All Chapters of Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati: Chapter 171 - Chapter 180
228 Chapters
171. Alibi
“Cukup, Mas. Berhenti bermain-main dengan semua perkataan yang mas ucapkan. Nadina senang karena mas Dewa kembali dan baik-baik saja, tetapi apa yang terjadi pada masa lalu kita tidak akan pernah Nadina lupakan, Mas.” “Nadina tidak akan biarkan mas Dewa kembali merobohkan apa yang sudah Nadina bangun,” lengkap Nadina dengan menatap Sadewa sedikit lebih tajam. Sadewa tampak menghela napasnya sebentar sebelum akhirnya mengubah pandangannya ke arah Rayyan dan Adnan yang tengah fokus dengan buku-buku di hadapan mereka. “Aku tidak ingin menghancurkan apa yang telah ada, Nadina. Aku hanya mau mencegah apa yang mungkin saja bisa rusak. Jangan berdalih bahwa pemuda itu guru yang terbaik untuk putramu dan kebetulan mirip dengan mendiang suamimu,” “Akui saja kau bahkan putramu mulai memanfaatkan tampangnya untuk mengobati rasa rindu kalian pada Nadhif, bukan? Jika kau teruskan ini, mungkin akan ada yang terluka, Nadina. Entah kau, putramu, atau Rayyan!” papar Sadewa panjang lebar. Tak ingi
Read more
172. Lawan Bicara
“Jika itu kamu, mungkin itu yang akan kamu lakukan. Tapi masalahnya aku bukan kamu, Mas. Aku tidak akan lari dari apa yang sudah terjadi. Hidupku di sini. Meskipun haru mati berulang kali karena kerinduanku padanya,” sergah Nadina. “Kau benar-benar sangat mencintainya, Nadina. Aku jadi ingat bagaimana kau menangis padaku karena pernikahanmu ini, kau ingin pergi dari sini apapun caranya. Dan sekarang, kau ingin tetap di sini apapun caranya?” sindir Sadewa sembari terkekeh kecil. “Ya, semuanya sudah berubah. Dan aku sadar aku sangat bodoh karena menyia-nyiakan semuanya yang telah Mas Nadhif berikan untuk terus berusaha lari dari sini,” sahut Nadina. Sadewa menurunkan cangkir teh di tangannya lalu meletakkannya di meja. Pemuda itu tampak menyandarkan sebagian punggungnya lalu menghela napas cukup jelas. “Dimana, Nadhin? Kudengar dia memiliki mata yang sama dengan Nadhif. Aku belum pernah bertemu dengannya. Bisakah aku bertemu dengannya?” Sadewa tampak menyebar pandangan ke sekitar ru
Read more
173. Mengulang Masa Lalu
Nadina tampak melirik Ali dan Aminah sebelum mengeluarkan jawaban atas permintaan Sadewa yang baru saja pemuda itu lontarkan padanya. “Antarkan dia ke kamar mandi tamu, Nadina.” Ali menginterupsi dan seketika membuat Nadina tersadar dan mengangguk setuju pelan. “Mari mas biar Nadina antar.” Nadina langsung melenggang pergi tanpa menatap wajah sang lawan bicara. “Terima kasih, Abi, Umi! Sadewa permisi dulu!” pekik Sadewa lalu mengekor di belakang Nadina. Nadina perlahan melambatkan langkah kakinya laku berhenti seketika . Sadewa pun sontak menghentikan langkahnya mengikuti Nadina. Wanita itu berbalik lalu menatap pemuda di hadapannya. “Maaf jika harus mengatakan ini, Mas Dewa. Tapi ini yang Nadina rasakan sejak kedatangan mas kembali,” ujar Nadina tanpa aba-aba. Wajah Sadewa berubah serius. Tak pemuda itu sangka jika wanita di depannya akan mengatakan hal yang tampak serius saat itu juga. “Ada apa, Nadina? Ada yang salah?” “Entahlah, mungkin iya, mungkin juga tidak. Tapi maaf,
Read more
174. Manfaat Tampang
Pekikkan yang diucapkan Sadewa beberapa saat lalu saat keduanya hendak saling berpisah terus terngiang di kepala Nadina. Nada yang pemuda itu ambil bahkan memiliki rasa yang sama dengan saat ia memaksa Nadina di salah satu penginapan hari itu. Nadina terus melamun sementara Nadhin terlihat berkeliaran sambil berlari di ruang tamu sembari memegang bola plastik seukuran tangannya. Suara tawa dan lari Nadhin seolah tak dapat masuk ke telinga Nadina. Wanita itu masih saja dengan lamunannya sendiri. “Aba!!” pekik Nadhin kencang langsung membuat Nadina memecahkan lamunannya. Dilihatnya sang putri kini telah berada dalam gendongan Rayyan dan tengah asik terkekeh satu sama lain. Nadina segera bangkit dari duduknya di karpet itu dan berlari menuju pintu masuk dalem. “Astagfirullah! Maaf, Ray! Aku tidak tahu kalau Nadhin akan begini lagi!” Nadina memandang cemas wajah Rayyan dan hendak mengambil alih putrinya itu. “Nadhin mau tidur diantar Aba!! Ayo ke kamar, Aba! Ayook!” pekik Nadhin seol
Read more
175. Kebenaran Masa Lalu
Hari berganti hari, meskipun dari pertanyaan yang ia ajukan pada Nadina tak memberinya jawaban sama sekali, tapi setidaknya ia kini tahu bahwa Nadina hendak sedikit menghindar dari pemuda itu. Dan dengan rasa penasaran yang sama, akhirnya ia menerima ajakan makan siang yang baru saja Sadewa kirimkan melalui pesan singkat. [Jika makan siang anda luang, bisakah kita bertemu? Ada beberapa hal penting yang ingin kukatakan!] Begitulah kiranya pesan yang Sadewa kirimkan untuk Rayyan. Dan untungnya, jam mengajar Rayyan telah berakhir pada pukul 11 siang. Jadilah istirahat makan siang ini ia bisa sedikit longgar meskipun tetap harus kembali ke sekolah lagi nanti. Rayyan duduk menghadap sebuah kursi kosong dengan ponsel yang ia geletakkan di meja. Ia terus memeriksa sekitar takut jika ia dan Sadewa sama-sama menunggu. Namun matanya kini melihat Sadewa memasuki salah satu rumah makan itu. “Sadewa!” pekik Rayyan langsung melambaikan tangan saat Sadewa menoleh ke arahnya. Pemuda itu berjal
Read more
176. Mengambil Kembali
Rayyan tampak amat terkejut dengan semua yabg Sadewa tuturkan. Ia bahkan merasa amat bingung mengapa pemuda di hadapannya itu dengan santai menceritakan semua buruknya padanya. Bahkan sebelum ia bisa mencerna seutuhnya cerita yang diberikan pemuda itu ia langsung diberikan satu fakta bahwa Sadewa masih menginginkan Nadina dan itulah alasan pemuda itu kembali setelah sekian lama. “Jadi alasanmu kembali adalah...,” ujar Rayyan menggantung. “Tepat! Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk membuat Nadian kembali mencintaiku. Bertahun-tahun aku sendiri hanya untuk meratapi kisahku yang rumpang. Sekarang aku kembali untuknya. Jadi apa kau tahu kenapa aku menceritakan semua ini kepadamu? Orang asing?” sindir Sadewa menatap Rayyan ketus. Rayyan mengerutkan dahinya. “Apa kau menganggapku sainganmu saat ini?” celetuk Rayyan. “Aku tak menyebutnya begitu, Rayyan. Tapi kau bisa menganggapnya begitu. Kemunculanmu pun membuat Nadina terus mengingat Nadhif. Aku harap kau tahu bagaimana mesti bers
Read more
177. Menjaga Jarak
Dengan penuh rasa tak enak hati, canggung bercampur ragu, akhirnya Rayyan dapat menuntaskan apa yang ingin ia katakan. Ia menjelaskan semua yang ia dengar dari pemuda bernama Sadewa itu. Sementara ia terus memaparkan, Ali pun tampak terus mendengarkan seolah semua ini tak begitu mengejutkan untuknya. Pria paruh baya itu terus tampak mengangguk menyimak apa yang Rayyan tuturkan. Ali meregangkan tubuhnya begitu Rayyan selesai dengan ceritanya. Pria paruh baya itu sejenak meraih teh yang ada di meja dan menyeruputnya sedikit. Tarikan napas yang diambil Ali tampak lebih kencang dan berat. Rayyan yang menunggu pria paruh baya di hadapannya itu memberikan komentar tampak terus menerus menelan salivanya khawatir. “Apa yang kamu dengar dari Sadewa memanglah benar, Nak Rayyan. Semua itu pernah menimpa pernikahan putra dan menantu kami. Tapi atas izin Allah, semua bisa kembali dengan baik. Nadina dan Nadhif telah hidup bahagia bersama dengan putra dan kandungan Nadina saat itu.” “Umi sempa
Read more
178. Insiden
Tak ingin berurusan di tempat itu, Sadewa segera berjalan kembali ke mobilnya tanpa menghampiri Rayyan apalagi menyapa pemuda itu. Rayyan menghela napas. Sedikit lega kiranya karena Nadina berhasil menyingkir dari pemuda itu dan tak ada pertikaian berarti di sekolahnya. “Lihatlah, Nadhif. Belum selesai istrimu dengan semua kenangan yang kau tinggalkan, ia harus berjuang dari masa lalu gelapnya sendirian. Bukankah ini tidak adil untuknya menjalani kisah ini sendirian?” gumam Rayyan. Rayyan berjalan ke arah kantornya, beberapa guru muda mulai menggodanya padahal tak biasanya mereka berlaku demikian. Rayyan mengerutkan dahi sembari tersenyum palsu saat terus berjalan ke arah mejanya. Sampai matanya menangkap sesuatu asing yang ada di mejanya. Sebuah buket bunga dengan sebuah mentai lengkap bersama tulisan yang dapat jelas terbaca. “Im so sorry, Babe!” Begitulah kiranya isi pesan pada mentai yang ada di meja kerja Rayyan. Rahang Rayyan mengeras. Ia meneguk salivanya kasar lalu mera
Read more
179. Obat
“Ah, astagfirullah! Maaf Rayyan, Adnan benar-benar menyita perhatianku! Terima kasih, aku bisa sendiri!” ujar Nadina lalu menerima sodoran kotak obat itu. Nadina duduk di kursi tunggu sembari membuka kotak itu perlahan. Diambilnya salah satu cairan pembersih luka dan di tuangkannya dengan sulit karena tangannya yang terluka mulai terasa kaku. Rayyan mengamati Nadina, ia ragu haruskah ia kembali menawarkan bantuan? Tapi ia khawatir juga tawarannya akan terkesan sebagai pemaksaan. Karenanyalah ia terus mengamati wanita itu untuk meyakinkan apa yang perlu ia lakukan. Hingga sampai di detik botol itu tampak hendak terjatuh karena posisi tangan Nadina yang di tak pas. Rayyan segera mendekat lalu menangkap botoo pembersih luka itu sebelum mendarat dan menumpahkan segalanya. “Aku akan membantumu, Nadina!” putus Rayyan lalu duduk di sebelah Nadina sembari meraih kapas dari kotak obat. “Maafkan aku, Rayyan. Aku nyaris menumpahkan semua isinya. Aku akan menggantinya nanti.” Nadian memandan
Read more
180. Urusan Baru
“Berhenti melantur, Regina! Hentikan ocehanmu itu atau aku yang akan membuatmu bungkam!” sergah Rayyan ketus. Pemuda itu benar-benar tampak telah lelah menghadapi wanita di depannya yang sekarang malah menuduhnya macam-macam. “Jawab dulu pertanyaanku, siapa wanita berhijab dan seorang anak laki-laki itu? Dia selingkuhanmu?” sergah Regina. Rayyan menghela napasnya sembari sebentar mengalihkan pandangan sebelum akhirnya kembali menatap Regina dengan mata nyalangnya yang tajam. “Dia muridku serta ibunya. Kenapa kau sibuk denganku, Regina?! Sudah kubilang berhenti mengekoriku! Kenapa kau terus ngotot, hah?! Aku tak akan kembali denganmu!” pekik Rayyan. “Murid dan ibunya? Apa kau yakin, Ray? Karena aku melihat tatapan lain di matamu!” “Apa?! Apa yang kau ligat, heh?!” Rayyan memajukan tubuhnya. Regina terus mundur bahkan hingga tubuhnya terantuk dinding dan tak lagi bisa mundur. “Kenapa diam? Katakan! Katakan apa yang kau lihat di mataku, Regina!!” bentak Rayyan lagi sembari memukul
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
23
DMCA.com Protection Status