All Chapters of Cinta Sang Preman: Chapter 41 - Chapter 50
66 Chapters
Terjebak tawuran
Aku melihat bu Indi di halaman mesjid, tapi dia segera menghindar ke tempat wudhu perempuan. Aku pamit pada Kenzo berpura ikut buang air di toilet mesjid, Ken mengizinkan. Aku segera mengejar bu Indi, yang benar dugaanku dia berada di tempat wudhu perempuan."Kenapa ibu harus menghindar?" tanyaku ke hadapan bu Indi, dia terlihat kaget karena aku ternyata mengejarnya."Tita, ngapain kamu kejar ibu. Nanti Ken curiga dan ngejar ibu juga.""Gak bu, gak mungkin Ken masuk ke area khusus perempuan. Ibu kenapa menghindari saya dan Ken?""Pergi, Nak. Jangan buat Ken curiga. Dia bahaya buat ibu, ibu mohon!""Tenang Bu, ada aku. Aku harap ibu mau bertemu aku nanti sore ya,""Tidak Tita, jangan mengambil resiko untuk ketemu ibu. Tolong, jangan kotori hatimu untuk balas dendam pada Maya.""Ya Tuhan, tidak. Aku tak pernah terpikir untuk balas dendam sama maya, Bu. Aku cuma mau tau cerita maya dengan kenzo.""Buat apa? toh kalian mau menikah. Menjauh dari kami, Nak.""Tidak, aku harus tau dulu ada a
Read more
Kumpul Keluarga
Lukaku berdarah lagi, rupanya robek karena gesekan keras tadi. Kembali dokter menjahit lukaku."Masih sakit?""Masih.""Sabar ya," ungkap Ken mengusap kepalaku. Aku menolak dirawat, maka Ken meminta dokter untuk tidak rawat inap. Beruntung dokter mengizinkan asal memang dijaga sangat benar."Kita pulang sekarang, Sayang."Aku dipapah Ken keluar ruangan setelah mendapat pengobatan dari dokter."Pelan saja ya, Ken, sakit geraknya.""Iya sayang senyaman kamu, kalo perlu aku gendong lagi boleh," tawarnya."Gak, malu.""Mau pulang ke rumah yang mana?""Maksudnya?""Hee ... Kali mau ke rumah kita.""Kamu ini, kita belum halal.""Biar aku ngurusin kamunya gak kagok gitu loh,""Kagok gimana?""Ya megang kamunya, kalo dah halal pan megang yang lain juga boleh kan," serunya mengerling nakal. Aku melotot ke arahnya, sambil menunjukan kepalan tangan."Wih takut nyonya Kenzo marah,""Jangan bercanda,""Iya deh iya.""Aduuuuuh Ken, aw."Aku meringis kesakitan saat kakiku menaiki mobil, baju atasan
Read more
Rahasia
Semua sudah terencana dari mulai awal acara sampai akhir. Mereka mengatur semuanya, aku hanya pasrah saja meski ada hal yang mengganjal dalam hati. Aku ingin tahu siapa bu Indi bagiku juga bagi Maya."Umi," sapaku lalu kutempelkan jari telunjukku ke bibir tanda kalau apa yang akan aku sampaikan adalah rahasia."Kenapa, Nak?" tanya umi pelan dan hampir berbisik."Tadi ada bu Indi," jawabku dengan berbisik juga. Umi menutup mulutnya dengan telapak tangan kanan, beliau tak percaya apa yang aku katakan."Jangan bercanda, Nak.""Gak, tadi aku sempat ngobrol dengannya, dia seperti ketakutan. Tapi dia terharu melihat kita.""Benarkah?""Umi tau sesuatu?""Bu Indi itu orang baik, jujur, waktu dia jadi asisten rumah tangga kami. Satu kesalahan dia, dia mau merebut abi dari umi."Astaga, drama apalagi ini ya Allah. Terlalu pelik cerita ini, aku hanya ingin tau siapa maya dan Ken kenapa malah mendapat cerita seperti ini."Merebut bagaimana?""Dia menjebak abi dengan berbagai cara supaya dia bisa
Read more
Bertemu Bu Indi
[Ta,] sebuah pesan dari nomor yang tidak diketahui. Kulihat foto profilenya, bu Indi.[Iya Bu, ada yang mau ibu sampaikan?][Ibu tunggu di taman kota,][Baik, aku siap-siap dulu.]Aku sudah mulai siap pergi, tapi ibu menghadang."Mau kemana, Sayang?""Ada janji ketemu teman, Bu. Sebentar saja ya,""Gak minta Ken antar?""Gak, dia kerja. Gak apa Tita sendiri saja.""Ya sudah hati hati ya," pesan ibu."Iya Bu."Akupun datang ke taman kota, sendiri. Kulihat bu Indi sudah duduk di sana. Kusapa beliau dengan uluk salam, dengan tenang dia menjawabnya."Gimana, Bu. Apa yang mau ibu kasih tau sama saya?" tanyaku duduk di sampingnya."Selamat ya, Nak. Sebentar lagi kamu menikah.""Iya, tapi bukan itu bu. Ada hal lain yang harus ibu ceritakan.""Soal apa?""Siapa ayah maya?""Bukan urusanmu,""Tita tau cerita ibu, ibu hamil dan minta abi menikahi ibu kan?"Kulihat bu Indi kaget mendengar kalimat yang aku utarakan."Tau dari mana? Oh, si Devi cerita.""Umi sudah memaafkan ibu dan gak pernah dend
Read more
Bercanda
"Angkat saja dulu," seru bu Indi. Aku pun manut. "Iya bu Assalamu'alaikum, ""Waalaikumsalam, di mana kamu? Mau hujan loh, ibu suruh Ken jemput kamu ya?""Gak usah, sebentar lagi aku pulang ko.""Yasudah, buruan.""Iya, Bu.""Pulang sana, sebelum hujan turun.""Yuk, bareng," ajakku. Tapi bu Indi menggeleng. "Cerita kita belum selesai, di mana anak ibu dan abi?""Tita, sudah. Cepet kamu pulang sana.""Ayolah bu,""Besok lagi saja,""Ibu janji ya cerita lagi ya,""Iya, sana pulang. Hati-hati ya."Akupun pulang sebelum hujan turun, semoga tidak ada anak buah Kenzo yang melihat aku dan bu Indi mengobrol. ***Kasih, kupagari taman-taman itu di lepas pantai ketika aku melewati hutan bebatuan. Padi-padi melambai, puisi pun ikut membentangkan langit pada burung-burung yang terbang karena merindukan sangkarnya. Angin berlari-lari kecil menjelang fajar ditengah sawah antara pohon kelapa dan sayap-sayap yang patah. Birahi memelas jenazah, menghilangkan jejak di pasir putih dengan bayangannya
Read more
Menengok
Semburat jingga sore itu membuat aku betah berlama-lama di halaman belakang rumah. Memetik dedaunan juga bunga di sana, menikmati segarnya air terjun buatan di kolam ikan. "Nak," sapa ayah menghampiriku. "Iya, ayah." "Boleh ayah bicara sesuatu?""Tentu saja ayah, kenapa?""Sebentar lagi kamu akan menikah, ada yang harus kamu ketahui. Ayah tidak bisa jadi wali nikahmu.""Loh, kenapa ayah?""Ayaah, anter ibu ke pasar sebentar!" belum juga ayah menjawab, ibu datang minta tolong padanya. "Boleh, ayah anter ibumu dulu ya, Nak," pamitnya. "Iya ayah, hati-hati."Ayah mau ngomong apa tadi, kenapa dia bilang tak bisa jadi wali nikah aku? Apa yang salah denganku? [Di mana?] tanyaku dalam pesan singkat whatsapp. [Kangen ya, aku di rumah sakit. Jenguk Rio.] balas Ken. [Napa gak ngajak aku, kan pengen nengok dia juga,][Ya sudah aku jemput sekarang, kamu siap-siap gih.][Ok, Sayang.]Akupun segera berbenah, mengganti pakaian yang lebih sopan dan rapi. Berhijab sesuai syariat juga. Bagaiman
Read more
Di Rumah Sakit
"Sudah, Yank?" tanya Ken. 'Udah," jawabku. Ken membayar apa yang kubeli barusan. Kamipun melanjutkan perjalanan ke arah rumah sakit. Tinggal beberapa meter lagi untuk sampai ke rumah sakit. Setelah memarkirkan mobil, kami segera menuju ruangan di mana Rio dirawat. Dalam perjalanan, "Bos," sapa lelaki berperawakan tinggi ceking, tanpa lengan dia berbaju sampai kelihatan badannya penuh tato. "Woiy, Tur." mereka bersalaman lalu berpelukan dengan cara mereka. Aku baru lihat orang ini, sepertinya bukan genk nya Kenzo. "Kenalin nih, calon istri gue." Ken memperkenalkan aku, aku menautkan dua tangan di depan dada lalu menyebutkan namaku. "Tita,""Satura.""Lu ngapain ada di sini?" tanya Ken lagi, kami berjalan beriringan menuju kamar rawat inap. "Ibu gue, Bos, dirawat. Sakit Demam berdarah," jawab Satura. "Innalillahi, sekarang gimana keadaannya?" tanyaku prihatin mendengar ibunya sakit. "Masih, trombosit nya belum naik. Kalian mau nengok Rio? Gimana dia, gue belum sempet lihat. Si
Read more
Rahasia
Pulang dari rumah sakit, aku teringat apa yang disampaikan ayah tadi sore. Kenapa beliau tidak bisa menjadi wali nikahku? Kucari sosok paling baik di rumah. "Ayah mana, Bu?" aku bertanya pada ibu karena tak kutemukan ayah ada di rumah. "Oh, lagi ke rumah calon besan ada yang harus mereka obrolkan katanya," jawab ibu sambil melipat pakaian ayah. "Loh, ko gak bilang mau ke rumah abi. Ibu kenapa gak ikut?""Capek, Nak. Terus kasihan kamu di rumah sendirian nantinya. Ada apa cari ayah?""Bu, tadi sore ayah sempet bilang kalo dia tidak bisa jadi wali Tita kalo Tita nikah nanti. Kenapa, kan Tita anak ayah?""Oh, nanti ayah yang cerita dan jelasin ya, Nak.""Kenapa tidak ibu saja? Ibu pasti tau," kataku sedikit agak memaksa beliau. "Bukan wewenang ibu, Nak. Biar nanti ayah saja. Kamu makan sana, minum obat jangan lupa kan belum habis obatmu," perintah ibu. "Iya Bu, nanti kalo ayah pulang kasih tau ayah kalo Tita mau ngobrol ya, Bu," pintaku. "Besok lagi saja, Nak. Ayah pasti capek kalo
Read more
Rahasia abi
"Nanti akan ayah ceritakan semuanya, Nak.""Kenapa baru sekarang?""Ibu panggil ayah sebentar ya,"Aku mengangguk dan masih sibuk menyeka air mata di pipi. "Sini nak, peluk ayah."Perasaanku hancur berkeping-keping saat ayah bilang demikian, tak perlu jawaban iya karena dengan ayah memelukku itu sudah jawaban kalau aku memang bukan anak kandung ayah. Aku masih mematung di hadapan ayah, tak tahu harus berbuat apa. Berpikir bagaimana nanti aku menikah, bukan, bukan itu yang kupikirkan sekarang. Aku ingin tahu siapa ayah kandungku dan kenapa bisa ada ayah. "Siapa ayah kandungku?" tanyaku. Sunyi tak ada yang menjawab, ibu malah menunduk dengan mata berair begitupun dengan ayah yang berulang kali hendak memelukku tapi aku selalu menepisnya."Kami tidak tahu, Nak." Akhirnya ayah menjawabnya. "Kamu dibesarkan dari masih merah, seseorang mengirimmu kemari.""Siapa seseorang itu?""Ayah Kenzo," jawab ibu lalu berlari pergi ke kamar. Abi? Kenapa harus abi? Berarti perjodohan ini sudah mere
Read more
Memberitahu Kenzo Rahasia
Sebuah euforia aksara yang diusung saban hari oleh para pujanggaSepertinya mulai menguap, terdistilasi mengembun hendak rebah pada awan jenuh yang menghitamEntah akan turun seperti derai hujan rindu penuh elegi, sarkas merangsek agar binasa atau malah mencumbu peluh sebuah asmara Terpenting adalahSeseorang akan terus memungut makna sebagai sarana pembelajarTenggelam dalam setiap jengkal aksara yang tertulis, bahkan dalam mulut bungkamTetapi tarian penuh celoteh ringan hingga gelak sandiwara serupa bayang bayang nirwanaNikmatilah, selagi tarian ini kita padu berduaTentang cinta, rindu, luka hingga beberapa yang tak perlu disebutkan, bisa kita cipta Selagi bisaSelagi adaSelagi di duniaMaukah kau menari bersama, Sayang?Kuketik diksi-diksi itu di layar handphone lalu kukirim pada seorang Kenzo Alfarizi. [Sayang, aku akan selalu bersamamu apapun yang akan terjadi di muka bumi ini.] balas pesan Ken. Aku menitikan bulir hangat di pelupuk mataku. Andai dia tahu kalau kita sama-
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status