All Chapters of Ayah Untuk Anakku: Chapter 91 - Chapter 100
123 Chapters
90. Pemakamam Vano
"Euhh, Anyaku, kau gadis kuat sayang ...." Irene memeluk bahu Rania dengan erat. Menenangkan wanita itu yang sudah melewati batas kekuatan dan berakhir melemah seperti ini. "K-kakak …," ucap Rania tertatih-tatih, dia sedang berada dalam pelukan Irene. Hari ini, resminya Vano akan dimakamkan. Rania tidak sanggup, dia masih belum percaya bahwa putra bungsunya itu kini sudah menghadap Tuhan tanpa sakit menjadi bebannya. Di kediaman Haru, cukup ramai yang datang dan sedikit sesak. Hani juga sudah mati rasa, bahkan air matanya sudah benar-benar habis semalaman. Baru saja dia dipertemukan dengan cucunya, namun takdir tidak membiarkan dia berada lebih lama untuk menjaga dan menyayangi Vano. "A-abang, sudah waktunya …," tutur Renan yang sedang berdiri di dekat peti mati Vano yang masih kosong. Renan juga sama halnya, dia kehilangan dan dia akan menjadi penguat abangnya untuk saat ini. Raihan mendengarnya, tidak ada respon melainkan laki-laki ini menggigit bibir bawahnya dan terus menjatuh
Read more
91. Berusaha mengikhlaskan
"D-dia terbiasa m-mencium p-pipi eugh ... eughh s-sebelum t-tidur .... D-dia t-tidak akan nyaman t-tidur dengan p-pakaian itu ... eughh." Rania berusaha berjalan mendekat ke arah peti dikuburkan, namun Irene menahannya. Dia tahu, Rania pasti akan nekat meloncat jika sudah begini. "A-ano anakku ... s-siapa yang akan d-datang t-tengah malam untuk t-tidur di atas p-perut B-bu eugh- eugh ... B-buna ... eughh-- hhhh!" Akhirnya pertahanannya runtuh, Rania terduduk merosot ke tanah dengan deruan air mata yang terus turun membasahi. Irene dengan sigap menenangkannya kembali dan membawa Anya ke pelukan hangatnya. "R-ren, A-ano- ... eugh ... d-dia tidak bisa tidur sendirian ... euhh! J-jangan k-kubur anakku … eughh- hahh ... anakku s-sendirian," pintanya pada Renan dengan suara parau dan serak. Berharap Renan tidak melanjutkan mengubur anaknya. Mendengar suara Rania yang sangat parau, Renan berusaha mengabaikan dan pura-pura tidak mendengar saja. Jujur, laki-laki itu tidak sanggup melihat Ra
Read more
92. Mencari Irene
"Setelah aku pikirkan, tidak akan baik jika kita terus bersama. Maafkan aku ...." "Mas menyakiti dua wanita sekaligus …," lirih Jihan pelan. Jari-jarinya bergerak menghapus air matanya yang menempel di permukaan wajahnya. Bisa-bisanya Yogi memutuskan keputusan sepihak ini. Laki-laki yang penuh plin-plan dalam hidupnya. "Kau benar," ucap Yogi yang menyetujui perkataan Jihan barusan. "Aku menyakiti semuanya …," lanjutnya lagi. Tangannya meremat pinggiran bajunya sendiri dan kepalanya tertunduk dalam. Dia ingin segera bertemu dengan Irene dan memperbaiki hubungan mereka dari awal, karena sejujurnya cinta yang tulus dan nyaman hanya ia dapatkan dari istrinya itu. "Tidak bisakah bertahan sedikit lagi? Mungkin kau akan melupakannya," pinta Jihan dengan raut wajah memohon. Dia mencintai Yogi dan selalu ingin berada di dekat laki-laki berkulit putih pucat tersebut. "Tidak mungkin. Aku tidak akan mungkin bisa melupakannya. Dia tumbuh bersamaku dari kecil, aku tidak ingin mengkhianati wanita
Read more
93. Helm kecil kembar
"Kepalamu sudah besar, tidak akan muat lagi, Ren," kesal Rania karena Renan memaksa memakai helm biru masa kecilnya dan ingin memotretnya untuk dipamerkan ke sosial media. Akibatnya, Rania yang kewalahan membantunya dan berakhir sedikit kesal."Pakailah." Renan juga memaksa helm pink masa kecil ke kepala Rania. Sudah jelas tidak muat, masih juga dipaksa. Memang ada saja kelakuan laki-laki satu ini yang membuat Rania semakin menggeram ingin menggigitnya. "Buat apa sih?" tanya Rania keheranan. Lagi, dia masih ingin mempertanyakan manfaat dari tujuan pemakaian helm masa kecil yang begitu sempit itu. "Mau aku upload dengan caption akak Anya dan Enan kecil. Mendekatlah ...." Renan menarik lengan Rania untuk duduk lebih dekat dengannya, tepat di sebelahnya. Setelah itu, Renan mengambil foto mereka berdua yang sedang memakai helm biru dan helm pink masa kecil milik mereka dengan menggunakan ponsel laki-laki tersebut. Rania melepaskan helm pinknya dan Renan fokus mengetikkan sesuatu di han
Read more
94. Jihan minta maaf
"Mas Raihan, maafkan aku ... maafkan ayahku." Jihan memeluk kaki Raihan dengan erat, menangis hebat dengan penuh penyesalan. Raihan menyentuh bahu Jihan yang terduduk di lantai dingin itu, dirinya ikut berjongkok dan memeluk tubuh sang gadis dengan lembut. "Tidak apa-apa, aku paham perasaan ayahmu. Maafkan keluarga kami juga, ya. Harusnya setelah ini kau hidup tenang dan bahagia dengan pilihanmu sendiri," tuturnya pelan dan memberi perlindungan untuk lawan bicaranya."A-aku bersalah …," lirihnya sambil menghapus air mata yang berjejak di kedua pipi mulusnya. Hatinya semakin tersayat jika mengingat kelakuan jahat ayahnya kepada Raihan. "Semua bersalah, semua salah terhadap Rania. Minta maaflah pada dia, anak kami juga menjadi korban dari semua ini," selanya lagi dengan perkataan lembut tanpa amarah. Jihan mengangguk berkali-kali menanggapi ucapan Raihan, kini perhatiannya teralih menatap ke arah Haru yang duduk di kursi roda. Haru hanya menatap iba pada Jihan disana. Anak gadis yang
Read more
95. Apalagi ini?
Tap! Jantung Raihan seperti berhenti berdetak. Satu pukulan dahsyat menimpa ulu hatinya. Darahnya terasa berdesir memenuhi permukaan kulitnya. Satu fakta yang mengenyam hatinya habis-habisan. Bagaimana dia bisa tidak tahu selama ini? Mengapa ibunya menyembunyikan hal sebesar ini? Bukankah dia semakin terlihat jahat pada Rania? Hani menangis dengan deras tanpa jeda, dia tidak dapat menahan semuanya. Bayang-bayang Rania saat berumur 13 tahun berputar di kepalanya. Dia mengingat dengan jelas, Rania berdiri dengan mata yang berkaca-kaca menatap Hani, gadis kecil itu berkata, 'Bibi, b-biarkan ibunku hidup .... A-anya .... A-ayah Anya sudah t-tiada, Bibi. J-jangan ambil j-jantung ibun Anya,' ucap Rania kala itu, gadis kecil yang tidak tahu apa-apa. Gadis itu tampak kebingungan sambil memeluk baju ibunnya. Dia bingung sekali, ayahnya baru dimakamkan dua hari yang lalu, tapi ibunnya juga sudah pergi secepat ini tanpa pamit. Lalu, kemana dia akan tinggal tanpa orang tuanya? Apakah ini meman
Read more
96. Satu ginjal
"Permisi, keluarga Renan Aditama dan Rania Arsita?" "Iya. Saya keluarga mereka. Ada apa, Pak?" tanya Raihan yang langsung berdiri saat pihak kepolisian menghampiri dirinya dan Hani. "Saya ingin meminta keterangan jika salah satu di antara mereka sudah sadar. Sampai saat ini, diketahui penyebab kecelakaan terjadi karena pengaruh alkohol yang dikonsumsi pengendara ferrari tersebut di luar batas normal," ungkap salah satu petugas kepolisian yang menangani dan menyelidiki kecelakaan yang menimpa Renan dan Rania. Raihan menganggukkan kepalanya. "Saya mengerti, tapi saya tetap akan mengajukan gugatan terhadap tersangka dengan tuntutan percobaan pembunuhan," pinta Raihan tanpa bisa dibantah atau dicegah oleh Hani yang juga berdiri di sana mendengarkan penjelasan polisi tersebut. "Sayang," tegur Hani pada putra sulungnya itu. Hani juga sedang menenangkan David yang menangis. Anak laki-laki itu sangat syok, belum lama ditinggal adiknya, kini sang buna mengalami masa kritis. "Tidak bisa Ib
Read more
97. Rania siuman
"Ren … nan ... mana Ren … nan, uhukk." "Jangan banyak bergerak dulu, kau masih lemah sekali," ucap Raihan dengan suara panik, menahan bahu Rania yang berusaha untuk bangkit mencari Renan. Perempuan itu masih sangat lemah sekali, bahkan bicaranta juga tidak lancar. "Ren-nan ...." "Syut ... tubuhmu masih lemah, Anya." Raihan perlahan mengelus rambut Rania dengan lembut. Air matanya juga ikut turun karena tidak tega melihat Rania yang terbaring lemah seperti mayat. Dia paham pada perasaan Rania, tapi untuk saat ini, wanita itu harus banyak istirahat. Rania menyentuh perutnya yang begitu nyeri seperti nyerinya luka menganga yang baru tersayat. Dari air mukanya yang menahan perih, pasti itu sangat menyakitkan sekali, membuat laki-laki di hadapannya juga ikut meringis. "Apa sakit?" Rania menatap Raihan saat ditanya seperti itu, kemudian diam saja dan enggan menjawab. Menurutnya, Raihan tidak perlu tahu tentang dirinya yang hanya punya ginjal satu karena itu tidak penting. "A-aku tah
Read more
98. Renan ikhlas?
Raihan memejamkan matanya untuk mengatur nafasnya atas pernyataan Renan. "Are you sure?" Tidak, Raihan, tidak. Adikmu jelas masih ingin terus bersama Rania. Namun, dia memiliki perasaan yang rapuh, sehingga dia tidak ingin Rania kecewa saat tahu kebenaran bahwa kakinya lumpuh. "A-aku yakin," jawab Renan dengan suara yang bergetar. Matanya sedikit memerah dan deruan nafas yang seperti sesak. Raihan terkekeh dan tidak percaya. Laki-laki itu memijat batang hidungnya. "Wajahmu tidak menggambarkan bahwa kau siap hidup tanpa Rania." Setelah mengatakan perkataan barusan, Raihan bergegas melangkahkan kakinya keluar ruangan. Dia membawa kakinya berjalan menuju ruang administrasi bangsal yang dikediami oleh Renan. "Ada yang bisa saya bantu, Pak Raihan?" tanya perawat yang sudah mengenal Raihan karena ayah Raihan adalah salah satu penyumbang terbesar untuk yayasan rumah sakit besar yang menangani Raihan dan Rania sekarang. "Aku minta tolong padamu untuk menukar ranjang adikku dengan ukuran
Read more
99. Memilih meinggalkan
Drap! Renan membalikkan layar handphone-nya pada sebuah meja bulat yang terletak di dekat jendela kaca milik mansion mewahnya. Pandangannya mengabur saat air hujan bercucuran turun melalui corong penampung. Di saat itu pikirannya kembali terlena tentang apa yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. "R-ren, tidak diangkat?" Seorang gadis cantik berwajah bulat itu bertanya pada sosok laki-laki yang ia rawat karena mengalami kelumpuhan pada kaki. Itulah perkerjaan yang ia tekuni beberapa tahun belakangan ini. Renan merespon dengan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Bibirnya terus bergerak-gerak menahan sesuatu saat ini. Ada yang ingin ia sampaikan pada semesta atau air hujan yang mengalir membasahi rumput nan hijau tersebut. "Mau mandi?" tanya gadis itu karena dia pikir sudah sore dan Renan harus mandi agar tidak terlalu kedinginan di cuaca yang seperti ini. "Nanti saja, Kak. Aku masih ingin memandangi air hujan ini ...." "Baiklah, panggil saja aku jika kau butuh sesuatu. A
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status