All Chapters of AKU SANG ISTRI BOSS: Chapter 71 - Chapter 80
109 Chapters
71. Melawan Milik Sendiri
Klek. Pintu dibuka. Seorang lelaki mengenakan stelan jas dan kemeja putih memasuki ruangan itu. Di tangannya adalah setumpuk map yang terdiri dari banyak dokumen.“Ini laporan tentang penyelidikan Robert dan Brian, serta beberapa nama yang Bapak minta.” Lelaki itu adalah Dennis, ia letakkan map itu di atas meja direktur.“Terima kasih. Akan saya periksa segera. Silakan duduk dulu,” titah Mas Rama pada Dennis yang kemudian duduk di kursi di depan meja direktur itu.“Kerja bagus, Dennis. Alamat Brian di sini cukup jelas. Robert pun sudah terdeteksi. Saya masih penasaran dengan gudang itu, ya, yang waktu itu dilihat Cinta.” Mas Rama memuji pekerjaan Dennis, kemudian tatap Mas Rama mengarah padaku. “Lov, bawa kalung yang diberi Brian?”“Bawa, Mas.”“Berikan ke Dennis. Dia yang akan periksa. Mungkin ada memori super-micro yang ada di dalam.”Aku lekas mengambil kalung dari Brian yang kusimpan di tas Hermes-ku. Segera setelah itu kuletakkan di meja Mas Rama. Dennis meraih kalung itu dan mel
Read more
72. Ide Bagus dari Cinta
LANGIT kota Jambi biru membentang. Tak segumpal pun awan putih menyelimuti. Terik agak menyengat kulit jika berlama-lama membiarkannya tersentuh ultraviolet. Hari itu Kota Jambi tetap sibuk seperti biasanya, kendaraan lalu lalang tak terbilang jumlahnya.Setelah Mas Rama menyatakan untuk mengikuti tender besar dari perusahaan asal Malaysia, Langit Putra Inc., semua karyawan bergerak dan berfokus pada satu tujuan. Aku pun harus terlibat mengerjakan beberapa survey dan menghitung cost yang akan keluar dari salah satu divisi. Kami tak mau membuang waktu dan tenaga sia-sia, karena kemungkinan yang kami hadapi adalah perusahaan besar – Rama Corporation.“Maaf, Pak Rito,” cakapku dalam rapat pada direktur marketing, “kalau saya bisa memberi pendapat, sebaiknya kita menggunakan teknik marketing berbasis komunitas. Kerangka utamanya adalah pemberdayaan. Zaman sekarang sudah berubah, kita tidak bisa menembak target market secara langsung karena terlalu banyak yang membidik. Kita harus cari jal
Read more
73. Apa ini Jebakan?
Kami duduk di sebuah kursi depan kantor Aurora Corps dinaungi pohon beringin tua. Cahaya terik tembus beberapa titik menerobos rimbunan daun. Angin membelai lembut. Marini di sampingku masih saja tegang karena mungkin merasa tak percaya diri denganku yang berstatus istri direktur.“Santai aja, Bu. Dulu saya juga pembantu kok di rumah Pak Rama.” Aku mencoba membuat suasana manjadi cair. “Ibu kenapa makan di toilet, ‘kan ada dapur umum dan itu gratis untuk karyawan?”Marini diam sebentar. “Itu ‘kan untuk karyawan sini, Bu Cinta.” Akhinya ia mau berbicara. “Sementara saya ini hanya pekerja kontrak dari perusahaan kebersihan yang disewa oleh Aurora Corps. Jadi, saya tidak terdaftar sebagai karyawan sini.” Wajah Marini sendu.“Begitu juga dengan petugas kebersihan lain, Bu?”Marini mengangguk.“Beginilah kami, Bu Cinta. Dibilang bukan karyawan, tapi bekerja di sini. Dibilang karyawan pun tapi nggak dapat fasilitas yang sama dengan karyawan lain. Asuransi nggak dapat, tunjangan kerja nggak
Read more
74. Bertemu Client Penting
RUANGAN meeting hotel bintang empat itu telah dipersiapkan oleh pihak Langit Putra Inc. untuk keperluan presentasi pemenangan tender. Proyek distribusi dan instalasi jasa telepon seluler dan internet itu cukup besar dan menggiurkan untuk diikuti banyak perusahaan, tak terkecuali perusahaan besar laiknya Rama Corporation, Epafix Company, PT. Trojan, dan lainnya. Kami, Aurora Corporation yang baru tumbuh beberapa tahun harus siap menghadapi mereka yang sudah meraksasa.“Untuk sistem marketing, kita akan menggunakan pendekatan berbasis media sosial. Menggunakan selebgram lokal dan iklan berbayar di Facebook atau Instagram. Untuk merancang tema dan kontennya kita akan menyewa desainer grafis yang sudah andal dan berpengalaman.” Seseorang dari perusahaan bernama Epafix Company mempresentasikan proposal dari pihak mereka.Setelah selesai, pihak dari Langit Putra Inc. memberi beberapa pertanyaan dan terjadi sesi tanya jawab yang kadang agak sengit.Zapa sebagai presenter perwakilan dari Rama
Read more
75. Terbelalak
Sementara di meja sebelah, Pak De Andre dan Zapa tiba-tiba menghampiri Tuan Abdul Razzak. Ia terlihat seperti berbincang padanya beberapa saat. Lalu mereka bertiga beranjak ke meja yang berbeda.“Pssst,” Tara memberi kode padaku untuk melihat Pak De Andre dan Zapa serta Tuan Abdul Razzak di meja agak ujung sana. “Dengerin mereka ngomong apa?” bisik Tara.“Caranya?”“Ini alat perekam kecil. Bungkus pakai tisu, terus lempar sedekat mungkin ke mereka, tapi jangan sampai terlalu dekat nanti ketahuan.” Tara mengeluarkan sebuah alat yang berbentuk agak bulat kecil sebesar kelereng. Ia kemudian membungkusnya dengan tisu.Tara menjatuhkan alat yang sudah terbungkus tisu itu, lalu ia sepak hingga menggelinding dan berhenti tepat di bawah meja mereka bertiga.“Berhasil, tinggal koneksikan ke ponselku. Nanti di ponsel akan merekam otomatis dan mengubahnya jadi tulisan. Jadi kita tinggal baca. Canggih, ‘kan?” ujar Tara.“Canggih, Ra.”Setelah sekitar satu menit lamanya ponsel Tara mulai menangkap
Read more
76. Ceritakan Semuanya!
MAS RAMA akhirnya menunjukkan sebuah kalung yang berisi bukti kecurangan banyak termasuk Pak De Andre. Tentu saja ekspresi wajah Pak De dapat ditebak: terbelalak. Namun hanya beberapa detik. “Apa?” tanyanya dengan suara terkejut.“Ini semua bukti pencucian uang dan proyek kotor, Pak De.”“Memangnya siapa yang percaya? Hahaha.” Pak De Andre ternyata hanya berpura-pura terkejut. Beberapa detik kemudian espresinya berubah kembali meremahkan. “Coba saja laporkan semua itu ke polisi, Rama!” jeritnya memenuhi ruangan itu.“Bukan hanya polisi, Pak De, tapi juga ke media.” “Media?”“Ya.”“Rama, Rama. Semua media bisa dibungkam asal ada uang, Ram. Dengan besarnya Rama Corporation sekarang tentu saja mereka bisa diatur sekehendak hati. Paham, Ram? Hahaha.”“Licik! Aku pasti akan memasukkanmu ke penjara, Andromeda!”“Kita buktikan siapa yang paling kuat, Ram.” Pak De Andre beranjak meninggalkan ruangan itu, berjalan dengan meletakkan tangan di saku celana. Sementara kami hanya memandangi merek
Read more
77. Ada Apa dengan Ibu?
“Saya memang suka menggoda mahasiswa, Pak. Itu bagian buruk dari sifat saya, namun khusus untuk Bu Lovarena Cinta, saya benar-benar diminta, eh, lebih tepatnya dipaksa oleh Pak Zapa. Ternyata memang ia dendam kepada anda, Pak Rama.” Solomon diam lagi, membiatkan Mas Rama memberikan tanggapannya.Mas Rama hanya mendesah panjang. “Baiklah, terima kasih atas penjelasannya. Namun kalau anda ingin dalam perlindungan saya, anda harus melakukan ini.”“Apa itu, Pak?”“Begini ….”***Hari berlalu begitu cepat hingga sudah tiga hari lamanya setelah kami memenangkan tender dari Langit Putra Inc. Aku harus menemani Mas Rama lembur beberapa hari terkahir sebab menyiapkan proyek besar dari perusahaan asal Malaysia itu. Tuan Abdul Razzak beberapa kali berkunjung ke kantor kami untuk memeriksa perjanjian kontrak yang baru ditandatangani hari ini. Tok tok. Aku mengetuk pintu sebelum masuk ke ruangan Mas Rama. Klek. Saat kubuka pintu itu Mas Rama masih sibuk dengan laptonya, bahkan tanpa menoleh keara
Read more
78. Bengis
HIRUK-PIKUK Kota Jambi pagi itu tetap ramai seperti biasanya. Masih jam kerja, terdengar kabar ada demo besar di depan kantor Rama Corporation. Demo itu memicu ketidakstabilan, karena itu Mas Rama segera memanfaatkan momentum. Data kejahatan oknum di perusahaan Rama Corps itu dilaporkan ke pihak berwajib, dan disebarkan ke media.Demikian hal itu membuatku tegang setengah mati. Itu artinya kami harus berperang langsung kali ini. Perang dengan cerdas tentunya.Namun telepon dari Rindu tiba-tiba mengagetkan.“Ibu, Mbak, Ibu.” Suara Rindu menganduk rasa takut yang tak biasa. Sepertinya, telah terjadi sesuatu di rumah Ibu. Setelah Rindu berucap hal itu teleponnya lekas putus dan ketika kucoba menghubunginya lagi, ponselnya sudah mati.“Siapa yang nelpon, Lov?” tanya Mas Rama.“Rindu, Mas. Dari nada suaranya kayak ada sesuatu yang terjadi deh, Mas.”“Datangin aja gimana?”“Iya, Mas. Aku kok jadi cemas ya, dengar kata-kata Rindu tadi. Apa kita berangkat sekarang aja, Mas?”“Kamu diantar Den
Read more
79. Kritis
“Rindu, kamu nggak papa, Dek?” Aku menggoyang-goyang tubuh Rindu. Namun tiada jawaban dari gadis tujuh belas tahun itu.Kutepuk-tepuk pipi Rindu, tetap tiada jawaban. Rindu pingsan.“Beraninya kamu Cinta!” Ibu mendorongku hingga aku terjatuh ke lantai. “Selama ini apa yang kamu lakukan? Bisanya cuma buat masalah aja. Kamu nggak pernah ngerti perasaan Ibu. Jahat, kalian semua jahaaat!”“Ibu, Cinta nggak pernah niat– “Ibu tak mengindahkan jawabanku lagi. Ia beranjak dengan bergegas keluar kamar. Klek. Suara pintu kamar tiba-tiba dikunci dari luar. Astaga. Ibu mengurung kami di dalam, sementara Rindu sedang pingsan karena kehabisan napas. Si*alnya, aku tak bisa melakukan napas buatan.“Ibuuu, bukaaa!” teriakku. Namun Ibu tak menjawab sama-sekali. Aku berlari ke arah pintu dan menggedor beberapa kali, tetap tiada jawaban. Sementara Rindu sudah semaput dan aku sangat khawatir.“Toloong!” Aku berteriak agar seseorang di luar mendengar. Tiada sesiapa pun menjawab. Kemana Fresha dan Dennis?
Read more
80. Keadaan Rama
SREK! BARU saja mau kubuka tirai itu, Fresha langsung memanggil.“Bu Cinta, maaf saya harus kembali ke kantor. Ada dokumen yang harus segera saya selesaikan. Saya naik taksi online saja, nggak apa-apa.”Seketika aku urung membuka tirai itu dan menoleh pada Fresha. “Oh, baik, Fresh.”“Maaf, Ibu, mohon jangan mengganggu, karena dokter sedang menangani pasien. Silakan menjauh, Ibu,” tegur seorang perawat yang mengenakan masker medis di dalam tirai itu.Srek! Kututup lagi tirai itu dan beranjak ke ranjang Rindu.“Sudah enakan, Dek?” tanyaku pada adik bungsuku itu.“Lumayan, Mbak.” Rindu memegangi lehernya yang merah.“Sakit?”Rindu mengangguk. “Ibu mana, Mbak?”“Pergi, belum tahu kemana.”“Cari, Mbak.”“Yang penting kamu sehat dulu. Mbak Kasih sama Mas Bagus udah dihubungi, semoga cepat sampai sini.”Di sebelah sana, beberapa perawat sibuk mondar-mandir dari meja di ruang IGD menuju tirai sebelah yang tertutup. Barangkali paramedis masih berjibaku menyelamatkan pasien yang baru masuk itu.
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status