All Chapters of AKU SANG ISTRI BOSS: Chapter 91 - Chapter 100
109 Chapters
90. Kehangatan
SUASANA mall Jambi City Square tak terlalu ramai sore itu. Barangkali karena memang bukan akhir pekan. Tak banyak orang lalu lalang. Suara musik dari pelantang di sudut café terdengar menggema, membuat kami yang sedang makan bersama harus mengeraskan suara jika hendak berbicara.Ketika aku sedang menikmati kehangatan kebersamaan dengan keluarga, ponselku tiba-tiba berdering. Nomor tak dikenal memanggil. Tak enak dengan keluargaku, aku permisi untuk mengangkat telepon, beranjak agak jauh dari mereka.Di sudut café dekat jendela kaca, sambil melihat kendaraan lalu-lalang di bawah sana, kuangkat telepon itu.“Halo?” angkatku ramah. Orang yang menelepon itu diam beberapa detik.“Heh, wanita si*alan!” hardiknya dari ujung telepon, tanpa basa-basi, tanpa pembukaan ini-itu. “Pemisi? Apa anda salah sambung?” tanyaku masih dengan nada bicara yang sama, berusaha sesopan mungkin agar aku tidak menyinggungnya yang sepertinya sedang naik pitam.“Jangan pura-pura deh kamu! Aku nggak salah sambung
Read more
91. Tuduhan
"Benar kamu gak perlu ditemani Dennis?" Mas Rama membukakan pintu mobil untukku, menyilakanku turun bak ratu seperti biasa. Pak Kosim yang berjaga di depan gerbang PT. Fibra mengernyit, lalu mengucek matanya beberapa kali."Nanti Dennis jemput aku aja ya, Mas." Aku mencium tangan Mas Rama. Lalu seperti biasa, Mas Rama mengecup keningku."Kapan selesainya?" "Seminggu lagi, kok.""Lama.""Sebentar.""Ruang kerjaku sepi gak ada kamu.""Yang penting hatimu gak sepi.""Mulai pintar gombal.""Siapa yang sering duluan, coba.""Kali ini aku gak gombal.""Udah, ah. Ntar telat."Aku berjalan memasuki gerbang pabrik. Mas Rama gegas masuk ke mobil dan berlalu. Sebelum aku melangkah lebih jauh, Pak Kosim sudah menghadangku. Dua tangannya berada di pinggang sambil menperhatikanku. Matanya menyapu dari bawah ke atas."Itu siapa tadi?" tanyanya."Suami saya, Pak. Kenapa?""Kok ganteng?""Ya siapa dulu istrinya." Aku menjawab dengan candaan."Masih gantengan saya juga." Pak Kosim mengusap rambutnya d
Read more
92. Keadaan Genting
SEORANG lelaki berdiri berkecak pinggang. “Apa-apaan ini?” tegurnya, membuatku seketika terkesiap. Petugas catering itu tetap sibuk menurunkan nasi kotak.“Eh, ini Pak, nasi kotak untuk makan bareng semua karyawan kantor.” Aku menjawab seadanya, tak mungkin kusebut kalau semua ini hanya akalku untuk memberi pelajaran pada Ruki.“Siapa yang izinin kamu buat acara beginian?” ketus Pak Brengos.“Pak Zadit, Pak.” Pak Brengos hanya manggut-manggut sambil meletakkan tangan di dagunya. Bibirnya mencebik. “Lain kali jangan sembarangan kamu! Seenaknya aja.”“Oh ya, Bapak mau nasi kotaknya? Ini, untuk Bapak dua ya.” Aku mengambil dua kotak nasi dan kuulurkan pada Pak Brengos. Seketika wajah lelaki itu berbinar. Keningnya yang mengernyit dan mengkerut pun berubah normal.“Nah, gitu dong. Saya harus dapat double biar adil. Kalau begitu saya bawa ke ruangan dulu. Sering-sering ya buat acara gini.” Pak Brengos berlalu tanpa mengucapkan terima kasih. Kubalas dengan anggukan dan senyum tipis saja.
Read more
93. Kejutan Ratusan Lampion
Ratusan lampion masih terbang mengawang di atas sana.“Kamu suka, Lov?” tanya Mas Rama. Stelan jas hitamnya membuatnya tampak seperti bintang film Hollywood.“Nggak.” Aku menjawab ketus. “Lho, kenapa?” Mas Rama menyuap makanannya.“Soalnya gara-gara kamu acaraku hancur berantakan.”“Oh, soal di pabrik itu? Emang ada apa sih?”“Aku dituduh maling, Mas.” Suaraku merengek manja. “Ini semua karena seorang karyawan bernama Ruki itu lho.”“Dituduh maling gimana?”“Tampaknya Ruki gak seneng sama aku, Mas. Terus dia pura-pura kehilangan gelang emas gitu. Tapi dari gaya bahasanya jelas dia nyudutin aku. Ya aku mau buktiiin di depan umum kalau bukan aku yang nyuri. Tapi Dennis malah merusak rencana.”Mas Rama terkekeh. “Jadi hanya gara-gara itu?”“Hah, hanya katamu, Mas?”“Iya, emangnya salah? Hal kecil aja itu, Lov.”“Kecil?”“Hmm. Kecil.”“Mungkin bagimu itu hal kecil, tapi bagiku itu penting, Mas.” Aku menghentikan suapanku, meletakkan sendok ke piring hingga terdengar suara berdenting.“Gi
Read more
94. Amarah Rama
Dennis terpaksa kupanggil malam itu juga. Kepalanya padahal masih dibalut perban. Tangannya dipasang penyanggah karena ada keretakan. Tapi mau apa lagi, Mas Rama terlanjur bersikap dingin padaku. Seakan ia tak percaya pada ceritaku dan lebih mempercayai berita yang tersebar itu.“Mas, ketemu Dennis dulu.”“Malam gini kamu bangunin aku hanya untuk ketemu Dennis?”“Mas, setidaknya kamu dengar penjelasan dia. Dia saksi bahwa aku gak ngapa-ngapain. Lagian, kamu harus tengokin dia yang babak belur sampai tangannya retak.”“Iya, mana dia?”“Di ruang tamu.”***“Ram? Kenapa lagi ini?” Bunda Syandi sudah berada di ruangan itu. Tara dan Rendra juga sudah duduk di sofa. Setya berdiri tak jauh dari Sofa. Dennis tersandar lemah.“Ini yang Rama juga ingin tahu, Bun.”“Berita ini, Ram?”“Itu hoax, Bun.” Aku cepat menyahut, takut kalau Bunda terbawa-bawa salah paham.“Kenapa bisa sampai buka hijab gini sih, Nak?” tanya Bunda lembut.“Mereka yang buka jilbabku secara paksa, Bun.”“Lelaki ini?” tunjuk
Read more
95. Berita-Berita Gempar!
“Rama, kenapa kamu bertindak seperti ini, Nak?” Malam ini kami dipanggil Bunda. Suasana sudah seperti sidang kasus kriminal saja. Bunda berlaku sebagai hakim, Mas Rama tersangka dan aku saksinya.“Rama emosi, Bun.”Untung Bunda mengunci kamarnya rapat-rapat, hingga seluruh ART dan penjaga tak ada yang mendengar.“Kamu itu pria 29 tahun, Ram. Beda dengan Cinta yang masih 21 tahun. Kalau Cinta yang emosi masih wajar, kamu sebagai lelaki lah yang harus meluruskan. Ini malah kamu yang emosi. Di mana peran kamu sebagai lelaki?”“Zadit sudah keterlaluan, Bun.”Bunda menggeleng.“Terus, Dennis yang tangannya masih sakit begitu juga kamu suruh ngehajar para preman itu?”Mas Rama yang kini menggeleng. “Gak, Bun. Dennis hanya nunjukin orang-orangnya. Setya sama Anzu yang ngehajar.”Bunda berdecak kecewa. “Harusnya kamu cukup lapor polisi.”“Bun, lelaki mana yang gak emosi lihat istrinya hampir dilecehkan, Bun.”“Rama, Rama. Dua puluh sembilan tahun Bunda didik kamu, masih saja kamu menangani m
Read more
96. Putus Asa yang Tampak di Wajah
“Biarkan kami membawa Pak Panorama. Bekerjasamalah, agar semua jadi mudah dan urusan cepat selesai.”“Ini kenapa seperti penyergapan tero*ris sih? Suami saya bukan tero*ris!” Aku berusaha menghalangi para petugas itu. “Kami hanya menjalankan tugas.”“Mana surat penangkapannya?” Zaky menimpali.“Ini.” Lelaki yang berseragam polisi itu menyodorkan sebuah surat kepada Zaky. Zaky menerima surat itu.“Atas tuduhan penganiayaan? Tapi kenapa sampai seperti ini penangkapannya. Apa ini tidak terlalu berlebihan?”“Maaf, kalau mengganggu. Tapi kami harus membawa Pak Rama sekarang.”“Dia lagi sakit.” Aku masih berusaha menghalangi.“Nanti akan diperiksa tim dokter polisi saja.”“Gak bisa.”“Maaf, kami harus.”“Tak semudah itu. Ini terlalu janggal. Tunjukkan identitas kepolisian kalian. Jangan-jangan kalian bukan polisi.” Zaky meminta bukti. Benar juga katanya. Bisa jadi mereka hanya orang suruhan. Palsu.“Kami tak perlu menunjukkan identitas.”“Kalau begitu biarkan saya menghubungi Polda Jambi d
Read more
97. Hadiah Bunda
KASUS Zadit diperpanjang di pengadilan. Ternyata, sejak awal semua memang rencananya. Para preman yang menyekapku dan hampir melecehkanku adalah orang sewaan. Photo yang diambil seolah-olah aku terjatuh di pelukannya, tanpa mengenakan hijab, memang disengaja.Semua itu dilakukan Zadit karena satu hal, dia menyukaiku sementara di jariku ia lihat sebuah cincin telah melingkar. Timbullah akal bulus untuk menghancurkan hubunganku dengan Mas Rama. Zadit, nama yang bagus, perangainya sayang sekali tak sebagus namanya.“InsyaAllah kamu sama Nak Rama bisa melewati semua ujian ini ya, Cinta. Bapak hanya bisa mendoakan dari jauh. Nanti pas jadwal kontrol Bapak mampir lagi, ya?” Aku menghubungi Bapak di kampung via panggilan telepon. Tentu saja Bapak sedih, panjang lebar aku hanya bercerita soal kejadian yang menimpa kami.“Bapak juga lihat di berita, kok. Rindu juga udah nelpon Bapak.”“Maafkan Cinta ya, Pak? Cuma bisa buat Bapak malu.”“Kamu malah buat Bapak bangga selama ini. Kasih sama Bagus
Read more
98. Panggilan untuk Suamiku
BEGITU selesai semua persoalan, aku dan Mas Rama akhirnya dapat merancang bulan madu. Kalau lah bisa diberi judul, mungkin Bulan Madu yang Tertunda adalah tajuk tepat pada kisah kami. Menikah sebelum Ramadhan, Mas Rama mencium bau busuk di perusahaan. Semua baru selesai sekarang. Ditambah, masalah dengan Zadit beberapa waktu lalu.Hah. Akhirnya hati ini bisa lega. Kami bisa menikmati waktu sepenuhnya berdua.“Hati-hati ya, Mas. Jaga Mbak Cinta baik-baik.” Tara menepuk pundak Mas Rama, seperti berlagak bahwa ia lah seorang kakak.“Ren, jaga Tara baik-baik. Awasi jangan sampai kebanyakan tebar pesona.” Pesan Mas Rama pada Rendra. Tara yang mendengar hal itu jadi mencebikkan bibir.Bandara Sulthan Thaha tak begitu ramai pagi menjelang siang itu. Tampak hanya segelintir orang yang hendak melakukan perjalanan. “Bun, pamit.” Kusalami tangan wanita yang sangat kuhormati itu.“Hati-hati ya, Nak. Jagain Rama untuk Bunda. Kalau Rama nakal cubit aja kuat-kuat. Anggap aja itu dari Bunda.”“Dih,
Read more
99. Interogasi
MENGAPA pula ketika baru saja Mas Rama merebahkan diri ke tempat tidur dan terlelap karena terlalu letih, Ulya menelepon? Dan mengapa pula saat kuangkat telepon Ulya itu, ia memanggil Mas Rama dengan tambahan kata ‘mas’ padahal sebelumnya ia hanya memanggil nama? Aneh. Apa hanya aku yang berpikir kalau ini bukan sekadar kebetulan?Ulya pergi ke Lombok. Tujuan yang sama dengan kami. Berangkat di jam yang bersamaan. Berada di pesawat yang sama bahkan duduk di kursi sebelah kami. Kebetulan?“Mas Rama tidur.” Aku mencoba menjawab sopan pada Ulya, meski rasa kesalku sudah hampir memuncak.“Ini Cinta? Aduh, maaf ya. Maaf. Aku kira Rama temenku yang lain. Soalnya di Lombok aku juga menemui orang yang namanya Rama. Aku salah sambung.”“Salah sambung atau sengaja?”“Apa maksudnya sih?”“Udahlah.”“Ya udah. Makasih.” Telepon ditutup Ulya.Cahaya kuning di ufuk sana meluruh dan perlahan menggelap. Tak terasa waktu maghrib pun seperti datang lebih cepat. Di kotaku, di waktu sekarang biasanya masi
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status