All Chapters of Ayah Untuk Anakku: Chapter 81 - Chapter 90
123 Chapters
80. Rania manja
"Aku akan menunggu diluar," ucap Renan, mencoba melepaskan tangan Rania yang menggantung di lengannya. Bukan apa-apa, itu supaya Rania nyaman saja. Nyatanya, tidak bagi Rania. "Kau sudah janji akan menungguku," elak Rania cepat. Mempererat cengkramannya di lengan Rania, mata kecilnya memandang Renan penuh harap, agar laki-laki itu mengerti dan menuruti permintaanya. Akhirnya, Renan menahan senyumnya, wanita ini sangat bucin sekali, ya, sekarang. "Ya sudah," jawabnya dengan kembali berdiri lebih dekat dengan Rania yang duduk di atas brankar. Renan membantu Rania melepas bajunya agar lebih mudah diobati. Wanita itu sedikit kesusahan dan merasa semakin ngilu jika lengannya terlalu banyak bergerak. Luka tembaknya tidak dalam, hanya saja rasa sayatannya begitu menyakitkan untuk dirasakan. "Berbaring, ya, Bu," titah perawat yang membantu Rania berbaring di atas brankar. Renan pun ikut membantu dan menahan hati-hati punggung Rania untuk sampai ke atas kasur brankar tersebut. Perawat mu
Read more
81. Renan rindu Yogi
Abang!" "R-ren!" "Abang!" teriak Renan saat Yogi menutup kembali pintunya. Pria itu memilih menjauh dari sana dan belum siap bertemu dengan Renan. Hatinya kembali perih saat memandang Renan barusan, teringat mendiang ayahnya dan ibunya yang mati demi Renan. Belum lagi, dia di posisi membingungkan karena dia juga sangat menyayangi Renan sebagai adik angkatnya. "Abang!" panggil Renan lagi dengan nada yang nyaring, alhasil suaranya begitu menggema di koridor rumah sakit yang sedikit gelap karena pencahayaan yang remang. Laki-laki ini menyusul Yogi keluar dan berusaha menahan abangnya agar tidak pergi lagi. "Apa!" jawab Yogi ketus, sengaja. Berlagak tidak peduli pada adik angkatnya yang wajahnya terlihat seperti anak kecil yang sedang menahan tangis. Bibir merah ceri milik si bungsu bahkan mengerucut dan bergetar kecil menahan suara tangisan agar tidak pecah. Ia kembali menjadi sosok kecil yang bergantung pada Yogi, si tua sulung yang dingin namun perhatian. "A-abang... i-ini Enan,
Read more
82. Memaafkan
"Ren," ucap Hani saatmelihat putranya digendong oleh Yogi. Anak laki-laki itu terlihat lebih tenang bersamanya dan lebih bahagia. Jika dibandingkan dengan Raihan, mereka terlihat kurang akur. Sekarang, Hani tahu bahwa Dirta memang adalah sosok yang baik dan menyayangi anak-anak."Oh, Ibu." Renan pun langsung turun sendiri dari gendongan Yogi. Pria dingin itu berbalik juga dan menatap Hani dengan datar dan sesekali melirik ke arah Raihan. Ada rasa benci yang masih tertinggal lantaran mata masih melihat jelas bahwa orang-orang yang mengambil kehidupan kedua orang tuanya masih terlihat baik-baik saja. Hm, bukankah ini tidak adil untuk Yogi? Tapi, waktu juga tidak bisa diputar kembali seperti sediakala. "Rania dimana?" tanya Hani pada putra bungsunya. "Di dalam, Ibu," jawab Renan sambil mengedarkan arah pandangannya pada ruangan yang ditempati oleh Rania saat mengobati luka tadi. "Ibu ingin menemuinya," tutur Hani dengan sedikit gugup karena merasa tidak enak pada Yogi. Apalagi, laki-l
Read more
83. Cerai
"Ini surat cerai kita." Yogi mendorong sebuah amplop coklat ke arah Irene dengan perlahan. Sorot matanya jelas merasa bersalah pada sosok wanita yang sedari kecil hidup bersamanya. Mungkin, delapan tahun pernikahan bukanlah garis Tuhan yang membuat mereka untuk berjodoh. "Kau b-benar ingin bersama wanita ini?" tanya Irene dengan suara yang sedikit bergetar, dia juga melirik Jihan yang ada di sebelah suaminya. Gadis cantik dan tentu lebih muda dari Irene. "Irene, maaf ... a-aku tidak pantas untukmu," tutur Yogi. Jari jemarinya bergerak hendak menyentuh punggung tangan istrinya. Tes! Irene menjauhkan tangannya sebelum telapak tangan Yogi tiba lebih dulu. "D-dengan menyakitiku seperti ini?" Irene menghapus air matanya yang sedang turun. Kuku dari jari-jari lentiknya tidak sengaja menggores pinggiran matanya. Jujur, Yogi ingin memeluk wanita yang ada di depannya sekarang, menghapus air mata istrinya yang tidak bisa dikontrol lagi dan memberikan kecupan hangat sebagai penenang. "B-ba
Read more
84. Skenario takdir
"T-tapi ayah kalian jahat, Muma bahkan ditinggalkan sendiri. Dia tidak memiliki perasaan pada kita. K-kita hanya beban untuknya." Irene mengusap air mata sedih dengan punggung tangannya yang bening. "Mari hidup bersama Muma saja, tidak apa, Muma juga bisa menjadi ayah u-untuk kalian nanti." Lagi, air matanya mengalir semakin banyak. Seketika pundaknya semakin tertunduk dalam dan meluapkan tangisannya sambil meremat rumput yang ada di sekitar kakinya. Bahu wanita ini naik turun dan bergetar, tangisannya tidak terdengar jelas karena ia menyembunyikannya. Sebuah tangan mungil seperti jelly menyentuh pundak Irene. "M-ma-ma ... Mama." "Eoh-" jawab Irene sambil menoleh ke si pelaku. "Ma … ma," ucap jagoan kecil sambil menampilkan dua giginya yang sudah tumbuh sempurna di gusi atas. Seseorang menghampiri dengan perawakan tubuh super tegap dan sedikit kelelahan, terlihat dari dasinya yang melonggar dari kerah baju. "Po! Ayah cape ngejarin kamu tuh, gatal banget kakinya mentang-mentang ud
Read more
85. Kilas balik Vano
Flashback. "Buna, Ano mau yang ini duyu makannya," ucap Vano sambil jari telunjuknya yang mungil menunjuk ciki bergambar kartun pisang. Itu adalah snack dengan rasa pisang yang cocok dikonsumsi anak seusia Vano. "Sini, Handa bukakan jajannya." Bukan bunanya yang menjawab, melainkan handa Enannya yang merespon dan menengadahkan telapak tangannya ke hadapan Vano. Vano memberikan jajannya pada Renan dan tiba-tiba berlari meninggalkan buna dan handanya di bangku besi yang berada di dekat stadion olahraga yang ada di Jakarta. Mereka akan menyaksikan pertandingan bela diri yang diikuti oleh David sore ini. "Loh, katanya mau memakan jajannya, kok malah lari lagi. Ano jangan sampai lelah ya, nak," omel Rania melihat putranya berlarian ke arah kerumunan anak kecil sebayanya. Mungkin, Vano juga ingin bergabung bersama anak-anak tersebut dan bermain permainan yang seru. "Bertemu teman sebayanya sangat menyenangkan, biarkan saja," timpal Renan dan kembali meletakkan jajanan pisang tersebut k
Read more
86. Enci kesayangan
Setelah satu minggu berlalu sejak mereka pergi ke arena pertandingan David, Ranialah yang bersusah payang mengurus kelinci kesayangan Vano. hingga suatu musibah terjadi, hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. "K-kau dimana?" "Ada apa? Aku masih di kantor mengurus surat kepindahanku ke Bandung." "Ah, aku mengganggu, ya." Ingatan kecil itu akan selalu membekas di buku yang sudah kita tulis sebagai bagian dari takdir. Terima kasih sudah menjadi anak mawar paling bersinar di antara lainnya. "Tidak, katakan ada apa," balas Renan lagi di ujung telpon sana, dirinya sedang bersiap membereskan dokumen kepindahannya sore ini. Dia akan segera pindah dari pekerjaannya di Jakarta. "Encinya mati, Ano menangis dari tadi, aku ingin mengubur encinya, tapi dia menolak sambil memeluk erat encinya, Ren." Dari ucapannya, Rania sepertinya sangat khawatir, pasalnya jika si bungsu sudah menangis seperti itu pasti akan membuat tubuhnya sendiri menjadi down dan akan mengganggu kesehata
Read more
87. Masih kilas balik Vano
"Hikss ... t-tidak! Ano tidak mau, enci tidak boleh mati." Vano berusaha menyembunyikan kelincinya di dalam pelukannya. Tidak ada seorangpun yang bisa memisahkannya dari si enci, termasuk Handa Enan. "Encinya butuh istirahat yang panjang, Ano tidak boleh begitu ya, sayang. Ibunya sudah menunggu disana, dia tertahan karena Ano mengurung tubuhnya disini." Renan berjongkok sambil menyentuh punggung Ano, diusap pelan sebagai bentuk kasih sayang dan menenangkan si kecil. "H-handa ...." "Ano tega lihat ibunya yang sedang menangis disana karena anaknya ditahan oleh Ano disini?" Pertanyaan Renan membuat hati Vano tergerak, pikirannya bercabang-cabang dan memikirkan ibu kelinci yang menangis karena anaknya ditahan di dunia ini. "Handaaaaa …," rengeknya pada Renan, dia tidak mau kelinci pergi, tapi dia juga kasihan dengan ibu si kelinci. Apa yang harus Ano lakukan sekarang? Ano bingung. Renan tersenyum dan mulai menghapus jejak air mata Ano yang membasahi pipi gemoynya. Vano sungguh sangat
Read more
88. Kepergian Vano
Beberapa jam sebelum kepergian Vano."Uwaaaaa, yumah angkasa," ucap Vano yang telah dipindahkan ke kamar VIP. Anak laki-laki imut ini sedang berada dalam gendongan Handa Enannya. Renan memang telah menepati janji dengan mengabulkan keinginan Vano untuk memiliki rumah angkasa seperti miliknya di apartemen. "Ini adalah janji handa Hahan kan untuk membuat rumah angkasa untuk Ano, jadi handa Enan yang membantu handa Hahan membuatnya, sayang. Apa Ano sekarang senang, nak?" tanya Renan, tangan kekarnya memeluk erat tubuh mungil Ano dengan penuh kelembutan. Dia sayang pada anak laki-laki ini, walaupun bukan anak kandungnya. Lagipula, Ano juga lebih dekat dengan handa Enan dibandingkan dengan handa Hahan yang merupakan ayah biologisnya. Vano menganggukkan kepalanya dengan semangat membara, dia antusias dan bersyukur bisa merasakan memiliki kamar angkasa. "Ano tukaaaa!!" jawabnya dengan kegirangan. Akhirnya, rumah angkasa impian telah dikabulkan, andai saja dia bisa lebih lama berada di du
Read more
89. Selamat tinggal buna dan handa
Vano kecil menundukkan kepalanya pelan dan berdiam begitu saja saat mendengar penuturan dari bunanya. Sejujurnya, tubuhnya sangat lemah sekali, tapi ia ingin bermain bersama buna dan handa. Dia masih ingin bercanda ria ataupun bermain bersama kedua orang tuanya. Tuhan, apa tidak bisa kabulkan keinginan Vano untuk sembuh? "Kepalanya tertekuk? Handa dan Buna tentu seperti orang tua Tatan. Iya kan, Bun?" Raihan mendekat dan duduk disamping Rania. Dia berusaha membuat Vano percaya bahwa mereka adalah orang tua yang rukun. Tentunya, Rania pasti mengangguk sebagai persetujuan. "Sayang, jangan sedih .... Buna dan handa menyayangi Ano." Vano mengangkat kepalanya hati-hati dan menatap kedua orang tuanya dengan mata yang sayu. "Ano uga sayang Buna dan Handa," gumamnya dengan suara mengecil di akhir. Matanya bergantian menatapi Buna dan Handa, dia menunggu momen itu terjadi. Momen apa? Momen pasangan orang tua seperti orang tua Tatan. Ayo, kabulkan, Vano pasti akan sangat senang sekali atas i
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status