Semua Bab HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS: Bab 81 - Bab 90
123 Bab
Bab 81. Jangan Salahkan Takdir
Belum sempat transaksi yang kami lakukan selesai, tiba-tiba satu mobil polisi mengepung rumah ini dan mereka sampai ke lokasi dengan sangat cepat, seolah-olah tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi di rumah ini."Jangan bergerak, kalian sudah dikepung." Petugas yang terlibat dalam penangkapan mengenakan seragam lengkap, dengan peralatan keamanan seperti rompi anti-peluru dan senjata api. Ekspresi wajah mereka serius dan fokus, menunjukkan kewaspadaan mereka terhadap situasi yang berbahaya."Kalau kalian melawan, kami tembak!"Kami merasakan udara menjadi dingin ketika pistol yang ditodongkan oleh polisi itu mengarah ke arah kami, seolah-olah sudah berada di ambang kematian."Angkat tangan kalian." Salah satu petugas mendekati dan memeriksa seluruh bagian tubuh ini. Tidak lama kemudian tangan ini sudah di borgolnya. Begitu juga yang terjadi pada kedua sahabatku."Sepertinya kita di jebak." Ujar Andi berbisik.Mata kami melihat ada sesuatu yang janggal dalam rumah ini."Bagas?
Baca selengkapnya
Bab 82. Niken Berlibur
Hari ini kami berlibur untuk sekedar menghilangkan luka dihati putri semata wayangku.Barang-barang yang telah kami persiapkan sebelumnya telah dimasukkan ke dalam mobil oleh Raka dan bang Imran.Kami berangkat liburan setelah melaksanakan salat zuhur. Terlihat jelas rona bahagia di wajah anakku.Sepanjang jalan, diiringi lantunan musik anak-anak membuat Niken bernyanyi dengan penuh semangat. Walaupun hanya Niken dan Aqila yang menjadi penumpang di dalam mobil, tetapi para orang dewasa dalam mobil, tetap saja memutar lagu anak-anak dan kami semua menikmatinya. Aqila merupakan sepupu Niken atau tidak lain merupakan anak dari kak Ayu.Lagu anak-anak yang diputar merupakan lagu di tahun 90an, membuat yang tua ini kembali bernostalgia ke masa itu.Sekali-kali Raka ikut menyanyikan lagu, tidak lupa bang Imran dan kak Ayu, suasana bahagia menyelimuti perjalanan kami. Terlihat sekali kegembiraan di raut-raut wajah polos mereka.Sekitar satu jam perjalanan sudah kami tempuh. Anak-anak sudah
Baca selengkapnya
Bab 83. Malam di Pantai
"Belum tidur, Nes?" Tiba-tiba aku dikagetkan dengan kehadiran Raka. Lelaki itu hari ini nampak sangat ganteng, memakai kemeja kotak-kotak dengan lengan digulung."Belum, Ka. Belum mengantuk." Jawabku tanpa menoleh ke arahnya. Aku tidak mau menatap Raka yang jelas semakin hari semakin mempesona saja. "Kamu sendiri kenapa belum tidur juga?" Aku balik bertanya."Belum ngantuk juga, Nes. Aku terbiasa tidur kalau sudah tengah malam. Semenjak ditinggal istri dan anakku, mata ini susah untuk terpejam. Jadi sering begadang." beber Raka panjang lebar.Kasian juga aku lihat sahabat ku ini. Tapi beruntung sekali jadi istri Raka ya. Disayangi suami sampai sudah meninggal pun, masih diingat terus.Seandainya aku di posisi istri Raka, mungkin aku lah wanita paling bahagia di dunia ini. Namun apalah daya, takdirku bersuamikan Rama. Manusia tidak punya hati."Sudah konsultasi ke psikiater atau psikolog, Ka?" Tanyaku khawatir."Sudah. Gak ada kemajuan karena diri ini susah move on. Berapa pun obat ya
Baca selengkapnya
Bab 84. Menikahlah Dengan Raka
"Om Raka kan sudah besar. Sudah bisa menjaga diri, jadi buat apa Mama ikutin kemana saja om Raka pergi?" Tanyaku pada bocah tujuh tahun itu."Iya juga sih. Tapi kasian sama om Raka, Ma!" ujar gadis kecilku dengan wajah memelas."Kasian kenapa? Om Raka baik-baik aja kok." ujarku menghibur. "Om Raka tidak punya siapa-siapa di dunia ini." ujar anakku menghiba, entah apa maksudnya ngomong begitu."Itu om Raka." teriakku seraya menunjuk ke sosok lelaki jangkung yang sedang mengobrol dengan seorang nelayan."Om Raka!" Teriak Niken spontan saja Raka melihat ke arah kami seraya melambaikan tangannya."Ma, Niken kesana ya?" Pamit Niken tanpa menunggu izin dari mamanya dia berlari menyusual Raka.Kulihat rona bahagia pada dua manusia beda generasi tersebut. Mereka berdua seperti ayah dan anak yang saling merindukan.Mereka berdua bermain water boom sampai puas sebelum pulang. Aku juga bahagia melihat Niken menjadi ceria lagi, semoga saja dia sudah melupakan semua kejadian buruk yang telah meni
Baca selengkapnya
Bab 85. Jangan Pisahkan
Pertama kali berjumpa dengan Niken, entah kenapa timbul rasa iba terhadapnya. Dia membuat aku teringat akan gadis kecilku yang telah berpulang beberapa waktu yang lalu.Melihat raut wajah dan sorot matanya, membuat diri ini ingin melindungi, menggantikan sosok ayahnya yang tidak tahu diri itu.Sering sekali Niken memandang dengan raut wajah sedih saat melihat anak-anak bermain dengan ayah dan ibunya."Om, kenapa papa Niken tidak pernah mengajak kami jalan-jalan? Papa gak sayang sama Niken ya, Om? Apa Niken bukan anak papa?" Tanya dia, dengan mata terus menatap anak kecil yang di gendong ayahnya sampai jauh dan tidak terlihat lagi."Mana ada orang tua yang gak sayang sama anaknya. Mungkin papa kamu sibuk jadi tidak sempat mengajak kamu jalan-jalan." ujarku menghibur."Mana mungkin sibuk, Om. Papa aja kalau pulang kerja tiap hari tiduran di rumak nenek. Kalau nenek atau bude yang ngajak jalan-jalan, tidak pernah ditolaknya. Mungkin Niken anak pungut sehingg papa gak sayang." ujar Niken
Baca selengkapnya
Bab 86. Panggil Papa
"Om, kapan ajak Niken ke kolam renang lagi. Kan Mama sama Om Raka sudah baikan." Raka tergelak mendengar pernyataan Niken. Dan aku hanya bisa tersenyum mendengar permintaan Niken. Dikiranya selama ini aku sama Raka sedang bermusuhan, padahal kami tepatnya aku sedang menjaga jarak, menghindar dari fitnah. Namanya Raka seorang duda dan aku janda, kalau sering berduaan pasti jadi sasaran empuk para pengghibah. Dan juga jika wanita dewasa berduaan dengan lelaki dewasa bisa berbahaya. Ada setan diantara kami nantinya. Takut terjerumus ke jurang zina. "Emang Mama sama Om Raka berantem, ya Niken?" Kak Ayu malah memancing di air keruh nampaknya nih. "Iya Bude. Mereka berdua kayak anak kecil aja ya kan Bude." Niken memajukan bibirnya. Membuat kita bertiga tergelak bagaikan dikomandoi saja. "Iya ya. Kayak Tom and Jerry." celutuk kak Ayu. Aku jadi tidak enak sama Raka. Memang selama ini aku lumayan galak terhadap lelaki penyuka olah raga tersebut. Dipikir-pikir aku terlalu
Baca selengkapnya
Bab 87. Buka Lembaran Baru
Hujan deras semenjak subuh tadi belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Udara sangat dingin menusuk ke tulang. Kurapatkan selimut hingga sebatas dagu, menikmati suara rintikan hujan dari dalam kamar yang masih remang. Kebetulan hari ini hari minggu jadi aku tidak perlu bangun pagi dan ke kantor. Bagi wanita pekerja seperti aku, hari minggu merupakan waktu untuk berleha-leha menikmati hari. Niken juga masih terlelap dalam mimpi indahnya. Ku ambil selimut dan menyelimutinya sampai seujung bahu. Membelai lembut buah hatiku, aku selalu berdoa semoga kelak anakku kelak menjadi sukses dan bahagia dunia akhirat. Baru saja mata ini hendak terpejam, tiba-tiba ponsel yang ku letak di atas nakas, berdering. Dengan rasa malas aku bangkit untuk mengambil ponsel dan mengangkat telponnya. "Halo," sapaku. Dengan suara masih serak ciri khas orang yang baru bangun tidur. "Masih tidur, ya?" Ternyata Raka yang menghubungiku sepagi ini. Ah ... lelaki itu tidak bisa melihat
Baca selengkapnya
Bab 88. Sungguh Manis
"Beli, dong. Masak untuk anak cantik seperti Niken gak dibeli? Niken mau cincin apa kalung, Nak." Raka mengangkat dan menggendong Niken supaya bocah itu bisa memilih sendiri barang yang akan di belinya."Beli cincin aja, biar samaan kayak Mama dan Papa ya?" Kami berdua saling berpandangan dan tersenyum melihat tingkah lucu anakku."Gak ada untuk ukuran Niken kalau cincin kawin, Nak. Bagaimana kalau kalung aja?" tanya Raka sambil menurunkan Niken dari gendongannya. Kami berdua saling menatap dengan senyum mengembang. Ada-ada aja anakku meminta cincin kawin."Bagaimana dengan yang ini?" tanya Raka seraya menunjuk di balik kaca, satu buah kalung bertuliskan nama yang sangat indah menurutku."Yang mana?" tanyaku. Tanpa diminta pegawai toko menunjukkan padaku kalung pilihan Raka."Hmmm ... cantik juga. Selera Papa gak kaleng-kaleng." selorohku. Raka tersenyum begitu manis saat mendengar pujian dari calon istrinya ini."Gak mau yang lain? Yang ini saja?" tanya Raka untuk meyakinkan. Bagiku
Baca selengkapnya
Bab 89. Hukum Tabur Tuai
Sinta memakai baju dengan motif bunga dan dipadukan dengan celana kulot motif garis-garis. Seumur-umur, aku belum pernah melihat Sinta memakai baju dengan motif tabrak seperti itu. Dan aku perhatikan wanita yang pernah menjadi adik ipar itu semakin hitam dan kucel."Jangan melihat orang lama-lama. Kayak orang baru turun dari gunung aja kamu, Say." Aku dikejutkan oleh nasehat Raka."Itu, Mas. Kasihan Sinta." Jariku menunjuk ke arah Sinta yang sedang berdiri di sebelah ibu yang memakai baju batik. Penampilan ibu itu seperti seorang wanita sosialita."Kasian ya, Mas. Dia itu dulunya bergelimangan harta, sekarang malah kayak gembel. Tidak terurus dan wajahnya kusam." Walaupun keluar kata kasihan tetapi sudut bibir ini tersenyum melihat penampakan seperti itu."Begitulah. Mas juga kasian melihatnya, tapi kita pun tidak bisa berbuat banyak. Sudah nasib dia.""Iya ya Mas. Kita tidak nyangka nasib Sinta akan seperti itu." Aku menoleh lelaki memiliki mata hazel disampingku."Iya. Hmmm ... seka
Baca selengkapnya
Bab 90. Sinta Dipecat
Muka ini tidak tahu lagi mau ku bawa kemana saat berjumpa dengan Niken, keponakanku. Anak itu sekarang sudah sangat cantik dan terawat.Kulitnya bersih juga putih mulus. Mungkin mereka sering perawatan, keluar masuk salon makanya jadi glowing begitu.Bukan maksud sombong dan tidak mau bertegur sapa dengan anak dari abangku itu, tetapi diri ini minder dengan takdir yang tidak sedang berpihak kepadaku."Andra jatuh dan kau hanya diama aja? Kemana kau bawa otakmu, hah?" bentak sang majikan saat tidak sengaja anaknya bernama Andra yang berusia tiga tahun jatuh dari perosotan bola dan membuat bibirnya berdarah. Spontan aku tersadar dari lamunanku.Akibat memikirkan nasib malang ini, sampai lalai menjaga anak hiperaktif itu, sehingga dia jatuh tersungkur ke lantai dan melukai bibirnya."Maaf, Bu. Saya tidak sengaja." ujarku tertunduk dengan ekor mata melirik ke arah Niken, semoga saja dia tidak mengadukan kejadian ini kepada ibunya. Pasti sangat memalukan sekali."Menjaga anak kecil saja ka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status