All Chapters of Kau Jandakan Aku, Kududakan Dirimu: Chapter 11 - Chapter 20
199 Chapters
Part 11. Cuaca Panas dalam Rumah Lebih Panas
Mobil sedan putih yang dikemudi Bram perlahan memasuki halaman rumah setelah melaju dengan kecepatan kencang waktu perjalanan pulang tadi. Bram memutuskan memarkir kendaraannya itu di sembarangan tempat, ingin buru-buru masuk ke dalam rumah.Sebab, kepalanya terasa mau pecah karena selama dalam perjalanan, Wati-mamanya terus saja menagih penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Padahal dalam perjalanan, Bram sudah mengatakan akan menjelaskan semuanya di rumah.Bram tergesa-gesa turun dan berujung membanting pintu mobil. Sejurus kemudian, Wati pun ikut turun menyusul anaknya dari belakang sembari terus menagih jawaban."Bram … tunggu! Mama butuh penjelasan kamu!" seru Wati dari belakang, meski tergopoh-gopoh mengikuti langkah Bram. "Ini kita sudah sampai di rumah tapi kamu masih saja belum memberi penjelasan sama mama!" tambah Wati.Selain penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, sisi lain ada rasa tidak terima atas perlakuan anaknya tadi, yang membela Ratna ketimbang diriny
Read more
Part 12. Yakin Perempuan Baik-Baik?
Seketika lamunannya buyar kala mendengar teriakan Bram. "Laura … lama banget sih! Kamu bikin minum atau bikin apa, sih?" teriaknya lagi.Laura mengerjap, kemudian dengan cepat menyudahi pekerjaannya. "Iya, Mas. Ini udah selesai kok," sahutnya sigap dan bergegas menuju ruang tamu.Tatapan Bram yang tajam, dibalas dengan senyuman oleh Laura. "Maaf, ya, Mas. Kelamaan kamu nunggunya. Nih diminum dulu," ujar Laura dengan lembut sembari memberikan gelas berisikan es teh pada suaminya itu. Lalu, setelahnya dia pun memberikan gelas satu lagi pada Wati. Namun, kening Wati mengerut melihat tingkah menantu sirinya itu."Diminum dulu, biar agak adem, Ma." Kemudian Laura melirik sinis ke arah Bram. "Di luar panas, dalam rumah lebih panas lagi." Bram dan Wati tampak menenggak habis es teh yang dibuatkan Laura. Haus sekali tampaknya. Es teh manis yang penuh tadi, kini hanya es batu yang tersisa dalam hitungan detik saja. "Aku tahu kamu tidak siap menerima semuanya, Mas. Aku yakin ada rasa sesal di
Read more
Part 13. Makin Runyam
Senja mulai memberi kode akan meninggalkan bumi. Sinarnya yang hangat, akan selalu dirindukan para penyuka.Di dalam kamar sana, Laura masih saja gagal mendapati dimana keberadaan Bram. Tak terhitung berapa kali dia mencoba menelepon dan mengirimkan pesan.[Mas, kamu dimana?][Hampir Magrib kamu belum juga pulang?][Sayang][Balas pesan aku dong, Mas!][Begitu tersinggungnya kamu, Mas?][Padahal apa yang aku katakan juga realistis, Mas][Mas ….]Nihil, tak ada satupun direspon. Tanda centang pun tak berubah warna sama sekali.Pemberitahuan kapan terakhir dilihat pun pesan pun juga tidak ada. "Kenapa kamu rubah settingannya, Mas!" gerutu Laura yang terduduk lemas bercampur emosi di sisi dipan. Beberapa bayangan buruk mulai menari di benaknya."Kamu dimana, Mas?" gumam Laura cemas. "Aku tidak rela jika kamu sampai mencari keberadaan si Janda itu." Ada luka yang secara tidak sengaja telah digoreskan Bram padanya."Aku tidak terima, hanya karena perempuan kampungan itu, kamu melupakan aku!
Read more
Part 14. Pokoknya Diusir!
Mata Bu Soimah terbelalak sempurna menatap layar ponsel Bu Nani."Pantes kemarin saya lihat dia dianterin pria. Ganteng. Kaya juga. Mobilnya bagus.""Nah, berarti bener dong berita viral ini, Bu Soimah." Keduanya saling bertatapan. "Untung saya ke sini 'kan, Bu. Saran saya mending usir aja dia dari sini, Bu. Rawan soalnya."Bu Soimah terdiam sesaat, seperti ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Sedangkan Bu Nani sibuk meng-scroll layar ponsel. Dan … ada sebuah video berisikan foto Ratna, Bram, dan mertuanya juga."Tuh … tuh, Bu Soimah. Ini dia suami dan mertuanya," celetukan Bu Nani membuat Bu Soimah terkesiap dari lamunan. Bu Nani dengan sigap memberikan ponselnya ke Bu Soimah. Keningnya mengerut sembari menatap lekat ponsel Bu Nani. "Ini … ini bukannya si Wati ya. Iya ini si Wati yang sok kecantikan pas SMP dulu. Ck! Dunia memang kecil ya. Awas kamu Wati. Siapkan dirimu!" Bu Soimah tersenyum kecut. Melihat Bu Soimah agak lain, Bu Nani pun dibuat heran. "Kenapa, Bu? Ibu kenal sal
Read more
Part 15. Air Es Mana Air Es
Meski cuaca pagi ini begitu sendu, rasanga lebih nikmat menyelimuti tubuh dengan selimut tebal atau menyeruput teh hangat. Jangan seperti yang terjadi dengan Bram dan Laura. Berbeda tiga ratus enam puluh derajat dengan hawa di kediaman Bram. Pasangan suami-istri yang menikah secara siri ini masih belum berdamai perkara kemarin. Hawa panasnya masih terasa.Bram yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung dicerca pertanyaan oleh Laura. Memang, sejak datang setengah jam yang lalu, Laura sudah menyuguhkan ragam pertanyaan, tapi Bram sepertinya membela tak ingin menjawab. Diacuhkan seperti itu membuat Laura semakin membenci Ratna. Pernikahan seumur jagung yang harusnya terbingkai indah. Namun, sebaliknya, senyum di bibir tipis yang selalu dipoles dengan lipstik nude itu tak bertahan lama.Bram memilih bungkam karena dia merasa sangat tersinggung dengan rentetan pesan yang dikirim Laura semalam. Ada yang ngilu di ulu hati saat dia baca pesan menohok soal Ratna. Apakah dia menyesal berce
Read more
Part 16. Lelaki Lemah Rupanya
"Kan kemarin kamu ikut ngatain Ratna simpanan om-om juga 'kan? Nggak mungkin nenek-nenek yang bikin itu toktok." Bram menaruh curiga pada Laura, apalagi kemarin Laura begitu semangat menyudutkan Ratna."Iya, aku emang ngatain, Mas. Tapi, juga itu masuk di logika 'kan. Aku juga nggak sembarangan nuduh, lho. Kamu lihat video itu kan dari kirimannya teman mama. Aku nggak kenal sama dia. Harusnya, kamu mikir, Mas!""Mati aku, kalau begini urusannya, bisa panjang. Aku harus melakukan sesuatu!" batin Laura.Tanpa mengulur waktu, Laura malah menarik tangan Bram masuk ke dalam kamar dan menghempaskan tubuh suaminya itu ke ranjang. Entah kekuatan dari mana yang datang."Apa-apaan kamu!" sentak Bram yang berusaha bangkit dari ranjang.Namun Bram kalah telat dari kesigapan Laura dan terpaksa pasrah karena Laura sudah duduk di atas dadanya."Sepertinya kamu butuh asupan gizi dari ku, Mas!" Laura membelai pipi Bram dengan lembut. "Masalah Mbak Ratna begitu menguras emosimu dua hari ini. Mari kita b
Read more
Part 17. Aish ... Kebanyakan Berpura-pura
Bram semakin heran dengan ucapan Pak Sobri. Wajah Pak Sobri pun tampak agak tegang. Tak biasanya dia bersikap demikian. Malahan, Pak Sobri ini salah satu satpam paling ramah dan sudah bernaung di perusahaan itu kurang lebih selama dua puluh tahun.Bram sadar, dia sering memperlakukan Pak Sobri tidak sopan, tapi kali ini …"Pesan apa? Kenapa dia tidak langsung meneleponku? Kenapa harus nitip pesan begini? Sama satpam si pikun ini lagi. Apa dia sengaja mau bikin saya malu? Atau … karena dia …." Bram mencoba menerka-nerka sendiri dalam batinnya."Kurang tahu saya, Pak. Tadi cuma titip pesan, kalau bapak sampai disuruh ke ruangan."Melihat Bram masih bergeming, Pak Sobri memilih pamit, daripada ketiban masalah.Pak Sobri sedikit membungkukkan tubuhnya saat pamit, "Saya permisi dulu, Pak." Jempolnya turut mengarah ke arah luar."Hmm …," sahut Bram terkesiap seraya mengangguk, yang jelas tanpa ucapan terima kasih.Selepas Pak Sobri pergi, Bram merogoh ponsel keluaran terbaru dari saku celana
Read more
Part 18. Satu Kali Tiga Jam
Bram tersentak melihat potongan rekaman CCTV yang diunggah ke aplikasi toktok. Sekilas dia menatap Arjuna lalu kembali menatap layar tablet canggih itu."Anda jelas tahu video ini. Dan … coba Anda simak bagaimana captionnya? Apa Anda masih ingin menyangkal?" cerca Arjuna dengan sorot mata tajam."A-anu … kenapa bisa rekaman CCTV di rumah saya sampai ter-upload ke aplikasi ini, Pak?" sentak Bram penuh kebingungan.Dia menyadari rekaman yang diunggah itu benar miliknya. Ingat betul bagaimana dia memperlakukan Ratna kala itu hingga menyuruh perempuan yang menerima dia apa adanya itu bersujud."Anda tidak perlu banyak ritme sandiwara. Saya paling tidak suka. Dan, terlepas dari isi rekaman yang juga bukan urusan saya. Yang ingin saya pertanyakan, kenapa ada caption bertuliskan seperti itu?" Suara Arjuna semakin lantang dari sebelumnya. Dia pun menyentak tablet yang sempat dipegang Bram, lelaki memakai baju outfit abu-abu pekat ini terkesiap dibuatnya."Kenapa Anda diam?""Anda sengaja mere
Read more
Part 19. Tidak Segampang Itu!
Selepas kepergian Arjuna, wajah memelas Bram berubah menjadi sorot kebencian. Ia kembali membatin. "Jangan harap Kau merasa menang karena telah mengancamku, Arjuna." "Selagi saya masih hidup, jangan harap kemenangan bisa Kau genggam," gumamnya lagi. Kedua tangan Bram tampak mengepal kuat, hingga uratnya tampak mencolok.Bram menatap ke sekeliling. Beberapa karyawan yang satu lantai dengannya berusaha bersikap biasa-biasa saja, meski mereka tahu apa yang terjadi.Ketika ingin membuka pintu ruangan dia menatap Shintia dengan tajam, ada luapan emosi dari sorot matanya. Shintia mau tidak mau harus menyapa atasannya ini dikarenakan meja kerjanya persis dekat pintu masuk ruang kerja Bram. "Siang, Pak.""Temui saya di dalam!" titah Bram.Tak lama Bram masuk ruangan, Shintia pun menyusul kemudian, tak lupa juga dia membawa beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh atasannya itu."Kamu bisa nggak becus sedikit kerjanya, kenapa nggak kasih tahu saya? Apa kamu sengaja bikin malu saya depan
Read more
Part 20. Baru juga Seumur Jagung
Setelah melepas Bapak Santoso di pelataran lobby, Bram langsung merogoh ponselnya di dalam saku celana, hendak menelpon seseorang. Mood dia yang membaik karena deal-nya kontrak kerjasama, membuat otak Bram yang tadinya panas, mereda beberapa saat. Hingga dia kepikiran untuk menghubungi salah satu teman sekolahnya dulu."Jadi bagaimana, Bro? Bisa diselidiki?" tanya Bram ke inti pembicaraan setelah berbasa-basi awalnya."Bisa lah, Bro. Aman lah soal itu.""Siap, aku terima beres ya, Bro. Masalah uang jangan diragukan, nanti setelah beres uangnya ditransfer langsung. Untuk DP aku kirim 30% dulu ya."Sip … sip …."Pesan berisikan rincian nomor rekening pun dikirim Bobi tak lama sambungan telepon berakhir. Tanpa menunda, Bram langsung mengirim uang sebanyak tiga ratus ribu rupiah pada Bobi."Bram, kok cuma segini? Dikit amat DP-nya," protes Bobi tak terima. Bobi langsung menelepon Bram tak lama mendapat transferan uang. Dia sangat kecewa, karena nominal yang dikirim Bram terbilang kecil."
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status