All Chapters of Satu Atap Dengan Gundik Ayahku: Chapter 31 - Chapter 40
70 Chapters
Bab 22.B
Mas Damar menghela napas lalu menatapku masih dingin."Kita lihat saja nanti," jawabnya sambil berdiri."Sekarang lebih baik kita ke rumah Burhan, kamu mau minta maaf 'kan sama dia?" Lelaki itu lantas berdiri lalu melangkah, beberapa detik kemudian ia berbalik badan."Oh ya, kamu juga harus bisa mengambil hati ibuku, aku ga mau menjalani rumah tangga tanpa ridhonya, kamu sanggup?" "Ok aku tunggu di mobil." Mas Damar bergegas keluar dari ruang kerjanya meninggalkanku sendirian.'Duh bagaimana ini, kalau minta maaf sama Burhan sih aku bisa makasain, lah kalau harus ngambil hati ibu mertua males banget'Terpaksa aku melangkah keluar sambil menahan rasa jengkel di dada, lalu masuk ke dalam mobil Mas Damar dengan setengah hati."Mbak Sita, saya ke rumah Burhan dulu ya nanti balik lagi," ujar Mas Damar pada pembantu kami yang sedang membuka gerbang."Iya, Pak," jawabnya sambil mengangguk.Sepanjang jalan hatiku benar-benar gelisah tak menentu, ingin rasanya aku kembali pulang ke rumah saj
Read more
Bab 23.A
"Aku punya bukti kalau omonganku barusan itu benar, Yah, wanita ini pembunuh." Aku menunjuk wajah Tante Miranda dengan hina.Semua orang menatapku, termasuk Nenek yang sampai keluar dari dalam rumahnya."Zara, kamu ngomong apa sih? siapa yang pembunuh?" tanya wanita tua itu, mungkin saking terburu-buru ia sampai lupa mengenakan kerudung."Zara, ayo kita pulang, jangan buat kekacauan di sini," sela Tante Miranda sambil berusaha mencekal lenganku.Aku menyeringai sambil menatapnya. "Ngapain pulang?! Takut kebusukannya terbongkar di depan ibu mertua?"Tante Miranda semakin ketakutan melihat keberanianku, ia melihat wajah ayah sebagai kode meminta bantuannya untuk mengajakku pulang."Zara, Ayah harap kamu ga sembarang mitnah orang ya," sahut Ayah sambil menatap tajam. Namun, aku yakin ia sangat penasaran dengan yang kuucapkan."Kamu ga bohong 'kan, Zara? i-istriku dibunuh?" tanya Om Burhan dengan suara bergetar.Semua orang terdiam, mungkin antara percaya dan tak percaya dengan ucapanku,
Read more
Bab 23.B
Perempuan itu terlihat semakin ketakutan dan gelagapan."Siapa sih maksud kamu ini, Zara?!" tanya Tante Miranda sambil menyembunyikan kegugupannya.Aku menyeringai sambil menatapnya. "Masa sih udah lupa?"Kini, tatapanku beralih pada ayah. "Aku harap Ayah akan sadar setelah tahu kebiadaban perempuan ini, dan aku harap Ayah mau menceraikan dia!"Nenek masih menangis terisak begitu pula dengan Om Burhan yang terlihat sesak karena bersedih sambil mengusap wajahnya berkali-kali."Damar, bawa pergi perempuan ini! Lihat saja kalau kamu ga menceraikan dia Ibu ga mau melihat mukamu lagi!" tegas nenek disertai isakan."Zara, Nenek mau bicara." Perempuan tua itu menarik lenganku masuk ke dalam."Sana pergi!" tegasku sambil mendelik lalu masuk ke dalam."Kamu ... kamu tahu rahasia sebesar itu dari siapa? dan kenapa Nenek ga tahu selama ini?" tanya wanita tua itu dengan berurai air mata.Kupandangi langit-langit rumah nenek yang mulai kusam, miris memang ia memiliki anak yang kaya tetapi hidupnya
Read more
Bab 24.A
(POV Naima)Asih terlihat menangis sebelum memulai bicara."Waktu itu anak perempuan saya diculik oleh anak buah Miranda, dia mengancam kalau ga nurutin perintahnya maka anak perempuan saya akan diperk*sa."Ia menatapku sambil sesenggukan, entahlah aku pun tak bisa membedakan itu tangisan sungguhan atau hanya pura-pura karena tak ingin disalahkan."Saya ga bohong, Bu Naima.""Waktu itu saya bingung antara menyelamatkan anak saya atau memilih Bu Dina."Ia bicara lagi karena menyadari raut wajahku terdapat keraguan."Mana anak perempuanmu yang dulu diculik Miranda?" tanya Ima dengan ketus."Ada ... ada di dalam, Mbak." Ia menganggukkan kepala."Sana panggil," ketus Ima lagi.Asih menganggukkan kepala tanpa bicara lalu masuk ke dalam. Tak lama ia keluar dengan anak gadisnya yang berambut panjang dan berkulit sawo matang.Anak itu melihat ibunya tanpa bicara lalu menatap kami dengan seulas senyum."Nak, kami mau tanya apa betul beberapa tahun lalu kamu pernah diculik?" tanyaku.Ia menatap
Read more
Bab 24.B
"Ada mobil Zara," ucapku sambil menatap mobil berwarna putih terparkir di halaman.Aku membuka kamar nomor tiga, benar saja putriku sudah tertidur pulas di sana, menatap wajahnya timbul rasa iba, ia selalu meminta agar aku dan Mas Damar kembali bersama, nyatanya hal itu tak pernah jadi nyata."Ima, Asih, kalian tidur di kamar ini ya." Aku menunjuk kamar nomor dua.Entah mengapa malam ini aku ingin sekali tidur dengan Zara, wajahnya yang tirus dan hidung mancung mengingatkanku pada sosok Mas Damar, bukan karena cinta melainkan teringat janji-janjinya ketika kami masih susah."Kalau Ayah udah banyak uang kita bertiga akan jalan-jalan ke luar negri, Zara mau apapun beli aja jangan banyak mikir.""Bunda juga bisa shoping sepuasnya, jadi kalau nyuci seminggu sekali masih ada ganti.""Nanti kita pindah ke rumah besar berlantai dua, biar Zara bisa main dengan leluasa.""Satu lagi, Yah, beli mobil ya Zara pengen jalan-jalan pake mobil, bosen pake motor mogok terus."Lalu pada saat itu kami se
Read more
Bab 25.A
(POV Zara)"Bu, saya pulang ya takut anak saya kenapa-kenapa, Miranda itu orangnya nekat, Bu, saya ga bisa melihat anak satu-satunya saya disakiti," rengek Asih dengan panik.Seketika aku pun merasa panik, jika Mbak Asih tak bisa membuktikan pada keluarga pasti Miranda akan tertawa di atas kemenangannya.Aku sangat yakin ini adalah ulah perempuan ular itu, ia pasti menakut-nakuti anak Mbak Asih agar ibunya tutup mulut."Kamu tenang aja ya, Sih, saya udah nyuruh orang buat jagain anakmu, lima orang sekaligus saya kerahkan untuk menjaga anakmu," sahut Bunda membuatku lega.Begitu pun dengan Mbak Asih, wajah pucat yang menjelaga itu perlahan sirna berganti dengan raut kelegaan."Beneran, Bu, anak saya ada yang jaga?" tanya Asih."Bener, bilang sama anakmu untuk ga usah khawatir ya, Sih."Suara lembut bunda mampu membuat kami semua tenang, Mbak Asih pun terlihat bernapas lega sambil menatap lurus ke depan usai mengetik sebuah pesan.Tak memakan waktu lama kami tiba di rumah ayah, gerbang
Read more
Bab 25.B
"Cukup! Perempuan j*l*ng! Aku tahu betul siapa Asih, dia ga mungkin berbohong! Tega kamu ya sudah membunuh menantuku! Aku pastikan hidupmu ke depannya ga akan tenang!" tegas nenek murka.Tante Miranda semakin kelabakan menerima kutukan dan cacian dari mertuanya, ditambah lagi dengan Tiara yang menangis dan merengek ketakutan.Rasakan itu anak manja, sebentar lagi kesenanganmu akan berakhir, aku tersenyum licik sambil memandang anak songong itu, rasanya sudah tak sabar ingin mengusirnya dari sini."Ma, masa sih Mama udah bunuh orang? mereka ga bener 'kan, Ma?" tanya Tiara sambil menangis.Tante Miranda tak menjawab ia malah melirik ayah, mungkin berharap suami tercintanya akan membela."Aku tanya sama kamu, Miranda, benar apa yang dikatakan Asih itu? jujur aja sih apa susahnya." Akhirnya ayah bersuara Lelaki itu nampak frustasi berkali-kali ia menyugar rambut yang mulai tumbuh uban beberapa helai itu, semoga saja insiden ini membuat mata hatinya terbuka untuk menceraikan Miranda dan k
Read more
Bab 26.A
"Burhan, aku minta maaf, tolong jangan penjarakan aku," rengek Tante Miranda, tubuhnya yang mengenakan dres di atas lutut itu masih bersimpuh di Lantai.Air matanya mulai menetes membasahi pipi, begitu pula dengan Tiara, anak songong itu tak henti menangisi ibunya yang sudah tak berdaya."Enak aja kamu minta maaf, bisa ga balikin mantuku yang udah mati hah?!" teriak nenek dengan tatapan nyalang.Semua orang terlihat murka hanya bunda yang masih terlihat santai, aku juga heran di hatinya itu seperti tak ada amarah dan dendam."Ya ga mungkin bisa lah, emang dia Dajjal," sahutku sambil melotot."Dia emang pengikut Dajjal!" sahut nenek membentak."Sudah sudah, semuanya tenang ya. Kita akan serahkan kejahatan Miranda pada yang berwajib, aku sarankan kamu mengaku saja, Mir, dengan harap bisa meringankan hukumanmu," sahut bunda dengan santai dan jumawa.Tante Miranda semakin terisak di lantai, kini ia benar-benar tak berdaya seperti impianku selama ini.Kau kalah, Miranda! Dan akulah pemenan
Read more
Bab 26.B
"Udah deh berisik!" cetusku dengan tegas.Semua orang masih menangis di ruang tamu, hanya Tiara yang mengeluarkan suara dengan cara menangis dan bicara tak jelas."Kasihan sekali Dina, udah diselingkuhi diracun pula." Nenek terisak, wajahnya ditutup kerudung dengan tubuh berguncang."Andai waktu bisa diulang, mungkin aku akan jadi lelaki setia dan ga akan mau kenal Miranda." Om Burhan menangis tersedu-sedu."Aku juga udah bodoh, kenapa malah terpikat sama perempuan itu," ujar ayah sambil mengacak kepalanya."Baru sadar 'kan sekarang kalau perempuan itu ga bener, coba aja Ayah melek dari kemarin," gerutuku sambil mendelik."Sekarang minta maaf sama Bunda, Ayah tuh udah keterlaluan tahu ga."Hatiku puas memarahinya, apalagi melihat Tiara yang masih terisak, tak terbayang bagaimana nasibnya ke depan, haruskah kuusir dia dari rumah ini? atau menjadikannya babu saja di sini?"Sudahlah, Ra, yang penting sekarang kejahatan Miranda udah pada tahu, kita kantor polisi yuk jemput Ima sama Asih,"
Read more
Bab 27.A
Terdengar ada yang mengetuk pintu dengan keras, aku yang tadinya mulai terlelap terpaksa bangun dan membuka pintu."Mau ngapain?!" tanyaku ketus.Ternyata Tiara yang mengetuk pintu kamarku malam-malam, wajah anak itu sepertinya habis menangis, terlihat sembab tapi ada kilatan amarah di matanya."Bener-bener lu ya, apa maksudnya lu upload Poto mama gua hah?!" bentak Tiara sambil memukul pintu.Seketika mataku yang mengantuk langsung terbuka lebar, setelah terancam diusir dari rumah ini rupanya ia tak ada takutnya membuat masalah."Ga ada maksud, cuma ngasih tahu sama orang-orang kalau Tante gue ga bunuh diri, tapi dibunuh sama nyokap lu, kenapa?" Aku tersenyum puas."Rese lu ya, awas gua bakal bales perbuatan lu ini!" Ia menunjuk wajahku penuh amarah."Gue juga bakal usir lu dari rumah ini, jadi please deh ga usah macam-macam, sama yang lebih tua ga ada sopan-sopannya," gerutuku.Karena kalah berdebat anak songong itu memutuskan pergi dari hadapanku, padahal sampai pagi pun aku siap me
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status