Semua Bab Pendekar Kera Sakti: Bab 161 - Bab 170
218 Bab
161. Bagian 11
Kemuning menunduk. Baraka membuka telinga lebar-lebar, mendengarkan ucapan Dewi Pedang Halilintar dengan seksama. Dia memang perlu mengorek keterangan perihal Ksatria Seribu Syair sebanyak-banyaknya."Walau sikapmu terhadap Baraka tampak acuh tak acuh bahkan terkesan meremehkan, tapi aku tahu kalau kau sebenarnya menaruh hati kepadanya," lanjut Dewi Pedang Halilintar."Mendengar kata-katamu tadi, aku pun dapat menduga apa yang ada di hatimu. Kau tentu tak sampai hati atau mungkin sangat tak percaya bila orang yang kau cintai sesungguhnya adalah keturunan orang jahat...."Begitu blak-blakan Dewi Pedang Halilintar. Pendekar Kera Sakti tersinggung, tapi dia dapat menahan diri. Lain lagi dengan Kemuning...."Eyang...!" jerit si gadis dengan mata berkaca-kaca. "Eyang jangan berkata seperti itu. Aku....""Ah! Sudahlah, Kemuning...," sela Pendekar Kera Sakti."Tak perlu berkata kasar kepada gurumu. Jangan buat dosa. Aku tahu siapa diriku. Untuk apa
Baca selengkapnya
162. Bagian 12
Sekitar dua ratus anggota partai yang berjalan di belakang, tak tahu sama sekali apa maksud Aji Pamenak mengajak mereka berkumpul di kaki Bukit Pralambang. Di sepanjang perjalanan, hati mereka senantiasa tergeluti berbagai tanda tanya. Tapi, mereka tak berani kasak-kusuk. Wibawa Aji Pamenak memang mampu menciutkan nyali para pemuda anggota partai yang dipimpinnya.Di tempat lain, pada waktu yang hampir bersamaan, tiga kelompok barisan pemuda juga tampak bergerak menuju ke kaki Bukit Pralambang sebelah timur. Masing-masing barisan itu berseragam putih-hijau, putih-merah, dan putih-hitam. Tiga umbul-umbul dibawa salah seorang dari mereka, yang menunggang kuda. Umbul-umbul itu semuanya bergambar naga tersulam dari benang emas. Hanya saja, kain umbul-umbul berbeda warna, yaitu hijau, merah, dan hitam. Barisan pemuda yang juga bersenjata lengkap itu adalah para anggota Partai Naga Barat, Partai Naga Selatan, dan Partai Naga Utara. Aji Baguskara, Aji Kembarapati, dan Aji Rangsang y
Baca selengkapnya
163. Bagian 13
"Ha ha ha...! Bagaimana, Anak Muda? Masihkah kau hendak melawanku?" ejek Setan Selaksa Wajah.Pemuda berpakaian putih-kuning tak menjawab. Geram kemarahan keluar dari mulutnya. Dia alirkan seluruh kekuatan tenaga dalam ke tangan kanan. Kemudian, golok yang tinggal setengah bagian disambitkan!Zing...!Potongan golok itu meluncur cepat, mengeluarkan suara bergemuruh keras. Namun, Setan Selaksa Wajah tak beranjak sedikit pun. Sambil tertawa bergelak-gelak, dia gerakkan Pedang Naga Kresna beberapa kali....Crash! Crash!Luar biasa. Bilah golok yang tinggal setengah bagian tampak tercacah-cacah menjadi kepingan kecil, yang segera jatuh menebar di permukaan tanah!"Ha ha ha...!" tawa pongah Setan Selaksa Wajah. "Segeralah kembali ke barisanmu, Anak Muda. Dan, ikuti perintah ketuamu!""Huh! Kalau aku kembali ke barisanku, sama halnya dengan aku menuruti keinginan busukmu!" geram pemuda berpakaian putih-kuning, menghalau rasa gentar di hatin
Baca selengkapnya
164. Bagian 14
"Apa yang terjadi?""Oh! Di mana aku?""Astaga! Untuk apa anak buahku berada di sini semua?""Ya, Tuhan. Tiga saudaraku berada di tempat ini. Untuk apa? Apa yang telah terjadi?"Begitulah kata-kata yang keluar dari mulut Aji Pamenak dan tiga ketua Partai Naga lainnya. Mereka mengeluh dan mendesah seakan baru tersadar dari mimpi buruk. Mengetahui empat ketua Partai Naga telah terbebas dari pengaruh kekuatan gaib Pedang Naga Kresna, semakin memuncak amarah Setan Selaksa Wajah. Sembari memekik nyaring, dia hentakkan telapak tangan kanannya ke depan. Selarik sinar biru berkeredapan tiba-tiba melesat ganas ke arah Ksatria Topeng Putih!Wusss...!Ringan saja Ksatria Topeng Putih melentingkan tubuhnya ke samping kiri. Selarik sinar biru yang melesat dari telapak tangan Setan Selaksa Wajah terus meluncur, dan menerpa bilah Pedang Naga Kresna!Slash...!Tak dapat digambarkan lagi betapa terkejutnya Ksatria Topeng Putih. Selarik sinar bi
Baca selengkapnya
165. Bagian 15
Usai berkata, Setan Selaksa Wajah menerjang. Kedua tangannya yang berwarna biru berkelebat cepat. Satu mengarah ke dada, satunya lagi mengarah ke kepala!"Hiahhh...!"Pukulan Setan Selaksa Wajah kurang dua tombak untuk mengenai sasaran, tapi Ksatria Topeng Putih merasakan tubuhnya bagai digodok di tungku pembakaran. Maka, cepat dia kerahkan tenaga dalam untuk membentengi tubuhnya. Lalu, bergegas dia meloncat jauh ke samping kanan, sehingga kedua pukulan beruntun Setan Selaksa Wajah hanya mengenai angin kosong. Namun, mendelik mata Ksatria Topeng Putih ketika melihat tubuh Setan Selaksa Wajah terus meluncur. Si kakek bermaksud menyambar bilah Pedang Naga Kresna yang masih menancap di tebing cadas!"Orang buta pun tak akan terperosok di lubang yang sama!" seru Ksatria Topeng Putih.Cepat sekali lelaki berpakaian putih-putih itu menyambitkan dua kelereng baja. Disertai suara bersiut keras, dua senjata rahasia berwarna putih itu melesat sebat, melebihi luncur
Baca selengkapnya
166. Bagian 16
"Jangan salah mengerti, Mahisa Lodra...," sahut Ksatria Topeng Putih, tanpa menampakkan wujudnya."Aku bukan sedang main kucing-kucingan. Bukankah kau ingin mengetahui seberapa tinggi ilmu kesaktianku? Kini tibalah saatnya kau membuka mata lebar-lebar...."Mendengus gusar Setan Selaksa Wajah. Telinga si kakek yang tajam mendengar suara berkesiur menuju ke arahnya. Walau suara itu tanpa wujud, si kakek tahu bila ada bahaya yang tengah mengancamnya."Keparat!"Setan Selaksa Wajah menggeram marah seraya membuang tubuhnya jauh-jauh ke samping kiri. Sebuah tendangan tak kasat mata berhasil dielakkan.Tapi.... Duk...!"Uh...!"Tak dapat lagi Setan Selaksa Wajah berkelit saat siku kanannya menjadi sasaran pukulan. Mulut si kakek pun tak kuasa lagi menahan keluhan.Pukulan yang dilancarkan Ksatria Topeng Putih yang masih menerapkan ilmu 'Sihir Penutup Raga' itu cukup keras. Membuat tulang lengan Setan Selaksa Wajah terasa remuk dan lum
Baca selengkapnya
167. Bagian 17
Setan Selaksa Wajah yang berada dalam keadaan tak menguntungkan, masih bisa menunjukkan sifat sombong dan congkak. Setelah menarik napas panjang untuk menghalau rasa sesak di dadanya, si kakek tertawa bergelak-gelak. Tak peduli pada keadaan dirinya yang benar-benar sudah tidak menguntungkan lagi."Ha ha ha...! Sama seperti aku, kau juga punya dua telinga, Lelaki Keparat! Tapi, kenapa kau tak dapat mendengar kata-kataku? Sudah dua kali kubilang, aku bukan anak kecil yang masih perlu dituntun dan diarahkan! Kalau ingin berkotbah, kau bukan berada di hadapan orang yang tepat! Aku tahu diriku sendiri. Aku tahu jalan pikiranku sendiri. Aku pun tahu apa yang harus kukerjakan!"Di ujung kalimatnya, mendadak Setan Selaksa Wajah meloncat sebat. Kedua tangannya yang dilambari ilmu pukulan 'Pelebur Sukma' bergerak cepat untuk menjatuhkan pukulan!"Dasar kepala batu!" seru Ksatria Topeng Putih seraya berkelit.Pertempuran seru berlangsung kembali. Namun, kali ini Ksa
Baca selengkapnya
168. Bagian 18
"Ya, Tuhan...," sebut Ksatria Topeng Putih lagi."Kau... kau sungguh amat licik, Mahisa Lodra....""Ha ha ha...!" tertawa bergelak Setan Selaksa Wajah sambil menimang bilah Pedang Naga Kresna yang telah berlumuran darah. "Untuk mewujudkan cita-cita, apa pun cara harus dilakukan. Seorang penguasa yang tampak arif bijaksana pun jangan dikira tak pernah berlaku licik. Apalagi, aku! Ha ha ha...! Seribu kelicikan, sejuta tipu muslihat pasti kugunakan kalau memang dengan cara itu aku akan dapat mewujudkan cita-cita! Ha ha ha...!"Seperti seorang anak yang baru mendapat mainan idamannya, Setan Selaksa Wajah tertawa gembira melihat Ksatria Topeng Putih jatuh terduduk tanpa daya. Si kakek yang telah hilang sifat kemanusiaannya mengangkat bilah Pedang Naga Kresna tinggi-tinggi, siap memenggal maupun membelah kepala Ksatria Topeng Putih!"Kematian akan terlihat sangat indah bila kau mengikhlaskan nyawamu..." ujar si kakek. "Dengan tubuh terluka parah seperti itu, ak
Baca selengkapnya
169. Puri Dewa Langit
SENJA tegak menantang untuk segera menyambut kehadiran sang dewi malam. Hanya desau angin yang bersedia menemani sepi di Lembah Kebencian. Namun, keheningan di alam sekitar, berlainan benar dengan isi hati Pendekar Kera Sakti yang tengah bergolak dan bergemuruh...."Terima kasih atas segala kebaikan yang pernah kau berikan, walau sebenarnya aku tak tahu ada maksud apa di balik kebaikanmu itu...," ujar si pemuda dengan suara dalam."Ada beberapa pertanyaan yang harus kau jawab dengan jujur, Paman. Pertama, benarkah kau pamanku?"Ksatria Topeng Putih terdiam, tak dapat segera menjawab pertanyaan itu. Dalam keadaan rebah miring, dia mencoba menatap wajah Baraka. Lalu sambil menahan rasa sakit yang amat menyiksa, perlahan tangan kanannya bergerak. Topeng baja putih ditanggalkannya. Sehingga, tampaklah seraut wajah halus tampan dengan sinar mata lembut, menatap ke arah Baraka penuh rasa haru...."Kau... kau...," desis Pendekar Kera Sakti, tak jelas apa makna u
Baca selengkapnya
170. Part 2
Begitu mendengar kata 'racun', Baraka teringat akan Suling Krishna-nya yang mempunyai khasiat memusnahkan segala jenis racun. Dengan hati berdebar tak karuan, Pendekar Kera Sakti menotok beberapa jalan darah di tubuh Ksatria Seribu Syair untuk menghentikan pendarahan pada luka lelaki setengah baya itu. Sesudahnya, Pendekar Kera Sakti mencabut jarum-jarum yang masih menancap di tubuh si lelaki setengah baya seraya menempelkan batang Suling Krishna di bekas luka tusukan jarum-jarum itu.Di lain kejap, wajah Darma Pasulangit tidak seberapa pucat lagi. Seluruh racun yang bersarang di tubuhnya telah terhisap oleh batang Suling Krishna. Ketika Baraka hendak membalut luka di dada dan pinggangnya dengan menyobek kain sabuk pinggangnya sendiri, cepat bekas putra mahkota itu mencegah...."Tak perlu, Baraka. Aku tahu rompi dan sabukmu bukanlah pakaian sembarangan...,"Sebelum Pendekar Kera Sakti menyahuti, Darma Pasulangit telah merobek-robek bajunya sendiri. Lalu, dia mem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
22
DMCA.com Protection Status