Semua Bab Sebatas Pengantin Pengganti: Bab 101 - Bab 110
339 Bab
101). Kateter Bermasalah
***"Perempuan sialan!"Sudah hampir setengah jam lebih—semenjak pulang dari pemakaman sang kakak, Raina mengamuk di apartemen. Guci, pajangan, bahkan semua benda yang ada di meja kini hancur berantakan setelah disapu oleh kedua tangannya.Raina marah. Tentu saja. Seolah tak cukup kehilangan kedua orang tuanya dulu lalu kehilangan Reyhan si kakak sulung, Raina kembali harus kehilangan kakak keduanya.Shit! Demi apapun Raina tak rela. Semuanya tak bisa dibiarkan dan dia pun tak akan tinggal diam setelah semua yang terjadi pada kedua kakaknya.Bukannya berusaha menerima kepergian sang kakak dengan ikhlas, dendam Rania pada Alula justru semakin menggebu. Bagaimanapun caranya, dia harus balas dendam untuk kematian kedua kakaknya.Ya, Raina tak akan bisa hidup tenang sebelum dendamnya terbalaskan. Nyawa dibalas nyawa, Raina harus menghabisi perempuan yang sudah menghilangkan nyawa dua kakaknya."Alula sialan, aku akan menghabisimu dengan tanganku sendiri, jalang!"Lelah mengamuk, Raina men
Baca selengkapnya
102). Menyerang?
***"Gimana udah enakkan?"Pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Aludra ketika Arka mencoba untuk buang air kecil setelah kateternya dibenarkan oleh perawat belasan menit yang lalu."Lumayan," kata Arka."Syukurlah," jawab Aludra. "Kamu enggak marah, kan?" tanya Arka.Aludra mengerutkan keningnya. "Marah kenapa?" tanyanya."Marah karena yang benerinnya perempuan," ungkap Arka. "Sebenarnya kalau kamu ngerasa enggak suka, bisa nungu besok aja Lu. Aku juga enggak enak soalnya sama kamu.""Nunggu besok dan semalaman kamu nahan pipis gitu?" tanya Aludra. "Tau enggak nahan pipis itu bahaya? Bisa kena infeksi saluran kemih kamu nanti. Cukup sekali aja aku buat kamu menderita, Mas. Jangan ada yang kedua apalagi ketiga.""Aku enggak menderita, Lu." Arka memandang Aludra yang duduk di sisi kirinya lalu memegang tangan perempuan itu. "Aku emang sempat down waktu sadar kaki aku enggak bisa digerakkin, tapi setelah tahu kamu mau nerima aku apa adanya, down itu hilang seketika.""Yang terpentin
Baca selengkapnya
103). Damar dan Raina
***"Udah tenang, sekarang?"Aludra mendongak—menatap wajah Arka yang sedikit berada di atasnya. Setelah berhasil menetralisirkan rasa panik yang melanda, dia akhirnya kembali berbaring bersama Arka dan tentunya di dalam pelukan pria itu."Udah," jawabnya. "Tapi masih deg-degan dikit. Takut juga.""Enggak usah takut, ada aku," kata Arka. "Meskipun aku enggak bisa jalan, kalau ada apa-apa aku pasti lindungin kamu."Untuk beberapa detik, Aludra memandang Arka tanpa berkedip sedikit pun. Meskipun, kondisinya sudah lebih baik daripada kemarin, pria itu masih terlihat sedikit pucat."Makasih ya, Mas. Maaf juga selama jadi istri kamu, aku selalu ngerepoti," ungkap Aludra."Enggak usah ngomong gitu," ujar Arka sambil mengusap pucuk kepala Aludra dengan tangan kanannya yang dibalut infus. Setelah itu dia melirik jam dinding yang ternyata baru menunjukkan pukul sembilan lebih. "Sekarang tidur lagi. Pelukannya jangan dilepas kaya tadi supaya enggak mimpi buruk.""Iya, Mas."Aludra memajukkan po
Baca selengkapnya
104). Sepossesif Ini?
***"Kamu udah bangun, Mas?"Arka yang semula fokus menonton televisi langsung mengalihkan perhatian ketika Aludra datang membawa baskom alumunium berukuran sedang."Kamu darimana, Lu? Aku nyariin kamu daritadi," tanya Arka. "Takut kamu kenapa-kenapa."Arka memang bangun telat pagi ini. Entah mungkin efek obat bius atau obat yang lain, dia baru terbangun pukul tujuh pagi, sementara Aludra sudah sadar sejak pukul setengah enam pagi tadi dan tentunya setelah itu dia langsung bergegas mengambil air panas untuk Arka."Aku dari bawah, Mas. Ambil air panas," kata Aludra sambil melangkahkan kakinya mendekati ranjang lalu menyimpan baskom yang dia bawa di bawah."Itu panas?" tanya Arka. "Kenapa kamu yang bawa, Lu? Harusnya kamu minta tolong orang lain aja buat bawa. Mana sini lihat tangannya, merah enggak?""Enggak Mas-""Lihat dulu sini tangannya." Arka yang masih berbaring lantas mengulurkan tangannya—meminta Aludra menunjukkan telapak tangan dan embusan napas lega terdengar ketika dia tak
Baca selengkapnya
105). Pesan dari Alula
***"Tidur yang nyenyak ya, Mas."Berdiri di samping Arka, Aludra mengulurkan tangan lalu mengusap rambut Arka ke belakang. Tak jadi pulang tadi pagi, Aludra baru bisa pulang pukul sebelas siang setelah Arka menyantap makan siang juga obatnya."Aku bangun, kamu harus udah di sini," ucap Arka dengan tatapan yang sayu, karena memang efek ngantuk yang terkandung dalam obat sepertinya sudah mulai bekerja.Berbaring di kasurnya, kedua mata Arka kini sudah terasa sangat berat."Iya, aku cuman ganti baju aja kok," kata Aludra. Dia kemudian mendekatkan wajahnya lalu tanpa ragu mendaratkan sebuah kecupan di kening Arka. "Pergi dulu ya.""Hati-hati, sayang. Jangan jauh-jauh dari Pak Maman," kata Arka memperingatkan."Iya, Mas," jawab Aludra. "Tidur gih.""Hm."Perlahan, kedua mata Arka mulai terpejam dan dalam hitungan detik saja dia terlelap.Membalikkan badan, Aludra langsung berpamitan pada Amanda dan Dirga yang kini berjaga, sementara Dewa dan Aurora terpaksa berpamitan pulang ke Jakarta ka
Baca selengkapnya
106). Saling Mengkhawatirkan
***"Dulu waktu kuliah, Reyhan itu pernah nyatain cintanya ke Kakak. Sebelum nyatain cinta, dia emang udah jadi secret admirer gitu—bahkan kakak pikir dia udah keterlaluan karena selalu nguntit. Pas siang-siang, waktu itu ada acara kampus, Reyhan tiba-tiba aja naik ke panggung terus nyatain cinta lagi di sana di depan dosen dan mahasiswa lain. Kakak kesal dong? Kakak marahin aja dia di depan umum sekalian. Kakak juga enggak sengaja maki dia.""Demi apapun, Kakak enggak tahu kalau dia punya mental illness sampe depresi karena perlakuan kakak itu. Dua minggu kemudian, Kakak dengar kalau dia bunuh diri karena overdosis obat."Aludra hanya terdiam memandangi jalanan siang kota Bandung dari balik kaca besar restoran tempatnya berada sekarang.Sambil menunggu Damar yang lagi-lagi terlambat, Aludra memesan jus stroberi dan selama jus tersebut mengalir ke tenggorokkan, Aludra terus memikirkan lagi penjelasan Alula beberapa menit lalu di telepon.Semuanya jelas sekarang. Masalah yang terjadi t
Baca selengkapnya
107). Sisi Egois
***"Morning, Sayang. Aku bawa sarapan!"Alula yang sejak tadi duduk sambil menonton siaran televisi hanya menoleh malas pada Marvel yang pagi ini datang ke apartemennya."Hey," sapa Alula dengan nada bicara yang lemas—bahkan cenderung malas.Memiliki perbedaan waktu enam jam dengan indonesia, waktu menelepon Aludra tadi, di London memang masih pukul lima pagi dan sekarang—satu jam berlalu setelah sambungan telepon dengan sang adik terputus, Alula tak bisa tenang.Dia khawatir pada Aludra. Mendengar cerita dari sang adik, Alula cukup merasa bersalah karena Aludra hampir kehilangan nyawa gara-gara dirinya, bahkan kini Arka tak bisa berjalan juga karena dirinya."Kamu kenapa?"Menghampiri Alula tanpa diminta, Marvel duduk di samping kekasihnya itu setelah menyimpan kresek putih di tangannya."Enggak apa-apa, aku lagi males ngapa-ngapain aja," kata Alula. Dia kemudian kembali fokus dengan siaran berita yang sedang ditontonnya, hingga tak lama suara Marvel kembali membuat Alula menoleh."
Baca selengkapnya
108). Hampir Saja
***"Makan yang banyak. Belakangan ini hidup kamu pasti enggak tenang."Setelah obrolan keduanya sempat memanas, Aludra dan Damar akhirnya makan siang bersama dan di kegiatan makan itu, keduanya memilih untuk tak banyak bicara.Aludra fokus menghabiskan makanannya, sementara Damar menyantap tempura miliknya sambil memutar pikiran—mencari cara secepat mungkin untuk melindungi Aludra dari Raina, karena setelah kejadian malam tadi, dia yakin Raina akan melakukan sesuatu yang lain untuk menyakiti Aludra yang dia sangka Alula."Apa sih?" tanya Aludra sambil mengunyah nasi juga tempuranya. "Kok apa? Omongan aku bener, kan?" tanya Damar. "Lagian ngenes banget hidup kamu, punya saudara kembar seegois Alula. Maunya enak sendiri. Enggak peduli orang susah, yang penting dia enak.""Gak usah usil," celetuk Aludra. "Hobi banget kamu jelekkin Kak Lula. Gitu-gitu dia saudara kembar aku.""Saudara kembar yang hobi banget nyusahin saudara kembarnya sendiri ya," sarkas Damar. "Terkadang aku bersyukur
Baca selengkapnya
109). Tidak Berguna?
***"Lu ... enggak Lu, Lulu awas, Lu. Alula awas Alula, lari Alula!"Arka terbangun paksa dari tidurnya yang nyenyak ketika mimpi buruk tiba-tiba saja menghampirinya di siang bolong.Melirik kanan dan kiri, dia mencari keberadaan Aludra di ruangannya. Namun, tak ada. Beringsut, Arka mengubah posisinya menjadi duduk dan lagi, dia mencari Aludra."Lu? Kamu udah ke sini, Lu?" panggil Arka. Namun, ruangannya sepi. Tak ada siapa-siapa di sana karena memang Arka benar-benar sendiri. "Alula, kamu udah ke si-"Arka menghentikan ucapannya ketika pintu ruangan tiba-tiba saja dibuka dari luar—menampakkan seorang pria bermanik abu yang terlihat formal dengan kemeja navynya."Bangun?""Kak Aksa," panggil Arka. Aksa berjalan mendekat lalu menyimpan kresek putih kecil berisi obat di atas meja di samping ranjang."Kalau kamu nyariin Mama sama Papa, mereka lagi makan siang di kantin rumah sakit," ungkap Aksa setelah dirinya duduk di kursi yang biasa diduduki Aludra."Lulu udah ke sini?" tanya Arka.
Baca selengkapnya
110). Bertindak
***"Berhenti dulu, Pak.""Siap, Non."Mobil yang dia tumpangi berhenti persis di depan gerbang komplek, Aludra segera meminta Pak Maman untuk berhenti lalu setelahnya dia turun untuk menghampiri seorang Pria yang sejak tado terus mengikuti dengan sedan hitamnya."Aku udah sampe, kamu bisa pulang," kata Aludra pada Damar yang juga turun dari mobilnya.Pasca kejadian di depan restoran lalu setelah selesai mengobati luka di sikut dan betis Aludra menggunakan obat merah, Damar memang ngotot untuk mengantar sahabatnya itu pulang—setidaknya sampai depan komplek untuk memastikan Aludra pulang dengan selamat, sampai rumah.Karena jika sudah memasuki perumahan, Damar tak akan terlalu khawatir—mengingat betapa ketatnya pengamanan di sana."Ngusir?" tanya Damar. "Bukannya bilang makasih karena udah dianterin, malah ngusir. Sahabat macam apa kamu?""Enggak ikhlas?" tanya Aludra tak mau kalah. "Kan aku enggak maksa juga buat dianter ke sini.""Dih ambekkan," celetuk Damar sambil mencubit pipi Alu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
34
DMCA.com Protection Status