All Chapters of Dihina Suami Setelah Aku Melahirkan: Chapter 41 - Chapter 50
104 Chapters
Terusik
Ranti senyam-senyum sendiri melihat ponselnya. Dia berbalas pesan dengan Bagas. Saking asyiknya dia tak menyadari jika Dinda sedang dibelakangnya mengamati setiap gerak geriknya. "Ehem, lagi ngapain, Mbak?" tanya Dinda mengambil posisi duduk di depan Ranti. "Gak liat aku sedang apa? Pakai tanya lagi," jawab Ranti, tatapannya tetap fokus pada ponselnya. "Oh, asyik bener. Gimana kabarnya Mas Bagas?" tanya Dinda memancing. "Baik—" Ranti tak meneruskan perkataannya, dia baru sadar jika sudah terpancing oleh adiknya. Ranti melotot, Dinda tertawa dan meninggalkan kakaknya yang mulai mengomel. "Dasar bocah, mau tau aja urusan orang dewasa, pasti kamu ngintip pesanku sama Bagas ya, Dinda!!" Ranti berteriak di depan kamar Dinda. Kinan tak sengaja mendengar Ranti yang berteriak di depan kamar adiknya dengan menyebut nama Bagas. "Apa, Mbak?! Kamu berkirim pesan sama Mas Bagas!?" tanya Kinan terkejut saat mendengar kakaknya berbic
Read more
Memilih Mundur
"Maaf, Mbak Gendis. Aku sudah memesan makanan pada Kinan sebelumnya. Kami kan sudah saling kenal jadi sengaja aku memintanya memasak untukku," ucap Rangga membela Kinan. Gendis masih tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Rangga terlihat dari caranya menatap sinis Kinan. "Yaudah, Mas. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Gendis seraya melirik Kinan sebelum berlalu pergi. Kinan juga beranjak pergi dari tempat itu namun Rangga berhasil mencekal pergelangan tangannya. "Tunggu, Kinan!!" seru Rangga. "Ada apa lagi, Mas? Jangan salah sangka, aku cuma merasa kasihan denganmu yang seorang diri di sini. Dan satu lagi aku ingin kamu pergi dari sini setelah ini, jangan buat semuanya menjadi sulit, Mas," ucap Kinan memohon. "Terima kasih sudah peduli denganku. Aku ingin memberitahu kamu sesuatu. Aku dan Risa sudah mengajukan surat cerai ke pengadilan, kami sudah berpisah, Kinan. Dan kita sudah dapat jalan, bagaimana mungkin kamu malah menyuruh
Read more
Salah Paham
"Mas, Bapak kambuh asam lambungnya. Dari tadi mual dan tak berhenti muntah. Nafasnya juga sedikit sesak." Kinan memberikan penjelasan pada Radit. "Tenanglah, Kinan. Biar aku periksa Pak Ridho dulu ya," ucap Radit tenang. Radit memeriksa Pak Ridho dengan seksama. Dia tahu jika lelaki itu sudah punya sakit asam lambung sedari dulu. "Pak, Bapak pasti banyak pikiran ya?" tanya Radit disela pemeriksaannya. Pak Ridho mengangguk lemah dengan peluh yang membasahi dahinya. "Iya, Nak. Bapak memikirkan sidang yang akan dihadapi Kinan hari ini. Padahal Bapak sudah menjaga pola makan tapi malah kambuh di saat penting begini," sahut Bu Rina mewakili suaminya. Ridho mengangguk paham. Dia lalu memberikan sejumlah obat yang memang sudah dipersiapkannya dalam perjalanan tadi. "Pak, tenangkan pikiran Bapak dulu. Kinan perempuan hebat, dia pasti akan bisa melewati semua ini. Dan saya akan mengantarkan Kinan ke tempat sidangnya untuk memberikan duk
Read more
Menangislah!
Sepanjang perjalanan, Kinan hanya dapat menyembunyikan sedihnya dengan memandangi jalanan aspal yang dilewatinya. Bayangan Rangga seolah senantiasa berkelebat di dalam pikirannya. Kinan tak dapat menyembunyikan sakit di hatinya, dia terisak dalam diamnya. "Kinan, menangislah jika ingin menangis. Tak perlu kau tahan hanya karena ada aku di sini. Bukankah dulu kau tak pernah merasa gengsi jika dihadapanku? Kau menangis dan tertawa saat bersamaku. Aku masih sama seperti dulu, aku Radit sahabatmu," ucap Radit berusaha menenangkan Kinan. Mendengar ucapan Radit akhirnya Kinan bisa meluapkan rasa sedihnya. Dia menangis tergugu dalam sedihnya. Mendengar Rangga melepaskan dirinya, dia merasa terluka meskipun dirinya sendiri yang telah memintanya. "Terima kasih, Mas. Masih mau menjadi sahabatku, masih mau mendengarkan keluh kesahku," ucap Kinan disela isak tangisnya. Radit menyerahkan sapu tangan miliknya untuk Kinan. "Menangislah dan keluarkan semua se
Read more
Perubahan Rangga
Radit dan Kinan tiba kembali di rumah. Pak Ridho dan Bu Rina antusias bertanya kepada mereka soal persidangan yang telah dilewati Kinan. "Alhamdulillah jika semuanya berjalan dengan lancar. Semoga sidang berikutnya bisa segera diputuskan ya, Kinan," ucap Bu Rina. "Iya, Bu. Semoga saja biar gak kepikiran lagi dan bisa fokus bekerja," sahut Kinan. "Yaudah, Bapak mau istirahat dulu di kamar, Nak Radit kopinya diminum dulu ya. Terima kasih sudah banyak membantu kami," ucap Pak Ridho sebelum masuk kamar. "Iya, Pak. Saya senang bisa membantu Kinan. Benar sebaiknya Bapak istirahat dan jangan banyak pikiran lagi, jangan lupa diminun obatnya ya, Pak," pesan Radit pada Pak Ridho. "Iya, Nak. Terima kasih sudah diingatkan," sahut Pak Ridho seraya masuk ke kamar ditemani Bu Rina. Kinan tersenyum melihat Radit yang begitu sopan dan perhatian pada orangtuanya. "Hei, kenapa senyam-senyum sendiri! Baru nyadar kalau aku ganteng dan baik hati," le
Read more
Mulai Bekerja
"Gimana, Gendis? Apa kamu berhasil membuat Rangga percaya dan dekat denganmu?" tanya seseorang yang memakai masker itu. "Iya, aku berhasil dan aku yakin sekali jika Rangga gak akan bisa bersama dengan Kinan," jawab Gendis tersenyum sinis. Risa tersenyum puas dengan hasil kerja Gendis. Dia memang sangat benci dengan Kinan dan ingin membalas sakit hatinya. Rupanya Risa selama ini mencari tahu ke mana Rangga tinggal dan dia juga selalu mematai Kinan. Melihat Gendis yang antusias mendekati Rangga, dia menawarkan kerja sama dengan perempuan itu. Risa juga menceritakan permasalahan yang pernah ada diantara Rangga dan juga Kinan. Risa tak peduli lagi Rangga dekat dengan perempuan manapun, karena dia juga sudah tak mau bersama dengan pria yang mencintai wanita lain di hatinya. Dia tak ingin melihat Kinan bahagia, apalagi jika bersama dengan Rangga. Kebencian di hatinya membuatnya ingin melihat Kinan hancur tanpa mau menginstropeksi diri. "D
Read more
Panik
"Ada yang bisa saya bantu, Dok?" tanya Radit pada Dokter Anita. Anita berdiri dan menjelaskan kepada Radit tentang pasiennya itu. "Dokter Radit, maaf jika saya memanggil dokter ke sini. Ibu ini ingin Dokter yang memeriksanya. Sudah saya jelaskan bahwa saat ini tidak ada jadwal Dokter tapi dia bersikeras karena telah melihat Dokter masuk klinik ini tadi," ucap Anita menjelaskan. Radit menatap pasien yang sedang berbaring diatas ranjang itu. Dia merasa tak kenal dengan wanita itu. "Baiklah, Dokter Anita. Saya akan menangani pasien ini sekarang," jawab Radit seraya terus memperhatikan pasiennya. Dokter Anita keluar dari ruangan itu. Dia ingin memberikan kesempatan pada Radit untuk memeriksa pasiennya. "Apa keluhannya, Bu?" tanya Radit seraya memeriksa pasiennya dengan stetoskop. "Ini, Dok. Perut saya terasa sakit, sepertinya kram," ucap perempuan itu dengan memegang tangan Radit dan mengarahkannya pada bagian perutnya. Mata lentikny
Read more
Panik 2
"Bapak?!" Pak Ridho jatuh tak sadarkan diri, tubuhnya menabrak pintu kamarnya. Kinan yang panik berusaha membangunkan bapaknya. "Kinan, cepat minta bantuan sama tetangga, Nak. Kita harus segera membawa Bapak ke rumah sakit terdekat!!" seru Bu Rina tak kalah paniknya. Nampak Bagas sudah pergi mengendarai motornya. Sedangkan Ranti masih melambaikan tangan ke arah lelaki yang membuatnya mabuk kepayang itu. Melihat Kinan berlari dengan menangis, Ranti lantas menegurnya. "Ngapain sih pakai nangis segala, nyesel kan tahu Bagas udah serius sama aku?" cibir Ranti dengan senyum mengejek. Kinan tak mempedulikan Ranti yang mencibirnya. Dia fokus mencari pertolongan dari tetangga disekitarnya. "D*sar bocah gemblung!! Malah lari-larian sambil nangis kayak syuting film india saja," omel Ranti yang tak mengetahui kondisi bapaknya. Kinan berlari mencari bantuan ke tetangganya. Tanpa alas kaki dia berlari dengan air mata yang tak terbend
Read more
Kabar Duka
"Mbak, benar yang dikatakan Bapak ini. Keluarga harus kuat agar bisa memberi motivasi pada pasien nanti," ucap Dokter. Rangga datang membawa minuman untuk Kinan dan Pak Abdul. Melihat Kinan yang semakin menyedihkan, Rangga memapahnya dan mendudukkannya di kursi. Sungguh dia tak tega melihat Kinan seperti itu. "Kinan, tenangkan dirimu. Kita berdoa untuk kesembuhan Bapak ya," ucap Rangga. Kinan sudah mulai bisa menguasai diri. Dia kemudian meminta Pak Abdul dan Rangga untuk kembali. "Pak Abdul, anak dan istri Bapak pasti menunggu Bapak. Mas Rangga kamu juga pasti butuh istirahat sepulang dari kerja. Aku berterima kasih atas pertolongan kalian tapi kalian bisa kembali sekarang," ucap Kinan. "Iya, Kinan. Maaf ya Bapak tidak bisa menemani di sini. Bapak mau kembali dulu," ucap Pak Abdul. "Bagaimana dengan kamu, Kinan? Aku gak bisa meninggalkan kamu sendiri di sini." ucap Rangga. Kinan meyakinkan Rangga bawa dia bisa menunggui Bap
Read more
Masa Berduka
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKUPart 42A (50)Setibanya di rumah, Kinan melihat Ibu dan adiknya menangis pilu. Bu Rina masih belum bisa menerima kepergian Pak Ridho yang mendadak, Dinda sesenggukan dengan berita duka itu.Ranti menggendong Caca dengan pandangan kosong. Tak ada satu patah katapun keluar dari bibirnya.Hati Kinan bergetar melihat Ibu dan saudaranya rapuh, dia ingin memberikan kekuatan untuk mereka meskipun dirinya sendiri sangat terpukul.Susah payah Kinan menahan diri untuk tidak menangis di depan mereka. Dia ingin memberikan penghormatan terakhir untuk cinta pertamanya itu dengan mengurus pemakamannya sebaik mungkin.Rangga ikut bergabung bersama warga yang sudah mulai berkumpul. Dia juga sibuk mempersiapkan acara pemakaman itu bersama Pak Abdul dan tetangga lainnya. Tak ada anggota keluarga laki-laki di keluarga Kinan kini.Ambulance datang mengantarkan jenazah Pak Ridho. Radit dan beberapa perawat ikut mengantarkannya.Setelah jenazah diturunkan, Radit meminta mereka un
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status