Semua Bab Panglima Kuno Terjebak di Tubuh CEO: Bab 241 - Bab 250
373 Bab
241 - Aku Tak Punya Apartemen, Aku Punya Gedungnya!
“Sini, Nik! Ke sini saja agar obrolan kita tidak mengganggu kakakmu,” panggil Juna ke Anika secara provokatif seakan tidak memandang mantan kakak ipar Anika.“Mbak? Aku ke sana, yah!” Anika juga sudah jengah dengan Edi, maka itu dia ingin ke sisi Juna secepatnya.Selain itu, Anika juga kecewa dengan mantan kakak iparnya yang secara sembarangan memperkenalkan dia ke lelaki lain tanpa bertanya dulu kepadanya.“Hgh, ya sudah, sana ke temanmu!” Sepertinya mantan kakak ipar Anika sudah menyerah dan membiarkan saja daripada berlama-lama jadi tontonan orang di sana.Ada senyum halus nan tipis dari bibir Anika mendengar persetujuan mantan kakak iparnya. Dia bergegas ke sebelah Juna karena pria pujaannya yang menepuk kursi sebelah, mengisyaratkan dia harus duduk di sana.“Nik.” Juna menyapa sambil memulaskan senyuman di wajah gantengnya.“Iya, Mas.” Mata Anika berbinar senang meski sikapnya
Baca selengkapnya
242 - Balada Escargot
“Masih tinggal dengan orang tuamu?” Wajah Edi seketika penuh akan cemoohan ke Juna. “Memangnya kau ini umur berapa masih semanja itu? Berlindung terus di bawah ketiak orang tua!”Edi merasa memiliki amunisi baru untuk menjatuhkan Juna di depan Anika.“Umurku hampir 30 tahun. Saat ini orang tuaku masih membutuhkan aku, makanya aku mau tak mau, tetap tinggal bersama mereka.” Juna tetap tenang menjawab Edi.Di meja samping, terlihat tatapan jijik dari mantan kakak ipar Anika.“Sepertinya kamu tidak malu setua itu masih tinggal dengan orang tua.” Celaan juga didapatkan Juna dari mantan kakak ipar Anika.Bahkan, suaranya sengaja dikeraskan agar pengunjung lain bisa mendengar. Terbukti dengan beberapa dari mereka mulai menoleh ke Juna yang sedang jadi pusat pembicaraan.Anika sudah ingin bicara membela Juna, tapi tangannya disentuh ringan oleh Juna, menandakan untuk tidak bicara.“Nanti kalau memang aku sudah mendapatkan wanita yang aku cintai, aku pasti akan beli berapa pun apartemen yang
Baca selengkapnya
243 - Lebih Baik Kabur!
“Tak mau … pokoknya aku tak mau. Sekarang aku tak mau siput, tak suka siput!” Anika tak peduli dan terus saja mengucapkannya sambil menggeleng putus asa seraya menatap mantan kakak iparnya.“Iya sudah, tak apa kalau tak mau. Tak akan ada yang memaksamu, kok.” Juna menanggapi sambil tersenyum.Ucapan Juna mengisyaratkan agar Edi tahu diri dan tak perlu menyodorkan siput tadi, sehebat dan semewah apa pun olahan itu.“Aku … benar-benar tidak bisa makan yang seperti itu, Mas.” Wajah Anika malah berubah pucat dan memegangi baju Juna.Dari sini saja sudah terlihat dengan jelas betapa Anika jijik pada siput dan sejenisnya.“Maaf, aku benar-benar minta maaf.” Anika bicara ke Edi yang wajahnya mencelos karena kecewa.Padahal Edi sengaja memesan makanan paling mahal di restoran itu untuk menunjukkan kastanya. Tapi justru bumerang untuk dirinya.“Um, ya sudah, mau bagaimana lagi?” Edi canggung menarik tangannya kembali.“Sudah, sudah, ayo makan saja yang ada di piringmu, tak usah menggubris lain
Baca selengkapnya
244 - Bujukan Paling Ultimate
“Hm? Orang pembawa sial? Pembawa maut atau bencana? Semacam orang terkutuk?” Nyai Wungu mengeluarkan suara manusia sambil memiringkan kepalanya yang lumayan pipih untuk berpikir.Juna dan Anika sama-sama menunggu jawaban Nyai Wungu.“Setahu hamba memang ada orang seperti itu, tapi karena dia seorang pendosa besar yang tidak direstui semesta, makanya dia akan membawa banyak bencana ke mana pun dia pergi.” Nyai Wungu mengungkap apa yang dia ketahui.Juna dan Anika saling berpandangan satu sama lain usai mendengar jawaban Nyai Wungu.“Nah, Nik, sudah dengar sendiri dari Nyai Wungu, ‘kan? Dia ini termasuk jin tua dan tentu sudah banyak mengetahui rahasia alam ini.” Juna lega karena dari jawaban Nyai Wungu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Anika memandangi Juna tanpa tahu harus berkata apa mengenai itu.“Aku percaya dan yakin, kamu bukan pendosa besar sampai harus ditolak semesta, Nik.” Juna melanjutkan. “Maka dari itu, tidak perlu lagi merasa dirimu ini pembawa bencana.”Meski sudah di
Baca selengkapnya
245 - Anika Kerasukan
Menggunakan energi supernaturalnya, Juna menghubungi Nyai Wungu. ‘Tolong lindungi Nik, Nyai! Aku melihat energi tak baik mengarah ke rumah Nik!’‘Siap, Tuanku!’ Nyai Wungu melesat cepat dari kediaman Hartono dan langsung tiba di rumah Anika.Motor Juna meraung di jalan dan ketika dia sampai di halaman rumah Anika, dia langsung melompat dari motor, tak peduli apakah motor sudah di standart atau belum.Brakk!Motor oleng dan jatuh, tapi Juna tidak menggubris. “Nik!”Ketika dia masuk ke dalam rumah Anika, sudah ada beberapa pekerja perempuan yang memegangi Anika yang memberontak.“Aarrghh! Lepas! Lepaskan aku, tolol!” seru Anika dengan suara menggeram parau dan mata melotot ke para pekerja yang memeganginya.“Buk, jangan begini, Buk!”“Pak Juna, tolong ibu, Pak!”Pekerja-pekerja itu memohon ke Juna begitu Juna masuk ke rumah utama.“Sial! D
Baca selengkapnya
246 - Mudah, Instan, dan Menyenangkan
“Hmmhh ….” Terdengar suara dari mulut Anika, dia mulai tersadar.Juna bergegas mengalihkan perhatian ke Anika. “Sayang? Nik? Nik Sayang, bangun,” ucapnya sambil mengusap lembut pipi Anika.Mata Anika perlahan-lahan terbuka dan mendapati sosok pria terkasihnya.“Mas!” Anika bersuara dengan lemah. Matanya mulai berkaca-kaca. “Mas ….”Setelah itu, Juna mendekap Anika dan wanita itu menumpahkan tangisnya di dada Juna.“Aku takut sekali, Mas! Tadi tiba-tiba ada sosok mengerikan muncul di depanku dan langsung masuk ke aku, membuat aku linglung, dan mendadak saja aku berada di ruangan gelap tanpa sisi. Mas, aku takut berpisah darimu, hu hu hu ….” Anika meluapkan apa yang menyesaki perasaannya.“Sudah, sudah tak apa-apa, kok! Sudah aman. Ada Mas di sini, kamu pasti aman-aman saja.” Juna mengelus sayang kepala Anika.“Aku … aku pikir aku tamat dan tidak bisa lagi melihat kamu, Mas. Aku takut sekali, hiks! Hu hu hu ….” Anika tidak lagi menahan hatinya mengatakan apa yang ingin dia katakan.Rasa
Baca selengkapnya
247 - Say Yes!
“Bagaimana, Nik? Masih tertarik?” Juna sambil tersenyum menanyakannya.Ada tampilan dilema di wajah Anika ketika mendengar penuturan Juna yang dia rasa sangat tak terduga.“Nik, kamu dulunya tidak pernah mempelajari penempaan cakra atau kanuragan. Kemudian kita sempat menikah walau sebentar. Mungkin saat itulah energi supernaturalku tersalur masuk ke dirimu meski sedikit, makanya terkadang kamu bisa melihat makhluk astral meski tidak begitu jelas, ‘kan?” Juna memiliki asumsi ini.Atas asumsi Juna, Anika mengangguk pelan. Bisa jadi demikian seperti yang dikatakan Juna.“Benarkah harus melalui … hubungan intim?” Anika masih bimbang. Itu tidak bisa disembunyikan dari ekspresi wajah dan nada suaranya.“Kalau kamu ragu, lebih baik jangan. Aku tak mau dianggap seperti dukun cabul yang mengobati pasien dengan syarat hubungan intim, ha ha ha! Yah, walaupun ada banyak sekali dukun abal-abal yang berkedok sakti dan memberi syarat itu ke pasiennya, padahal dia tak punya ilmu apa-apa, hanya seked
Baca selengkapnya
248 - Tangisan Aneh Rafa
Hartono semakin kaget dengan kalimat yang disampaikan Juna. Apalagi ketika melirik istrinya sedang menatapnya dengan pandangan tercengang. “J—Jun! Jangan ngawur kamu kalau menuduh Papa!” Hartono tak bisa membiarkan istrinya mengetahui ulah jahat dia, apalagi berkaitan dengan dukun. Dahi Juna mengerut ketika matanya ikut memicing memandang ayah mertuanya. 'Masih bisa menyangkal, heh? Sungguh orang tua luar biasa! Pantas saja anaknya seperti itu.' Juna tidak bisa luput dari membatin demikian. "Saya bisa memberikan bukti atau mendatangkan dukun yang Anda pakai ke sini kalau memang Anda tidak bersedia mengakuinya." Rasa hormat dan segan dia pada Hartono sudah luntur akibat ulah Hartono sendiri. Kalau Hartono sejak dulu selalu teguh dalam cinta dan pernikahannya, mungkin Juna masih ada segan karena mencintai Anika ketika sudah menikahi putrinya Hartono.  Masalahnya, Hartono lebih tak tahu malu dengan memacari lalu menikahi sekretarisnya tanpa
Baca selengkapnya
249 - Syarat untuk Hartono
Mata Wenti terbelalak heran, “Ra—Rafa bilang begitu? Rafa?”Dia seakan tak percaya bocah yang masih belum bisa bicara itu malah dikatakan memberitahu Juna mengenai bagaimana menyembuhkan Hartono.“Mungkin Mama tidak akan percaya ini, tapi Ma … Rafa punya energi supernatural.” Juna tidak bisa menutupinya lagi lebih lama.Apalagi, Wenti sebagai orang tua Rafa, berhak mengetahuinya.Usai mendengar ucapan Juna, Wenti memicingkan mata dan bertanya, “Rafa punya apa, Jun? Energi supernatural?”Juna mengangguk. Pastinya berat bagi orang tua di era modern ini menerima kenyataan putra mereka memiliki energi yang di luar nalar manusia pada umumnya.“Iya, Ma. Dia punya itu. Aku bisa merasakannya dan meyakini itu 100 persen.” Juna menebalkan opininya.Sebenarnya ini juga kesalahannya yang sudah memberikan energi murni dia ketika Rafa masih bayi merah.‘Kemungkinan energi murni aku yang di Rafa sudah berevolusi menjadi energi cakra dan membangkitkan mata ketiga dia sehingga tercipta energi supernat
Baca selengkapnya
250 - Menghadirkan Anika
“Maaf, Anda sekalian bisa keluar dulu karena kami sedang menangani pasien.” Salah satu perawat berbicara ke Wenti. Mereka baru selesai membersihkan darah Hartono di lantai dan bajunya.Namun, Juna segera mengambil alih dengan memberikan tatapan hypnosis kepada dua perawat tersebut.Tak sampai lama, kedua perawat mendadak diam dan keluar tanpa banyak bicara lagi, meninggalkan Hartono bersama keluarganya.“Papa minta maaf.” Rafa bicara lagi setelah kedua perawat pergi.Mana mungkin Hartono tidak terkejut menyaksikan putra mereka bisa bicara fasih layaknya orang dewasa?“Ra—Rafa?” Wenti menatap anaknya dengan takjub.Meskipun suara Rafa masih khas seperti suara anak kecil pada umumnya tapi artikulasinya sangat jelas. Alhasil, bocah yang baru selesai menumbuhkan deretan gigi depan itu justru terlihat lucu menggemaskan ketika bicara.“Rafa kenapa … kok bicara begitu?” Hartono masih syok akan tingkah putranya.Wenti segera menoleh ke Juna. “Ini … Rafa sungguhan menyuruh papanya untuk minta
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2324252627
...
38
DMCA.com Protection Status