All Chapters of Nafkah yang Keliru: Chapter 41 - Chapter 50
107 Chapters
Bab 41
Baru saja keluar kamar, pandanganku langsung tertuju pada ibu yang berada persis di samping pintu kamar. Melihatku di sana, seketika ia menunduk.Ah, ia pasti mendengar apa yang baru saja kami bicarakan.“Ibu engga apa-apa?”“Ibu merepotkan kalian ya, di sini.”“Enggak, bukan begitu.”“Enggak apa-apa kok ibu biar pulang sekarang aja. Ibu tahu Lara pasti enggak suka sama keberadaan ibu di sini.”“Lara bukan enggak suka, memang dia itu orangnya enggak enakkan.”“Ibu pulang sekarang aja, Jim. Lagian ibu juga harusnya tahu diri. Udah bawa kabur uang kamu, bikin anak kamu kurang gizi. Sekarang karena mikirin semua itu Lara ada kemungkinan jadi gila.”Aduh, lagi-lagi ibu berbicara tentang gila. Kenapa susah sekali menjelaskan hal seperti ini pada orang yang suda terlanjur lanjut usia. Aku hanya khawatir jika Lara mendengarnya dan malah kembali tersinggung, karena
Read more
Bab 42
“Tapi, itu ibu Akang. Emang enggak takut apa dicap anak durhaka?”“Tapi, kamu kamu juga istri Akang. Nanti kamu malah bilang Akang suami zalim lagi.”“Pasti nanti ibu semakin enggak suka sama aku.”“Itu hanya ada di pikiranmu Lara, memangnya tadi kamu lihat ibu marah enggak?”“Ya ‘kan biasanya di depan Akang juga ibu baik sama aku. Enggak ada yang tahu apa sebenarnya yang ada dalam hatinya.”“Insyaallah enggak, Sayang. Akang udah ngobrol sama ibu. Dia juga mengerti keadaan kamu yang baru melahirkan. Pasti butuh istirahat. Apa lagi kamu juga melahirkan secara caesar, jadi pemulihannya akan lebih lama.”“Oh.”Lara masih saja bersikap acuh tak acuh. Padahal, aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuatnya bahagia.Hari berlalu, Lara juga semakin menjadi pendiam. Rumah ini bahkan berubah menjadi dingin karenanya. Tidak ada lagi keceriaa
Read more
Bab 43
“Di rumah aja!”“Sekarang kata Susternya, Dek. Iya ‘kan Sus?”“Lagi puasa juga Akang mah, istighfar!”“Ya sudah kalau ibunya enggak mau. Nanti aja Pak, bisa nanti habis buka puasa dipraktekin di rumah.”Ck, aku pikir sekarang. Memang berharap pada manusia itu tidak perlu berlebihan. Ujungnya lebih sering kecewa. Pada akhirnya aku hanya bisa diam dan memerhatikan tanpa bisa memperagakan langsung.“Enggak nyangka ya pijat laktasi seru banget. Besok Akang antar kamu ke sini lagi ya.”“Besok ke Garut.”“Habis dari Garutlah.”“Kok jadi malah Akang yang semangat.”“Ya, ‘kan demi anak kita. Demi Hafsah biar bisa menyusui langsung sama sumbernya.”“Demi Hafsah atau demi Akang?”Aku hanya tersenyum saja, tetapi Lara malah sepertinya kesal. Ia bahkan sengaja berjalan mendahuluik
Read more
Bab 44
“Enggak bisa begitu dek, kamu baru aja perjalanan jauh. Setidaknya harus istirahat.”“Aku mau di sini Kang, kenapa sih? Enggak boleh? Hampir 10 tahun aku enggak pernah pulang. Apa salahnya aku mau di sini sebentar. Akang mau larang juga?”“Bukan begitu Sayang, Akang tuh bukannya melarang, cuma khawatir sama kesehatan kamu.”“Akang mau mengkhawatirkan apa? Dari dulu aja enggak pernah peduli.”“Dek kalau kamu terus bahas masa lalu, sampai kapan pun enggak akan pernah selesai. Akang juga ‘kan enggak mungkin bisa memperbaiki masa lalu. Orang udah lewat, tapi kalau masa depan insyaallah. Ini juga Akang udah berusaha untuk memperbaiki diri. Cuma ‘kan bertahap Dek, mana Akang tahu kalau kejadiannya bakal begini. Kalau, aja tahu Akang pasti enggak akan biarin.”“Akang mah cuma ngomongnya, kalau aku enggak maksa minta pisah, paling sekarang Akang milih buat lebaran di rum
Read more
Bab 45
“Ayah enggak pernah ikut begituan.”“Ya sudah lembur aja atuh di pabrik.”“Lembur juga enggak akan kekejar dalam waktu sesingkat itu mah!”“Ya ini mah saran dari Musa, satu-satunya yang bisa menghasilkan uang cepat ya itu.”“Tapi, ‘kan ayah harus kerja.”“Mau gak mau habis tarung pasti enggak akan bisa berangkat.”“Ayah terlalu mengkhawatirkan yang belum terjadi. Aku yakin kok Ayah pasti bisa.”“Lumayannya tuh berapa?”Tiba-tiba saja Musa malah membisikkan jumlah hadiah yang pernah ia dapatkan yaitu sekitar 15 juta.“Sedikit banget.”“Namanya juga hasil taruhan di jalanan. Kalau, resmi pasti lebih besar Yah.”“Enggak bisa Musa, itu terlalu berisiko. Bunda pasti juga enggak akan terima, kalau tahu.”“Bunda enggak usah dikasih tahulah Yah, katanya mau kasih kej
Read more
Bab 46
Untung saja saat itu Pak Polisi cukup bijak untuk mengambil keputusan memisahkan Kang Yana dari kami. Kang Yana sepertinya dibawa ke ruangan khusus. Mungkin saja dia akan diisolasi. Mengingat ia begitu agresif."Ibu benar diancam akan dibunuh?" tanya petugas polisi perempuan yang saat itu membantu teh Safira bangun."I-iya Bu."Teh Safira masih terlihat ketakutan. Bicaranya saja sampai terbata-bata."Ibu tenang Ya di sini Bu Aman kok.""Tetap saja Bu, saya takut kalau suami saya keluar dari penjara. Malah aja nekat buat menyakiti anak-anak saya.""Ibu juga bisa kok melaporkan kasus ini sebagai kekerasan dalam rumah tangga. Nanti kami proses. Kemungkinan suami Ibu bisa kena pasal berlapis.""Saya enggak punya biaya untuk mengurusnya. Bukankah semuanya juga butuh biaya?"Polisi itu terdiam."Nggak papa saya memang pantas kok menerima hukuman ini.""Teh Safira maaf, kalau saya memotong pembicaraan. Setelah mendengar
Read more
Bab 47
“Ayah yakin? Aku enggak bisa jamin dapet lawan yang seimbang. Di sana mah enggak resmi, bisa dikatakan ilegal. Tempatnya aja enggak jelas. Kadang pindah-pindah, karena sering di razia.”“Kamu meragukan Ayah? Memangnya siapa yang ngajarin kamu bela diri Musa?”Anak itu malah tersenyum sambil menggaruk tengkuknya. Jelas-jelas aku yang mengajarkannya taekwondo.“Ayah ‘kan akhir-akhir ini jarang kelihatan latihan. Aku cuma khawatir kalau dapet lawan yang jago. Bukannya dapat solusi buat beli rumah. Malah jadi masalah baru.”“Sudah yakin aja dulu. Kamu jangan lupa bantu doa!”“Kalian merencanakan apa? Kenapa kamu sampai minta bantu doa segala?” tanya Lara.Entah sejak kapan Lara berada di sana. Membuat kami tegang saja. Baik aku maupun Musa bahkan hanya bisa terpaku di tempat masing-masing. Takut jika pembicaraan kami terdengar olehnya.“Kenapa pada diem?” tegas
Read more
Bab 48
“Harus sekarang juga Kang pulangnya?” tanya Lara.“Kenapa memang?”“Baru juga pulang salat ied.”“Ya enggak apa-apa mumpung jalanan biasanya masih sepi.”“Oh gitu.”“Iya.”“Waalaikumsalam kalau gitu.”Saat itu giliran aku yang mengulurkan tangan pada Lara.“Salim?”Lara awalnya ragu, tetapi kemudian ia tetap menarik lengan dan menciumnya dengan takzim.“Nanti kabarin ya, kalau menang atau kalahnya.”“Pasti menang.”“Ayah dari dulu emang paling jago.”Ternyata Musa tidak benar-benar membenci ayahnya. Ia hanya marah dan mencoba protes atas ketidakadilan yang kulakukan pada Lara dan keluargaku.Untunglah jalanan di kota masih lenggang. Kebanyakan orang-orang masih silaturahmi dengan tetangga dekat dan ziarah ke pemakaman. Lagi pula hanya sedikit orang
Read more
Bab 49
“Itu dari tadi neleponin terus. Dari siapa sih?” “Biasalah.” “Alah kayak orang kasmaran aja kamu, Jim.” “Biarin aja sih.” “Ya sudah istirahat sana! Udah sampai ini.” Kala itu sudah pukul 12 malam, sepertinya Lara juga sudah terlelap makanya ia tidak lagi berusaha menghubungiku. Saat itu aku memilih untuk menghubungi Musa lebih dahulu. [Musa semuanya aman ‘kan? Kok Bunda nelepon ayah sampai puluhan kali?] [Aduh gawat Yah, bunda udah tahu kalau ayah ikut pertandingan.] [Kok bisa?] [Waktu aku lagi lihat live streaming yang tanding sebelum ayah, malah ketahuan sama bunda.] [Emangnya kamu nonton di mana?] [Di kamar kok, waktu aku lagi pergi ke toilet bunda malah masuk ke kamar dan enggak sengaja lihat hp aku yang nampilin muka ayah sebagai peserta yang akan tampil sesi berikutnya.] [Haduh, terus bagaimana?] [Bunda minta kami pulang saat itu juga, tapi untungnya susah
Read more
Bab 50
“Enggak bisa begitu dong Ndra, anakku sudah banyak. Sayang juga kalau rumah tangga kami harus berakhir.” “Lah kenyataannya istrimu mau enggak diajak bangun rumah tangga sama-sama? Orang diperjuangin juga malah tetap jual mahal.” “Masalahnya enggak sesimple itu.” “Ya apa pun itu enggak patutlah istri minta pisah kalau masih dinafkahin suami. Jangan-jangan istrimu malah udah punya yang lain di luar sana.” “Enggak mungkin Lara begitu. Orang sehari-hari dia di rumah aja.” “Sekarang mah zaman canggih. Orang di rumah aja juga ‘kan ada internet. Bisa aja sekarang selingkuh lewat hp. Chating lewat whats app ‘kan enggak ada yang tahu. Dari pada bela-belain beli rumah sampai nyelakain diri sendiri mending bawa cewek aja. Tunjukin ke dia kalau di luar sana masih banyak yang mau sama kamu. “ “Enggak bisa begitulah Ndra, Lara aja baru melahirkan. Masa aku tinggalin dia gitu aja.” “Ya lagian aneh, udah tahu baru melahirkan.
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status