersama para wanita untuk bersembunyi!" keluh pemuda tadi. "Saya penasaran," jawab Rengganis memperhatikan orang-orang yang menghadang mereka. Rengganis ingat benar pada salah satu sosok yang tidak asing. Perompak yang pernah menyerang dirinya dan prajurit bayangan Khandra. 'Gawat, bagaimana bisa berpapasan dengan mereka?' tanya Rengganis dalam hati. "Mereka penyamun yang paling ditakutka
Read more
86. Wong Ayu Gendeng?
Nyi Gendeng Sukmo dalam tubuh Rengganis menatap pemuda itu. "Lari, huh! Kau pikir aku selemah itu hahahaha!" Tawa Nyi Gendeng Sukmo membuat pemuda tersebut mengernyit. Nyi Gendeng Sukmo berlari ke arah lawan, dia menggunakan selendangnya. Nyi Gendeng Sukmo melemparkan selendang ke arah prajurit para penyamun yang menyerang warga. Hyap! Teriak Nyi Gendeng Sukmo Bugh … bugh … bagh! Ujung selendang merah yang membentuk gumpalan kecil itu seperti terisi batu. Terasa sakit jika terkena pukulannya. Argh! Teriak lawan terlempar ke tanah, tumbang. Para warga yang merasa tertolong tersenyum. "Pergilah ke belakang biar aku yang menghadapi mereka," ujar Nyi Gendeng Sukmo. Tring! Sring! Dia menarik pedang dari salah satu pedati yang ternyata berisi senjata tersebut. "Mereka terlalu banyak Nyai—." Salah seorang lelaki iba jika harus meninggalkan Rengganis. Mereka tidak tahu jika wanita di hadapannya itu sudah berubah, Nyi Gendeng Sukmo berhasil menyatukan
Read more
87. Melawan Gautam dan Goga
Wanita itu melempar selendangnya dengan tangan kiri. Bagh! Tepat mengenai sasaran Argh! Beberapa anak buah penyamun tumbang, terhempas ke tanah. Rasanya mereka seperti terkena sabetan kayu besar padahal hanya sebuah selendang. Nyi Gendeng Sukmo memutar tubuh lalu mengayunkan pedang ke samping dengan bersamaan menghindari serangan dari Goga. Tidak bisa mengelak, Gautam menundukkan kepala hingga rambut panjang bagian belakang labas tersabet pedang yang digunakan Nyi Gendeng Sukmo. "Setan alas, kau memotong rambutku, jalang sialan!" umpat Gautam. "Aihihi, maafkan aku," kekeh Nyi Gendeng Sukmo. Hyap! Dia melompat menghindar untuk kembali memasang kuda-kuda. "Siapa kau sebenarnya sialan!" pekik Goga sudah tidak sabar. Dia melompat dan mengayunkan kapak ke arah depan untuk menyerang Nyi Gendeng Sukmo. Wanita itu memanfaatkan emosi dari lawan, dia tersenyum menyeringai lalu melemparkan selendang. Tepat sasaran, selendang itu terlilit sempurn
Read more
88. Raga yang Dipinjam
Degh! Mata merah wanita itu berubah menggelap, menutup sebentar. Srash! Jiwa Nyi Gendeng keluar dari tubuh Rengganis. Demit tak kasat mata itu berdecih lalu melayang ke udara. Raga yang dipinjam sudah tidak bisa disentuh kembali karena Rengganis menyadarkan diri, terbangun. 'Padahal aku masih belum puas bermain, tapi Rengganis sudah terbangun. Sungguh disayangkan,' keluh Nyi Gendeng Sukmo. 'Suatu saat aku pasti bisa bersemayam seutuhnya di tubuh yang merupakan wadah tepat untukku itu,' cebiknya. Rengganis membuka mata, yah, tubuh yang baru saja digunakan oleh jiwa Nyi Gendeng Sukmo tersebut telah kembali pada sang pemilik bersama kesadaran penuh Rengganis. Mata merahnya berubah coklat terang kembali. Namun, masih tetap nampak tajam mengancam. Dalam samar seperti mimpi, Rengganis seperti melihat hal yang terjadi di alam bawah sadarnya. Dia bahkan menyaksikan samar apa yang dilakukan Nyi Gendeng Sukmo. Sekuat tenaga, dia pun menyadarkan diri untuk bangun. S
Read more
89. Varen, Pemimpin Saudagar
Khandra bangun dari tidur lelap, hari matahari sudah bersinar. Sorotnya masuk lewat lubang di atas air terjun gua. Setelah sekian lama tidak bisa tidur nyenyak. Baru malam tadi dia dapat tidur tenang dan sangat nyaman. Bangun badan terasa bugar sangat, bibir lelaki itu naik membentuk bulan sabit. Mengingat betapa menakjubkan malam tadi. Peristiwa bersejarah yang tidak akan dapat dia lupakan. Khandra tersenyum seperti orang hila mengingat lekuk indah tubuh Rengganis, hingga tubuhnya kembali menggelora. Namun, segera dia tertampar kembali pada kenyataan. Di mana tidak dia temui keberadaan Rengganis sekali pun. Khandra menarik kain lalu melilitkan menutup bagian tubuh bawahnya. Lelaki itu bangkit dari batu tempat dirinya berbaring. "Permaisuri Rengganis." Khandra memanggil. Khandra melangkah menyusuri gua. Harum bau Rengganis masih terasa, ah betapa Khandra merindu aroma itu seketika. Lelaki tersebut berjalan ke dekat air terjun, di mana ada tumpukan daun lontar. Lelaki itu
Read more
90. Pengelana Misterius
Beberapa saat sebelumnya. Seorang lelaki berpakaian putih dengan menutup kepalanya menggunakan caping, juga wajahnya tertutup cadar, hanya memperlihatkan mata tajam itu menangkap tubuh Rengganis yang hampir ambruk ke tanah. Wanita itu pingsan. Dengan cepat dia mengangkat tubuh Rengganis lalu membawa kembali pada rombongan saudagar. Tentu mereka terkejut melihat Rengganis dibawa lelaki itu. "Kisanak, kau ini siapa? Mengapa kau membawa Nyai Sukma? Sedang kami melihat tadi dia melompat ke udara bersama kedua penyamun?" berondong Varen —pemuda gagah yang merupakan ketua/pemimpin para saudagar—. "Wanita tangguh ini telah berhasil memukul mundur para penyamun, dia kelelahan. Mohon bawa dia ke tabib," jawab lelaki bercadar. "Tanpa kau suruh pun akan kami lakukan, dia telah berjasa pada kami," ujar salah seorang wanita yang beberapa saat lalu berjalan beriringan dengan Rengganis. "Iya, benar," timpal salah seorang lagi. "Baguslah," jawab lelak
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status