Semua Bab TERJEBAK PERNIKAHAN TAK DIHARAPKAN : Bab 61 - Bab 70
122 Bab
Part 61 Keputusan
"Bagaimana, Fa? Kamu bisa menjawabnya?" tanya Farrel lirih. Jantungnya berdegup kencang. Laki-laki itu berharap, Alifa akan memberikan jawaban yang sesuai harapannya. Alifa menunduk dalam. Menarik nafas berkali-kali dan menimbang semuanya.Lalu perlahan Alifa mendongakkan wajah. Menatap sendu pada Farrel yang masih setia duduk di depannya. "Apa jawaban aku juga akan merubah pendirianmu, Mas?" tanyanya lirih.Farrel terdiam. Merubah pendirian? Bukan hal mudah membatalkan secara sepihak kontrak kerja yang sudah disepakati. Kalau Farrel mundur, bukan hanya kehilangan uang puluhan juta. Namun, Farrel akan kehilangan kepercayaan dari orang yang telah memberikan jalan untuk menjadi TKI sampai sejauh ini. Juga tentu saja omelan dari pihak PJTKI yang akan memberangkatkannya."Kalau kamu berubah pikiran, kita nggak akan bercerai, Fa. Aku akan pertahankan rumah tangga kita seperti niat awal aku menikahimu. Aku sangat mencintai kamu, nggak peduli bagaimana perasaan kamu sama aku setelah kamu ta
Baca selengkapnya
Part 62 Bimbang
"Melahirkan? Ta-tapi, Dok, HPL-nya masih semingguan lagi?" tanya Farrel seperti orang bodoh. Dia memang tidak terlalu paham tentang seluk-beluk maju mundur kelahiran. Yang dia tahu, istrinya dijadwalkan melahirkan seminggu lagi. Dokter berwajah ayu itu tersenyum mendengar pertanyaan polos calon ayah muda itu. "Wajar saja, Pak. Memang perkiraan lahirannya seminggu lagi, tapi hal yang wajar kalau maju seminggu. Jangan khawatir," jelasnya.Farrel mengangguk mengerti. Tidak bisa dipercaya, sembilan bulan lalu, dirinya dan Alifa masih berstatus orang lain. Bahkan seperti musuh. Tetapi kini, Alifa akan menjadi ibu dari anaknya.Alifa bersikeras melahirkan secara normal walaupun sehari semalam dia harus merasakan kesakitan. Farrel dengan setia menunggunya. Laki-laki itu beberapa kali menyeka sudut matanya yang basah ketika Alifa mengalami kontraksi dan menahan sakit."Aku nggak tega lihat kamu begini, Fa. Kita ambil jalan caesar saja ya, Sayang." Farrel berkali-kali meminta pada sang istri
Baca selengkapnya
Part 63 I Love You Too
"Aku nggak mau jadi orang egois lagi, Mas. Kamu lakukan itu demi Alfa.""Alfa dan kamu!" sahut Farrel cepat."Jadi, berangkatlah."Farrel melepaskan pelukannya. Dia menangkup wajah sang istri dan menatapnya dalam. Mulut boleh meminta pergi, namun tatapan mata wanita itu tidak merelakan dirinya pergi. Farrel tersenyum lalu mencium kening istrinya.Lalu pandangan lelaki itu tertuju pada Alfa yang tidur pulas di samping istrinya. Wajah merah bayi mungil itu membuat hati Farrel tidak ingin beranjak barang semenit. Bagaimana bisa, dia akan mengejar obsesi karena rasa kecewa dan melewati masa tiga tahun tanpa kehadiran kedua orang yang begitu dia cintai?"Aku sudah memutuskan dan ini terbaik untuk kita, Sayang. Melewati masa tiga tahun tanpa melihat pertumbuhan Alfa, itu hal yang sangat berat. Karena nggak bisa aku ulang lagi. Kalau mau ke sana, InshaAllah kalau kita ada rezeki, kita ke sana bertiga.""Tapi, Mas..."Farrel menggeleng tegas. "Nggak, Fa. Aku nggak akan meninggalkan kalian," s
Baca selengkapnya
Season 2
Kisah Farrel-Alifa sudah selesai ya. Di season 2 aku akan tulis tentang kisah Nuraini. Gadis yatim piatu ( Di cerita yang berjudul MENYUSUI TUYUL menjadi target tumbal pesugihan kedua orang tuanya sendiri bareng Farrel.) Masih ingat, kan?Nah, setelah kedua orang tuanya meninggal, hanya Sigit dan neneknya yang menjadi harapan Nuraini. Namun rupanya, Sigit pun meninggal dan sebelum meninggal dia menitipkan Nuraini pada Agus yang tidak lain adalah orang spesial Sigit itu sendiri. Agus bersedia melindungi Nuraini dan menawarkan pernikahan dengan syarat. Bisa nggak ya, Nur ini mengembalikan fitrah Agus sebagai seorang suami dan laki-laki yang normal?Ikuti terus ya pembacaku, terima kasih 🤍
Baca selengkapnya
Season 2, Part 1 Dilamar
"Nur, ayo kita pulang!"Itu ajakan ketiga kalinya dari Agus pada Nuraini yang masih betah berlama-lama di makam Banu, kekasihnya. Namun, Nur masih bergeming. Dia hanya menoleh sekilas, kemudian kembali menatap batu nisan pemuda tersebut."Nuraini, kamu dengar saya?" tanya Agus lagi. Laki-laki itu berusaha tetap bersabar.Berlama-lama di area pemakaman, membuat Agus teringat akan Sigit. Laki-laki yang begitu dia cintai sampai Sigit menghembuskan napas terakhirnya. Bahkan cinta terlarang itu tidak sirna walaupun sang kekasih sudah berbeda alam dengannya."Pak Agus pulang saja duluan, Nur masih ingin di sini, Pak." Penolakan Nur tidak membuat Agus beranjak.Laki-laki itu justru mengambil tempat duduk di samping Nur dan ikut menatap ke arah batu nisan Banu. Agus kembali menarik napas panjang. Laki-laki berwajah rupawan itu melirik ke arah Nur."Kamu begitu mencintai Banu, ya, Nur?" tanyanya lirih.Nur menoleh sekilas, kemudian mengangguk. "I-iya, Pak. Mas Banu orang yang sangat baik, Mas
Baca selengkapnya
Part 2 Menerima Lamaran
"Maaf ya, Nduk. Mbah nggak bisa bantu kamu, nggak seharusnya kamu bekerja keras seperti itu, Nur. Seandainya ibuk sama bapakmu nggak tergoda bujukan Sutoro. Seandainya bapakmu nggak jadi orang salah jalan, Nur. Kamu pasti bisa kuliah, Nduk..."Nuraini mengusap-usap punggung ringkih perempuan tua tersebut dengan mata berkaca-kaca. Memang jalan hidupnya telah berbalik karena ulah kedua orang tuanya. Jika mereka tidak mengabdi pada setan maka Nur dan neneknya juga tidak merasakan malu. Beruntung, Pak Haji Imran masih selalu berbaik hati menolong Nur dan neneknya.Begitu juga dengan orang tua Alisha yang bersedia menerima Nur bekerja paruh waktu di tokonya. Namun, gaji pegawai toko juga hanya cukup untuk keperluan sehari-hari dan biaya sekolah Nur yang akan lulus beberapa bulan lagi. Nur juga merasa malu jika selalu mendapatkan bantuan dari Bu Halimah. Gadis itu mengusap air matanya. Teringat kembali lamaran Agus ketika itu. Jika dia mau menerima lamaran Agus maka hidup Nur dan neneknya
Baca selengkapnya
Part 3 Tamu Tak Diundang
"Sya-syarat apa, Pak?" Nuraini terkejut.Agus menggaruk rambutnya, lalu menatap gadis berparas manis tersebut. Nur langsung menunduk tidak berani membalas tatapan laki-laki di depannya.Agus berdehem lirih. "Nuraini, setelah menikah, kamu tidak boleh mengajukan gugatan cerai. Bagaimana, kamu setuju?" tanya lelaki itu.Nuraini langsung mendongak, memberanikan diri membalas tatapan mata laki-laki dewasa itu. Dia sudah tidak bisa mundur lagi sekarang. Keputusan yang telah dilontarkan menerima lamaran Agus seperti sebuah jebakan untuk dirinya sendiri."Bagaimana, Nur? Kamu tidak keberatan?" ulang Agus lirih. "Maaf, Nur. Saya rasa kamu sudah tahu tentang masa lalu saya. Saya sudah pernah mengalami kegagalan dan saya tidak ingin hal itu terulang lagi. Saya tidak ingin merasakan kembali pahitnya perceraian, Nur."Nuraini mengangguk pelan. "I-iya, saya setuju, Pak. Saya akan berusaha menjadi istri yang baik, Pak." Akhirnya, jawaban itu terlontar dari bibir tipis itu."Baiklah, kalau begitu, sa
Baca selengkapnya
Part 4 Imam Yang Baik
"Mbah, mulai sekarang ini kamar Njenengan. Jangan sungkan kalau perlu apa-apa, panggil Mbak Susi, nggih."Agus menunjukkan kamar yang cukup besar di lantai satu rumahnya. Nenek Kanti, hanya melongo memperhatikan seisi kamar yang lengkap dengan tempat tidur berukuran queen size. Lemari pakaian berwarna putih dua pintu berdiri elegan di sisi tempat tidur.Nuraini yang ikut memasuki kamar, ikut takjub. Dia menatap tak enak hati pada Agus. Laki-laki itu menyunggingkan senyum sekilas.Mulanya, Nenek Kanti tidak ingin ikut Nur ke rumah Agus. Perempuan tua itu memilih hidup di rumahnya yang sederhana. Namun, Agus sedikit memaksa supaya Nenek Kanti mau pindah ke rumahnya supaya lebih dekat dengan Nur. Apalagi setelah ini, Nur akan memasuki bangku kuliah sehingga tidak punya banyak waktu menemui neneknya. "Le, apa ini nggak terlalu apik. Mbah turu, nek mburi wae karo Mbak Susi, ya Le." ( Mbah tidur di belakang saja sama Mbak Susi.) Nenek Kanti bernegosiasi. Agus tersenyum dan mendekati wanit
Baca selengkapnya
Part 5 Boleh Aku Memiliki Kamu...
"Bolehkah aku mencium kamu, Nur?" ulang Agus lirih. Nur terdiam beberapa saat lalu memutuskan mengangguk pelan. Gadis itu menunduk malu-malu, namun Agus segera mendongakkan wajah sang istri dengan pelan. Ciuman. Itu pertama kali dialami oleh Nur. Dulu semasa Banu masih hidup, pemuda itu hanya mencium kening dan pipinya.Nuraini seperti kehabisan napas. Dia mendorong pelan dada Agus. Agus meraih kepala Nuraini dan menyatukan kening mereka. Napasnya memburu. "Maaf, Nur. Maaf," ucapnya lirih. Agus merasa menjadi orang yang munafik. Ketika dia tengah mencium Nuraini, hatinya masih tertinggal di satu raga. Raga Sigit. Ingatan Agustus tentang Sigit, saat dirinya mencium Nur membuat lelaki itu menyesal. Tidak seharusnya dia memanfaatkan keinginannya pada Nuraini, gadis belia yang sekarang berstatus istrinya."Ya, sudah, kamu mandi dulu, Nur." Agus mencium kepala Nur lalu bergegas meninggalkan gadis itu. Nuraini masih termangu. Nur mengusap bibirnya yang basah. Dadanya berdebar kencang. A
Baca selengkapnya
Part 6 Peristiwa Berkesan Namun Pahit
Nuraini hanya pasrah ketika Agus menjelajahi tubuhnya walaupun dia merasa ketakutan. Bagaimanapun juga, Agus adalah suaminya. Lelaki itu berhak penuh atas dirinya."Ak-aku ta-takut, Mas," bisik Nur lirih. Agus mencium kening gadis di bawah kungkungannya. "Aku nggak akan kasar, Nur. Aku akan pelan-pelan jangan takut," balasnya.Sekali lagi, Nur mengangguk pasrah ketika Agustus mengajaknya menggumamkan do'a. Nuraini terisak lirih ketika lelaki itu mengambil haknya. Antara sedih, sakit, dan kehilangan. Mahkota berharga yang dijaganya selama hampir 19 tahun, kini telah diambil orang yang berhak. Meskipun orang itu belum mengisi hatinya."Maaf, Nur." Agus berkata lirih di antara deru napasnya. Laki-laki itu mengusap pipi basah Nuraini dan mencium bibir istrinya untuk meredam rintihan wanita itu. Nur memejamkan mata rapat merasakan "penyiksaan" yang cukup panjang itu. "Nur, terima kasih sudah memberikannya untukku," bisik Agus sambil menjatuhkan dirinya di atas tubuh lembab Nuraini."Sud
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status