All Chapters of Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar : Chapter 71 - Chapter 80
105 Chapters
Bab 71
PoV RasyidBinar bahagia yang terpancar dari wajah anak laki-laki itu menjadi obat galau hatiku. Uang lima puluh ribu yang kuberikan sudah mampu menyalakan binar diwajahnya yang sendu. Kubawa gorengan yang kubeli itu menuju masjid rumah sakit yang tak jauh dari tempatku duduk. Kubagikan pada pengunjung masjid yang hendak melaksanakan salat dhuhur. Biarlah makanan itu menjadi sedekah dariku untuk mereka yang hendak melaksanakan ibadah.Dalam sujud, aku meraung memohon ampunan. Betapa diriku ini penuh sekali dengan salah dan dosa. Kuserahkan diriku pada Sang Pemilik Kehidupan ini, tak lupa juga aku serahkan istriku yang sedang kesakitan pada Allah. Aku hanya memohon petunjuk untuk melalui hari-hari yang kulalui ini agar selalu dalam lindungannya.Usai salat kulihat ada panggilan tak terjawab dari perawat. Sebelum pergi aku sengaja menitipkan Aisyah pada perawat jaga barangkali ada sesuatu bisa segera menghubungiku.Tak menghubunginya balik, aku bergegas ke ruang ICU untuk menemui istri
Read more
Bab 72
PoV Rasyid"Aisyah!" pekikku kencang saat melihat Aisyah jatuh tersungkur. "Mbak! Jangan main tangan!" Paklik berteriak kencang.Dengan cepat kuraih badan Aisyah yang sudah tak sadarkan diri itu dan kuletakkan di atas kursi panjang yang ditempati ibu. Kutepuk pipinya agar ia segera bangun.Sekilas kulirik ibu tampak kaget dengan apa yang dia lakukan. Ia tidak menyangka jika satu hentakan dari tangannya sudah mampu membuat tubuh Aisyah yang lemah jatuh tersungkur."Ibu tidak bermaksud membuatnya jatuh begitu," lirih ibu. Ia tampak merasa bersalah dengan sikapnya yang kurasa tidak ada kesengajaan di dalamnya. "Rasyid tahu. Sayangnya tubuhnya terlalu lemah untuk mendapatkan hentakan dari tangan kita yang sehat. Baru saja kembali dari rumah sakit, bukannya pulang tapi Aisyah ingin segera bertemu ibu untuk meminta maaf. Tapi ibu malah memberinya syarat yang menurut Rasyid terlalu berat untuk dilakukan." Aku mencoba protes pada ibu. Marah boleh saja, tapi syarat yang diberikan menurutku t
Read more
Bab 73
"Amiinn," jawab Aisyah mantap.Dalam perjalanan, Aisyah kembali terdiam. Jarinya sibuk menekan tombol yang ada pada tasbih digital yang melingkar di jarinya. Aku tersenyum menatapnya."Kenapa, Mas?""Ngga apa-apa. Sekarang rajin dzikir, alhamdulilah. Mas senang melihatnya.""Iya. Apalagi yang bisa kulakukan selain berzikir untuk meringankan dosa-dosaku? Semoga Allah berkenan menerima dzikirku yang terlambat ini.""Insya Allah. Pasti diterima selama kita tulus memperbaiki diri.""Semoga saja. Kita mampir di masjid ya, Mas? Sudah masuk jamnya salat ashar.""Kamu kuat?" tanyaku tak setuju. Sebab untuk jalan saja aku masih harus membantunya."Kuat, Mas. Jangan khawatir. Aku baik-baik saja."Senyum di wajah Aisyah itu membuatku tak sanggup menolak permintaannya."Baiklah. Sekalian kamu istirahat ya? Badanmu butuh bersantai."Aisyah mengangguk.Kami tiba di masjid saat adzan masih berkumandang. Segera kami bersiap untuk melaksanakan salat berjamaah. Mumpung masih banyak waktu untuk salat sun
Read more
Bab 74
Aku duduk termenung sambil memandangi jalanan saat mobil Mas Hamid membawa kami menuju rumah sakit tempat Aisyah dirawat.Malas sebenarnya bertemu dengan perempuan itu, tapi mau bagaimana lagi. Kondisi mental dan fisik yang masih sehat membuatku sungguh bersyukur karena telah berhasil melalui ujian ini dengan baik. Tidak demikian dengan Aisyah yang tidak sehat secara fisik, tapi juga secara batin.Bukankah jaman sekarang penyakit tidak hanya dipicu dari gaya hidup dan pola makan saja? Tetapi beban pikiran juga mempengaruhi semuanya. Sayangnya tidak banyak orang yang mampu mengelola pikirannya dengan baik."Sayang," panggil Mas Hamid lembut. Tangannya mengusap tanganku yang kuletakkan di atas pangkuanku.Panggilan itu, menciptakan debar dalam dadaku setelah sekian lama terkungkung dalam nestapa. Panggilan itu, seperti air ditengah musim kemarau yang menyegarkan. Ah sudah lama sekali rupanya aku tidak mendapatkan kasih sayang dari pasangan. Norak? Biarlah, anggaplah ini puber kedua.Aku
Read more
Bab 75
PoV RasyidKutatap makam yang basah dan penuh akan bunga itu dengan hati nelangsa. Wangi semerbaknya membuatku mau tak mau percaya bahwa istriku yang selama ini menahan sakit telah pergi meninggalkanku. Dia sudah bahagia di sisi Allah. Dia tidak lagi merasakan sakit dalam dirinya yang selama ini membuatnya tersiksa.Aku menunduk, merasai kehilangan yang baru kurasakan begitu dalam setelah melihat tubuhnya tertindih tanah. Bagaimana pun awalnya hubungan kami, dia tetap wanita yang diizinkan Allah untuk hidup bersamaku walaupun hanya sebentar saja.Aisyah, wanita yang sebenarnya baik tapi karena kecerobohanku membuat dirinya dianggap buruk oleh orang-orang disekitar termasuk ibu dan Anita. Pernikahan kami terjadi karena aku yang menolak meminta izin Anita, mengabaikan perintah Aisyah untuk membicarakan ini baik-baik sebelum memulai mahligai yang baru, hingga akhirnya label pelakor melekat dalam diri Aisyah.Betapa berdosanya aku pada Aisyah dan Anita. Dua wanita baik yang Allah hadirka
Read more
Bab 76
PoV RasyidDua hari telah berlalu, tenggang waktu yang diberikan oleh rentenir itu telah habis, tapi aku tidak kunjung dapatkan uangnya. Kepalaku rasanya mau pecah memikirkan hal ini. Kemana aku harus cari uang?Terdengar suara ketukan pintu di rumah. Baru saja aku ingin bersiap tapi sudah ada yang datang ke rumah.Urung mengganti pakaian, aku segera keluar kamar. Aku terkejut saat mendapati seseorang dibalik pintu yang baru saja kubuka. Rentenir itu datang dengan pongahnya. Senyum licik yang terkembang di bibirnya membuatku mati kutu."Pagi Mas Rasyid," sapanya dengan raut yang membuatku ingin meninjunya. Masih pagi tapi sudah ada di rumah orang."Pagi, Pak. Saya belum dapatkan uangnya." Aku menjawab dengan setengah gugup."Bukan urusan saya. Tugas saya hanya menagih bunga dari pinjaman yang sudah saya berikan.""Beri saya waktu satu hari lagi, Pak. Saya janji akan membayarnya besok. Saya mohon, Pak. Saya habis kesusahan, kondisi ekonomi saya belum pulih, saya masih tertatih untuk b
Read more
Bab 77
"Alhamdulillah, Pak Rasyid datang juga," ujar Mas Hamid sambil mengulurkan tangan pada Mas Rasyid. Senyum yang lebar di wajahnya menunjukkan bahwa tidak ada perasaan marah atau kesal pada mantan suamiku yang datang bersama ibunya itu."Alhamdulillah, Pak. Saya rindu anak-anak," balas Mas Rasyid. Ia mengitari pandangan ke seluruh ruangan, tidak tampak dalam matanya anak-anak yang ia cari.Benar saja. Anak-anak sedang berada di dalam ruangan keluarga. Ada banyak keponakan yang sedang berkumpul dan saling berkenalan dengan Naila. "Oh iya, anak-anak ada di ruangan sana. Silahkan." Mas Hamid menunjuk sebuah ruangan dekat dengan pelaminan, tempat Nata dan Naila berada. "Saya ke anak-anak sebentar ya, Bu?" pamit Mas Rasyid pada ibu.Setelah ibu mengangguk, Mas Rasyid pergi meninggalkan kami berdua bersama Mas Hamid."Selamat ya, Nak," ujar ibu setelah Mas Rasyid berpamitan menuju ruangan yang ditunjuk Mas Hamid. Aku memeluk ibu, yang sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri. Kegagalan rumah ta
Read more
Bab 78
PoV Rasyid Aku melihat sebuah pemandangan yang membuat hatiku kebat-kebit. Senyum malu-malu yang keluar dari bibir Anita untuk suaminya membuatku kembali memutar kenangan masa lalu.Senyum yang sama saat kami baru saja melangsungkan resepsi pernikahan di kediamanku. Anita yang malu-malu membuatku gemas dan tak sabar untuk menyentuh sekujur tubuhnya yang menggoda.Ah sayangnya itu hanya masa lalu. Dia hanya menjadi mantan sekarang. Bukan lagi menjadi bidadari yang kuharapkan akan menemaniku hingga ujung napas. Dan semua ini terjadi karena ulahku. Ya, aku yang salah. Seharusnya aku mampu mendidik dan membahagiakannya, bukan malah menyakiti hatinya dengan sedemikian rupa."Sudah pamitan, Syid?" suara ibu membuatku berjingkat. Aku yang sejak tadi berdiri di depan pintu karena tak mau mengganggu sepasang suami istri yang sedang berbahagia itu terpaksa membuka suara."Belum, Bu." Aku menatap ibu dengan pandangan yang serba salah. Sekilas aku melirik mereka yang sedang berada di dalam ruang
Read more
Bab 79
PoV RasyidKuusap wajahku yang basah oleh air mata, aku tidak bisa terus meratapi penyesalan. Banyak hal yang harus diselesaikan setelah ini.Kupacu mobilku menuju rumah Pak Marto. Aku harus segera membayar bunga dari pinjaman yang kuminta. Sebaiknya kuberikan saja uang yang kupegang untuk melunasi sebagian hutang agar aku tidak terbebani dengan besarnya bunga pinjaman."Ini saya suka," ujar Pak Marto dengan senyum yang terkembang di bibirnya. Ia memegang gepokan uang yang baru saja kuletakkan di atas meja tempatnya biasa melayani pelanggan yang datang."Jangan lagi datang ke rumah untuk menagih bunga, apalagi menagih sisa uangnya. Karena saya akan datang untuk membayarnya jika sudah mendapatkan lagi uang itu." Aku berucap dengan tegas dan jelas."Baiklah, ini cukup untuk tenggang waktu enam bulan ke depan. Setelah itu jangan lagi terlambat." Seringai senyum licik mengakhirinya ucapan laki-laki yang sedang memegang uang itu. Berulang kali ia menciumi lembaran kertas yang baru saja kul
Read more
Bab 80
Mataku mengerjap, mencari kesadaran yang semula pergi entah kemana. Aroma obat yang menguar membuat hidungku terusik, ditambah dengan suara berisik yang membuatku terganggu. Kurasakan nyeri di punggung tanganku ketika mencoba bergerak. Aku makin membuka mata, rupanya terdapat jarum infus yang sudah duduk manis di atas tanganku itu."Bapak sudah sadar?" tanya seorang perawat yang langsung datang ketika mataku bergerak."Saya kenapa ini? Aduh ... kaki saya," keluhku saat aku hendak mengubah posisi kakiku. Ada rasa nyeri yang merambat ke sekujur tubuh ketika aku mencoba untuk bergerak."Bapak mengalami kecelakaan. Kakinya retak, jadi kami pasang gypsum." Mendengar penjelasan perawat, aku memejam sejenak. Mengulang kembali kejadian sebelum aku kehilangan kesadaran.Naila, ya, bayangan wajah Naila yang akan kubelikan oleh-oleh membuatku tak fokus akan kondisi jalan raya yang lumayan padat. Kebahagiaan yang kurasakan membuatku tak sabar untuk bisa segera kembali ke rumah. Akan tetapi bukan
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status