All Chapters of Ayah Untuk Anakku: Chapter 71 - Chapter 80
123 Chapters
70. Memilih Jihan
"Melakukan itu? Apa kau mau?" Mata tegas milik Renan begitu menguasai pergerakan Rania. Wanita itu bahkan terbuai dengan pesona tampan si pria. "Pertanyaanmu konyol, apa aku harus menjawabnya?" Rania bertanya untuk menetralisirkan rasa gugupnya yang kelewat batas. Entah mengapa jika Renan dalam mode seserius ini. Renan menganggukkan kepalanya dengan santai dan mantap. Dia membutuhkan jawaban dari pertanyaannya itu. Ayo Rania, kabulkan. "Mau dengar jawaban apa? Masa aku bilang tidak mau melakukannya di saat sudah menikah," jawab Rania dengan suara lembutnya. Tangannya bergerak menyisir rambut Renan ke belakang. Lagi, Renan tersenyum lebar mendengar jawaban wanitanya. Kini, tangannya menahan punggung Rania yang sedang berposisi menyamping dan berhadapan dengannya. "Buna, Handa ingin anak-anak yang lucu seperti Enan kecill dan akak Anya." "Hm …," Rania menarik satu alisnya untuk terangkat. Bukankah sangat lucu jika ada satu Enan kecil dan satu Anya kecil? Uh, pasti akan sangat meng
Read more
71. Kesehatan Vano
"Uhm, Ren ...." "Huh?" Renan sedikit menaikkan pandangannya menjumpai mata Rania. "T-tatomu." "Ada apa dengan tatoku?" Renan telah berhasil melepas kancing piyama Rania dengan sempurna. Rania menggeleng. "T-tidak tahu, seram." Renan pun mengusap rambut Rania ke belakang dan di elus perlahan sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian. "Ano dan David bangun jam berapa?" "Hari libur, otomatis jam sembilan," jawab Rania dengan akurat. "Sekarang sudah setengah empat, aku jadi tidak tega menyalurkan nafsuku padamu. Kau tidurlah, aku akan gunakan kamar mandimu saja." Renan kembali memasangkan kancing piyama Rania dengan telaten. Tidak, tidak sekarang …. Pasti akan ada waktunya nanti, seperti sudah sah menikah. Rania menahan pergerakan Renan. "M-maaf, kau selalu mengalah untukku." Renan sedikit ke atas untuk mencium dahi Rania dengan lembut. "Tidak apa-apa, jangan merasa bersalah." Rania memeluk Renan dengan tiba-tiba. "Apa tidak bisa ditahan, aku ingin tidur memelukmu sekarang." Ra
Read more
72. Diculik
"Bunaaaaa, ini dimana? Handa dimana?" "Tenang ya, Ano harus tenang. Tidak apa-apa, handa akan segera menjemput nanti." Rania mengeratkan pelukannya pada Ano yang duduk di atas pahanya. Dia sendiri juga bingung dia ada dimana. Beberapa orang kemarin menculik dirinya saat ia sedang menunggu Renan yang pergi ke toilet. Saat dia dibawa kesini pun, kedua putranya juga sudah ada disini. "Buna, aku tidak mengenal tempat ini sejujurnya. Tempat ini jauh dari rumah kita sepertinya," ucap David yang berdiri di ambang jendela. Dia mengintip dari balik tirai, memperhatikan halaman luar yang tidak dikenalnya, bahkan terlihat sangat asing karena banyak pohon-pohon liar yang tumbuh. Mereka bertiga tengah disekap dalam ruangan kedap suara. Bangunan megah yang terletak jauh dari hiruk pikuk kepadatan kota Jakarta. Sepertinya, di area hutan yang tidak banyak diketahui orang-orang pada umumnya. Sungguh mengerikan jika mereka mati disini, tidak akan ada yang mengetahui. "David, kemarilah, adikmu sanga
Read more
73. Ulah Haru
"Ano!" teriak Raihan memanggil nama Ano di kediaman Rania. Apartemennya tampak sedikit berantakan. Bahkan, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekelilingnya. Lagipula, tidak biasanya berserakan seperti ini. "Kemana mereka? Kenapa tidak bisa dihubungi? Mainan Ano berserakan dan tablet David juga kenapa ada di bawah meja?" Raihan kebingungan dan terus mencoba menghubungi Rania. Namun, tidak ada nada sambungan yang mengangkat dari seberang sana. "Rania, please angkat telponku. Kalian ada dimana? Aku sangat khawatir, jangan tinggalkan aku lagi Rania," gumam Raihan sambil menarik-narik rambutnya ke belakang. Dia tidak siap, jika dipisahkan kembali dengan Vano. Tapi, mustahil …. Mustahil Rania pergi sekarang. Sambungan telepon yang tidak terhubung membuat Raihan frustasi dan hampir membantingnya. Namun, layar ponsel tersebut menyala kembali dan menampilkan tulisan ibu. Raihan bergegas mengangkatnya. "Ibu, apa Ibu sedang bersama Ano dan Rania?" "Tidak, aku juga mencoba menghubungi Rania t
Read more
74. Filipina
"Ini tiket ke Filipina, aku dengar asal ibumu dari sana. Jadi, kau tidak ada keterbatasan dalam berbahasa jika tinggal disana." Haru mendorong tiket pesawat di atas meja itu ke arah Rania yang duduk di depannya. Wanita itu hanya menatap bagaimana kertas tiket itu telah sampai di hadapannya. Ingin menolak, tapi tak punya kuasa. "P-pak-" "Aku hanya ingin tidak melihatmu ada disini, itu saja. Kau mengingatkanku akan Dirta dan Raihan waktu itu." Rania meremas pinggiran bajunya dengan kuat. "Itu jantung ibuku, setidaknya biarkan aku berada di dekat Mas Raihan." "Maaf, aku minta maaf ...." Haru menatap ke arah lain, selain benci dia juga merasa bersalah. Saking bersalahnya, dia semakin tidak ingin melihat Rania. Rania menghapus jejak air matanya dengan sedikit kasar, dia tidak terima diperlakukan seperti ini. "Kenapa Tuan jahat sekali padaku. Ayah dan ibuku bahkan mati demi menyelamatkan anak kalian. Apa masih kurang? Apa ingin melihat aku mati juga? Huh? Dimana hati nuranimu, Tuan? "
Read more
75. Keputusan sulit
Hati yang berat terus melangkah dengan gontai sambil menggenggam tiket pesawat, Rania benar-benar sangat lelah dengan apa yang terjadi. Sekarang, dia lebih baik pasrah mengikuti arus yang mengalir daripada memberontak. Jika benar Filipina adalah keputusan terakhir, maka dia harus menerimanya. Terpenting, dia dan anak-anaknya tidak akan diganggu lagi. "Buna?" panggil David yang sedang menunggu di dekat pintu bersama Vano. Mereka berdua tadinya menunggu diluar. Tidak ada yang mereka lakukan kecuali berjongkok sambil memikirkan nasib selanjutnya bagaimana. Vano berlari kecil menemui bunanya. "Buna? Mana Handa?" tanyanya saat Rania berjongkok menyambut dirinya yang berlari ke arahnya. Selalu, anak itu menanyakan keberadaan handanya, membuat hati Rania semakin teriris dengan belah pisau. Rania tersenyum pahit merespon anaknya. "Maafkan Buna, ya. Mungkin handa tidak akan datang, lain kali dia akan datang kok menemui kita." Rania mengelus pipi mulus milik Vano, matanya hampir berkaca-kaca
Read more
76. Tembakan
"Hey ... sudah ... sudah ... Mas sudah disini, kau tumbuh menjadi wanita dewasa, ya ..." ucap Yogi yang tengah mengusap punggung Rania sambil berpelukan. Dia tidak tahu akan bertemu adiknya di tempat seperti ini. Tapi kenapa? Kenapa ada Rania disini? Bertemu dengan Haru Atmadja pula. Apakah adiknya disakiti oleh Haru iblis itu?Rania menggelengkan kepalanya dan semakin erat memeluk kakaknya. "J-jangan tinggalin Anya ... A-nya sendirian Mas …," isaknya dengan suara tertahan di dada Yogi. Meminta putra sulung Dirta itu untuk tetap diam dan tidak pergi kemana-mana. Benar, Rania memang serindu itu dengan abang Yoginya. "Maafkan aku." Yogi menatap David dan Vano secara bergantian. Apalagi Vano dengan mata bulatnya yang tidak lepas memperhatikan Yogi yang dipeluk oleh bunanya. Pikirannya terlintas lagi, apa laki-laki itu, handanya juga? Yogi pun tersenyum melihat ekspresi kedua anak Rania. Keponakannya memiliki wajah chubby dan sangat tampan seperti ayah kandungnya. "M-mas k-kemana saja
Read more
77. Ketegangan
Dahsyat dan spektakuler, bagaimana kita akan melihat hati nurani bekerja. Menyentuh kelopak yang terkoyak paksa. Yogi menarik nafasnya dengan dalam dan penuh keputusasaan. "Tua bangka dan meresahkan," gumam laki-laki itu saat melihat wajah Haru yang tenang. Tentu saja, pria paruh baya di depannya tahu, bahwa Yogi tidak akan berani melepaskan tembakan padanya karena Rania. Diluar sana, Raihan telah berhasil datang untuk menemui Rania dan anaknya. Kemarin, dia telat menyelamatkan saat Rania dipindahkan Haru ke tempat yang lebih jauh. Alhasil, pria itu kehilangan jejak dan berusaha mencari info kembali. "Rania!" Rania menoleh diikuti oleh orang-orang yang ada disana juga. Saat tatapan itu beradu, ada sedikit kelegaan yang menerpa di hati keduanya. Rasanya, Rania sudah merasa aman sekarang. "Aaaa Handaaa!" Vano kecil berlarian menghampiri handanya dengan teriakan kerinduan. "Anoooo takut, Handaaaaa," rengeknya saat Raihan sudah berhasil membawa tubuh kecilnya kepelukan nan hangat.
Read more
78. Vano drop
"Rania!" "M-mas ...." "Bunaaa ... aaaaa ... Buna …," teriak Vano dan David, mereka ketakutan melihat bunanya terjatuh dalam dekapan Raihan.Raihan dan Rania terduduk di tanah begitu saja sambil menahan punggung ibunya Vano, mereka syok bukan main akibat tembakan yang baru saja melayang di lengan Rania. Wanita itu memegangi pinggiran lengannya karena sakit luar biasa yang diciptakan tidak mampu ia atasi dengan cara apapun. Ada rasa yang begitu perih menyayat dagingnya, sekali lagi dia terluka. Peluru yang ditembakkan Danu melayang melewati kulit lengan Rania, sehingga lengannya menjadi menyucurkan banyak darah. Akibatnya, membuat Yogi tidak tahan karena adiknya terluka."Rania, ini terluka dan berdarah? Bertahan sebentar, kita akan ke rumah sakit," ucap Raihan dengan segala kepanikannya. Dia bahkan bersiap untuk mengangkat wanita itu ke dalam gendongannya. Rania menggelengkan kepalanya, tanda menolak. "Anya tidak apa-apa, M-mas ...." "Tidak apa-apa bagaimana!" Raihan terlihat mara
Read more
79. Rania harus diobati
"Rania obati dulu lukamu, ya," pinta Raihan sambil memegang lembut bahu Rania yang naik turun karena kesulitan mengatur nafasnya yang sesak tidak karuan. "Tidak mau! Aku tidak mau! Aku ingin Ano," tolak Rania sambil menyingkirkan tangan Raihan yang tersampir di bahunya. "Iya, aku paham. Tapi, tolong mengerti bahwa kamu juga harus diobati." "Raihan, luka apa?" tanya Hani melihat lengan Rania berdarah, dia curiga dan sudah kepalang takut. "Luka tembakan, ayah Jihan yang melakukannya, Ibu," jawab Raihan dengan nada bicara yang tidak sanggup mengatakan luka tembak pada ibunya. Hani membulatkan kedua matanya lebar-lebar, ternyata luka tembak. "Astaga!" Hani mendekati Rania dan mencoba menyentuh bahu Rania. "Sayang, ayo obati lukamu dulu, ya," pintanya dengan raut wajah super khawatir. "Tidak mau! Aku tidak mau, Ibu ... pergi! Tinggalkan aku sendiri! Pergilah!" Rania memberontak dan tidak ingin disentuh siapapun saat ini. Dia hanya ingin menunggu Vano sampai anak laki-laki itu siuman.
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status