All Chapters of Ayah Anakku Suami Sahabatku: Chapter 51 - Chapter 60
63 Chapters
Bab. 51
Luna mendelik malas. "Terserah, aku sudah lelah menjelaskannya padamu!" Luna mencoba turun dari ranjang, namun tiba-tiba saja badannya oleng dan hampir jatuh. Rayyanza yang tengah berdiri di dekatnya dengan sigap langsung mengulurkan tangannya, menangkap tubuh Luna. Kini, wanita itu berada dalam dekapan Rayyanza. Ia menatap Rayyanza dengan mata yang terkejut. Rayyanza merasakan perutnya menempel erat dengan janin yang ada di dalam kandungan Luna. Di saat yang bersamaan, tendangan halus dari dalam perut Luna langsung terasa sampai ke perut Rayyanza. Seolah ingin memberitahukan kehidupannya pada sang ayah.Mematung beberapa saat, matanya saling bertemu pandang. Waktu seakan berhenti sejenak. Jarak di antara mereka semakin menyempit. Hembusan napas Luna menerpa wajah Rayyanza yang membuatnya seolah terhanyut. Akhirnya, bibir keduanya saling bersentuhan. Rayyanza mempererat pelukannya dan memainkan indera pengecapnya. Luna masih membelalak. Antara sadar dan tidak, ia merasakan gerakan
Read more
Bab. 52
"Hallo ... Sayang ... hallo ...," Suara Amanda terdengar dari dalam ponsel. Luna mematung selama beberapa saat. Mencerna kata-kata yang terlontar dari mulut Amanda. "Jangan macam-macam? Bagaimana ini? Aku bukan lagi macam-macam dengannya, melainkan sedang mengandung anaknya," lirihnya dalam hati. Luna hanya diam termangu dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. Rayyanza yang melihat Luna mematung langsung menepuk pelan tangannya, menyadarkan dari lamunan. Wanita itu langsung menelan ludah. "Ah, ya, Manda ... i-ini aku!" Luna terkesiap, ia langsung menjawab panggilan Amanda dengan suara terbata. "Bagaimana denganmu, Luna? Apakah dokter sudah mengizinkanmu untuk pulang?" tanyanya. "Eum, su-sudah, Manda," gagap Luna. "Oh, ya, bagaimana keadaan mamamu?" tanya Luna, khawatir."Biarkan Rayyanza yang mengantarmu pulang sampai ke rumahmu. Setelah sampai di sana, suruh dia segera mengirim shareloc padaku, oke?!" titah Amanda. "Mamaku tidak kenapa-napa, Luna. Tadi, ia pingsan, mung
Read more
Bab. 53
Luna merasakan ketenangan yang lain dari biasanya. Dada bidang dengan sedikit otot itu terasa sangat nyaman memeluk jiwanya yang terkadang harus berpura-pura kuat. Namun, ia segera melepasnya. Tak ingin membiarkan dirinya terhanyut dalam dekapan suami dari sahabatnya itu. Ia mendorong tubuh Rayyanza dengan pelan. Memberi jarak di antara mereka. "Kenapa, Luna?!" tanya Rayyanza. Luna menggeleng pelan. "Tidak apa-apa!" Ia melanjutkan langkah menuju area parkir. Rayyanza dengan cepat membuka pintu mobil, mempersilahkan wanita cantik itu untuk masuk dan duduk di samping kursi kemudi. Lalu, ia berjalan memutar masuk ke dalam mobil. Suara deru mesin mobil berbunyi setelah Rayyanza menekan tombol start engine. Ia menunggu selama beberara saat hingga mesin mobilnya sedikit memanas. Di sela waktu menunggu, ia menoleh pada wanita di sebelahnya, mendekatkan tubuh dan wajahnya pada Luna. Luna menghindar. "Aku hanya ingin memasang sabuk pengaman!" ucap Rayyanza seraya menarik tali sabuk di sis
Read more
Bab. 54
Kendaraan mewah milik Rayyanza, kini telah tiba di depan rumah orang tua Amanda. Seorang sekuriti berlari membuka pintu pagar tak lama setelah Rayyanza membunyikan klakson. Mobil berwarna merah itu kemudian melaju menuju carport. Luna segera turun dan berjalan menuju pintu rumah. Amanda menyambutnya di ambang pintu dengan sangat antusias. " Hai, Luna ...! akhirnya kamu datang juga kemari," sapa Amanda. Rayyanza yang mengikuti berjalan di belakang Luna langsung duduk di atas sofa ruang tamu. "Mana Mamamu?" tanya Luna. "Mama ada di kamarnya. Ayo, ikut aku!" ajak Amanda. Luna melangkahkan kaki menuju kamar Rima, menyusuri ruangan demi ruangan yang terlihat sangat eksklusif. Sedangkan, Rayyanza beranjak dari sofa berjalan menuju taman belakang. Amanda membuka pintu kamar Rima. "Hai, Luna ...," sapa Rima yang tengah terbaring di atas ranjang. "Hai, Tante. Bagaimana keadaan Tante? Mengapa bisa sampai jatuh di toilet, membuat khawatir saja!" "Tante tiba-tiba merasa pusing lalu terjatu
Read more
Bab. 55
"Aku-, eum ...." Luna gagap seketika. Pandangannya mengarah pada pria yang berdiri di balik jendela kamar Rima yang terbuka. Pria tersebut mentap ke arahnya. Amanda menoleh pada objek yang di pandang oleh Luna. "Rayyan?" cetus Amanda. "Sudah, tidak usah pedulikan dia. Jarak dengannya cukup jauh, jadi pasti dia tidak akan mendengarnya!" Luna lekas merubah arah pandangnya. "Sebenarnya, aku sedang hamil tujuh bulan," terangnya. Kata-katanya terhenti, ia menghela napas, mencoba menenangkan diri. Amanda terus menatapnya dengan penuh telisik. "Ya, aku tau. Dokter di UGD yang memberitahuku. Tapi, bukan itu yang aku tanyakan. Melainkan, siapa ayah dari bayi yang sedang kamu kandung?" Luna menciptakan kebohongan agar keadaan tidak menjadi kacau. "Sebenarnya, aku sempat dekat dengan seorang pria. Tapi, aku tidak pernah bercerita padamu. Sekarang, pria itu sudah pergi ke jepang dan tidak ada kabar." Amanda melotot. "Apa? Tidak ada kabar? Apa maksudmu? Dia lari dari tanggung jawab?!" teria
Read more
Bab. 56
Masih berada di taman belakang yang terdapat kolam renang dengan pohon rindang, juga terdengar suara gemericik air dari kolam ikan koi yang berkonsep natural membuat suasana terasa menenangkan. Luna, Amanda, dan Rayyanza duduk berbincang dengan santai. "Kira-kira, posisi apa yang sedang kamu butuhkan di perusahaan?" tanya Amanda. Pria tampan itu duduk dengan kaki bertumpu pada kaki lainnya, lengannya terentang di sandaran kursi. Menatap Luna dengan perasaan puas. "Kebetulan, asisten pribadiku akan resign bulan ini. Ia akan ikut dengan suaminya tinggal di German. Bagaimana jika kamu saja yang menggantikannya?" terang Rayyanza, menatap Luna. Luna yang sedari tadi menundukan wajah langsung menoleh pada Rayyanza. "Asisten pribadi? Tapi, aku belum mempunyai pengalaman di bidang itu," keluhnya. "Aku akan meminta asisten pribadiku yang sekarang untuk mengajarimu sebelum ia resign," tegas Rayyanza. Luna kembali menunduk, termenung beberapa saat. Sebenarnya, ia merasa dilema jika harus be
Read more
Bab. 57
Sore itu, matahari mulai merosot di balik cakrawala. Langit berubah menjadi biru tua, lalu hitam pekat. Perlahan, bulan muncul dengan anggunnya, disusul oleh bintang yang tampak malu-malu. Lampu jalan mulai menyala satu per satu, menggantikan cahaya alami. Gemerlap lampu kota menciptakan pemandangan tersendiri, bagai ribuan kunang-kunang yang menari indah di malam hari. Mobil Amanda menerobos kemacetan kota Jakarta. Di sepanjang perjalanan, mereka berbincang ringan, menceritakan tentang hari-hari Luna selama ia menghilang dari hidup Amanda. Ia juga bercerita tentang temannya yang bernama Windy, yang tega menusuknya dari bekalang."Kurang ajar sekali dia?! Perusahaan yang begitu bodoh, melepas berlian dan mempertahankan batu kali," celetuk Amanda seraya terkekeh. Luna mengadu. "Aku sama sekali tak menyangka ia akan berbuat seperti itu. Tapi tidak apa, aku percaya semua yang terjadi adalah yang terbaik.""Ya! Jika kamu tidak keluar dari perusahaan itu, mungkin aku tidak akan menemuka
Read more
Bab. 58
Nikita mendadak gugup. "Ma-maksudku, bagaimana jika nanti Kak Luna kelelahan di jalan, karena jarak dari sini ke kantor Kak Rayyan cukup jauh. Dua kali lipat dari jarak tempat tinggal kami yang dulu." ucapnya terbata-bata. Amanda mengerutkan dahi. Ada benarnya juga perkataan Nikita. Pasalnya, Luna memang memilih tempat tinggal yang tidak terlewati oleh Rayyanza jika pergi ke kantor. Alhasil, jarak tempuh menjadi semakin jauh. "Tidak apa-apa, aku kuat, kok!" sanggah Luna. Nikita tersenyum tipis. "Oh, ya. Aku lupa kalau Kakakku ini adalah strong woman," katanya, mencoba mencairkan suasana. Sebelum berpamitan pulang, Amanda memegang gelas berisi teh manis hangat kemudian menyeruputnya dengan pelan. "Ahh ... enak sekali," ucapnya. "Ayo, Kak. Habiskan minumnya," sahut Nikita. Amanda beranjak dari duduknya. "Baiklah, aku pamit ya. Jangan Lupa, besok jam delapan pagi kamu harus sudah berada di kantor. Oke?" peringat Amanda. Luna mengangguk penuh semangat. "Baik, Manda!" Sahabat Luna
Read more
Bab. 59
Ingatan itu menimbulkan dilema yang berat di hatinya. Anak yang dikandungnya pasti akan membutuhkan sosok ayah. Namun, bagaimana mungkin ia berbagi suami dengan sahabatnya sendiri. Luna terjebak dalam renungan. Memikirkan bagaimana masa depan akan berjalan. Ia menyadari bahwa keputusan apapun yang diambilnya akan membawa dampak besar, baik bagi dirinya maupun bagi orang-orang di sekelilingnya. Malam itu, akhirnya rasa lelah membawanya ke dalam lelap. Ia tertidur dalam keheningan malam.Pagi hari, sinar matahari mulai menerobos masuk melalui celah jendela, diiringi bunyi jam weker yang memecah keheningan. Luna membuka matanya secara perlahan, kemudian duduk di tepian ranjang. Perutnya yang kian membesar, mulai membuatnya merasa tidak nyaman. Dengan penuh semangat, ia mulai bersiap untuk bekerja. Beranjak dari duduknya dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Nikita sudah terlihat rapih dengan seragam sekolahnya. Rupanya, ia bangun lebih awal dan sudah menyiapkan sarapan untuk Luna
Read more
Bab. 60
"Maaf, Pak Rayyan. Wanita ini mengaku sebagai karyawan baru. Ia seenaknya saja menerobos masuk tanpa memperlihatkan ID Cardnya. Kemungkinan, dia adalah penyusup!" terang sekuriti tersebut. Wajah Rayyanza langsung mengeras. "'Apa kamu bilang? Penyusup?! sekuriti itu mengangguk. "Betul, Pak.""Kamu tau dia itu siapa, hah?" tanyanya dengan wajah memerah menahan marah. "Dia adalah-." Rayyanza menghentikan kata-katanya lalu menoleh ke arah Luna. "Wanita yang sangat aku cintai" sambungnya dalam hati. Dari nada bicaranya, ia mengetahui bahwa sang CEO itu marah. Sekuriti langsung menundukkan wajah, tak berani menatap Rayyanza. "Maaf, Pak jika saya salah." "Ayo, masuk!" titah Rayyanza pada Luna. Sebenarnya, Rayyanza ingin sekali memarahi bahkan memecat sekuriti itu karena sudah memperlakukan Luna dengan kasar. Namun, sebagai CEO, tentu saja ia harus bersikap bijaksana. Ia tidak bisa seenaknya memecat sekuriti tersebut karena telah menjalankan tugasnya sesuai prosedur. Hanya saja, itu men
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status