All Chapters of Menikah Tapi Tak Serumah: Chapter 11 - Chapter 20
63 Chapters
Bab 11
Setelah membeli beberapa jajanan oleh-oleh, Furqon membawa Feiza ke sebuah toko perhiasan dan membelikan sebuah cincin emas untuk gadis itu. Katanya Feiza harus memakainya jika belum mau memakai cincin nikah berlian yang diberikannya.Sebenarnya Feiza tidak mau menerimanya, tapi lagi-lagi demi misinya yang belum tercapai, Feiza mengiyakan dan langsung mengenakan cincin emas dua puluh empat karat dengan berat 3,5 gram itu.Terlalu besar menurut Feiza, dan tentu terlihat sangat mencolok di jari manis kecil tangan kanannya yang notabenenya mahasiswa yang berkuliah dengan beasiswa. Namun, apa mau dikata. Untuk saat ini Feiza terpaksa harus mengenakannya agar Furqon merasa senang.Setelah membeli cincin, Furqon hendak mengajak Feiza ke gerai ponsel dan membelikan iPhone terbaru untuk gadis itu. Tapi untuk satu hal itu Feiza langsung menolak dengan alasan ia masih terlalu eman dengan ponsel Android kesayangannya yang sudah lama menemani Feiza semenjak masih menjadi Maba alias mahasiswa baru
Read more
Bab 12
Furqon membawa Feiza masuk ke dalam sebuah bangunan rumah yang begitu besar dan megah setelah melepas alas kaki masing-masing di depan teras rumah yang berundak. Tembok rumah itu berwarna cream nyaris putih tulang senada dengan lantai keramiknya dengan pintu dan jendela yang berbahankan kayu jati bercatkan warna cokelat tua.Sofa yang ada di ruang tamu berwarna putih gading dengan beberapa kaligrafi indah yang menghiasi dinding, juga sabuah gambar Ka'bah berukuran besar di salah satu sisinya. Karpet dan permadani yang tak kalah bagusnya juga menyelimuti lantai pada sebagian besar ruangan berukuran 5 x 6 meter itu."Assalamu'alaikum."Furqon berujar mengucapkan salam. Tangan kirinya masih menggenggam tangan kanan Feiza dengan tangan kanan laki-laki itu yang menenteng kresek dan paper bag berisi oleh-oleh jajanan khas Jombang yang sebelumnya telah dibelinya."Assalamu'alaikum, Umi." Furqon mengucap salamnya lagi."Wa'alaikumussalam."Tak berselang lama, suara seorang wanita menyahut kem
Read more
Bab 13
"Abah ...." Furqon menyalami abahnya. Setelahnya, Feiza pun melakukan hal yang sama. Gadis itu beringsut mendekati Kiai Hamid setelah Furqon, maraih punggung tangannya, lalu menciumnya dalam-dalam. "Alhamdulillah." Kiai Hamid bergumam. "Ayune mantuku," lanjutnya memuji kecantikan Feiza. Kini gadis itu sudah melepas masker di wajahnya, sehingga wajah cantik yang ada di baliknya terlihat dengan jelas. Bu Nyai Farah, umi Furqon langsung tersenyum. "Iya, Bah. Pantas saja kalau putra kita tidak mau menikah dengan gadis lain selain Zahra." Feiza kembali tertegun mendengarnya. Umi Furqon kembali menyebutkan nama perempuan asing di depannya. "Umi ...," rajuk Furqon yang langsung membuat Bu Nyai Farah terkekeh geli. "Lho, iya tho? Kenyataannya begitu tho?!" Bu Nyai Farah kembali tertawa. "Kata Furqon kalian kuliah di tempat yang sama ya, Nduk?" Kiai Hamid melempari Feiza tanya. "Ah, enggeh, A-Abah." Feiza mengiyakan meski di akhir nada suaranya terdengar ragu ketika menyebut
Read more
Bab 14
"Kamu sudah hafal berapa juz, Nduk?" tanya Bu Nyai Farah kepada Feiza tepat setelah wiridan, doa, dan musafakhah usai jemaah salat Asar dilakukan. Feiza yang merasa tidak memiliki banyak hafalan langsung meringis. "Ndak sampai berapa juz, Umi," katanya. "Hanya juz amma dan beberapa surah," lanjutnya. "Ooo." Bu Nyai Farah langsung membulatkan mulutnya dengan suara huruf vokal 'o' yang keluar terdengar. "Umi kira kamu sudah khatam hafalan surah-surah Al-Qur'an seperti suamimu di pesantren tahfidz paman kamu, Zahra." Feiza hanya diam mendengarnya. Benar, Furqon memang seorang hafidz Al-Qur'an yang dulu nyantri di pesantren paman Feiza itu. Dan di sana pula sebenarnya awal Feiza mengenal Furqon, dan mungkin, awal pula bagi Furqon mengenalnya. "Kulo tidak ikut program tahfidz, Mi," lirihnya sambil mencoba tersenyum. "Kenapa lho, Nduk?" tanya Bu Nyai Farah bernada terkejut. "Eman banget kalau kamu ndak ikut program tahfidz. Segera ikut, ya! Tambah hafalanmu biar kamu bisa bantu
Read more
Bab 15
Feiza masuk ke dalam kamar Furqon dengan perasaan gamang. Gadis itu bahkan meremas ujung jari-jarinya karena perasaan gugup dan was-wasnya. Tidak jauh dari Feiza, Furqon yang sudah ada di dalam kamar terlebih dulu terlihat berbaring di atas ranjang sembari memainkan ponsel. Mereka baru saja selesai makan malam beberapa waktu lalu setelah salat Isya dan Feiza kembali diajak ngobrol berdua dengan Bu Nyai Farah. Tidak lama karena ibu dari Furqon itu kemudian menyuruh Feiza segera kembali ke kamar putranya untuk beristirahat, mengingat besok pagi-pagi sekali, Feiza dan Furqon akan kembali ke Plosojati. Jikalau boleh jujur, Feiza lebih memilih bercakap-cakap dengan Bu Nyai Farah saja sepanjang malam daripada kembali masuk ke kamar Furqon. Ia takut. Gadis itu juga sudah berusaha mengulur waktu berlama-lama dengan ibu mertuanya, tapi sayangnya usahanya sia-sia karena Bu Nyai Farah cepat mengakhiri konversasi mereka dan menyuruh Feiza segera tidu
Read more
Bab 16
Drtt ... Drtt .... Ponsel Feiza yang ia taruh di nakas samping ranjangnya berdering. Ia yang memang belum bisa tidur langsung meraih ponselnya dan menemukan nama Fahmi sebagai orang yang tengah menghubunginya. Feiza melirik Furqon yang tampak sudah terlelap lalu turun dari atas ranjang dan berjalan ke luar, menuju balkon kamar Furqon untuk mengangkat telepon dari teman satu kelasnya itu. "Assalamu'alaikum, gimana, Mi?" kata Feiza. "Wa'alaikumussalam, Fe." Suara berat Fahmi mengalun dari seberang sana. "Kamu udah sampe mana, Fe? Jadi kujemput kan?" tanya laki-laki itu. "Eh?" Feiza sedikit terkejut. Ia lupa kalau semula ia akan kembali ke kota rantauan dengan menaiki kereta api seperti bagaimana ia pulang ke Jombang sebelumnya. Dan Fahmi, laki-laki itu yang berjanji akan menjemput Feiza begitu tiba di stasiun. Karena sebelumnya, laki-laki itu pula yang memaksa mengantar Feiza ke stasiun saat berangkat pulang ke rumahnya. Pukul 22.00 WIB, sekarang seharusnya Feiza masih ada di
Read more
Bab 17 (a)
Feiza tidak tahu bagaimana akhirnya ia bisa tertidur. Namun, ketika dirinya bangun, gadis itu merasa langsung diliputi canggung. Bagaimana tidak? Feiza sangat yakin jika posisinya saat mencoba terlelap adalah berbaring terlentang. Bagaimana bisa ketika bangun dirinya dan Furqon saling berhadapan? Baiklah. Mereka berdua memang tidak saling berpelukan. Tapi posisi itu masih begitu memalukan bagi Feiza karena selain membuka mata dengan posisi tidur saling berhadapan, jaraknya dengan Furqon sangat dekat dan tangan mereka saling bertautan. Feiza merasa malu luar biasa karenanya. Terlebih ketika dirinya dan Furqon sarapan pada pukul 05.00. Begitu lebih awal daripada biasanya karena keduanya berencana kembali ke Plosojati pukul 06.00 pagi. Bu Nyai Farah, umi dari Furqon yang tak lain adalah ibu mertuanya menggodanya. "Jadi sudah sampai mana progres cucu Umi? Semalam Umi dengar ribut sekali." Uhuk uhuk uhuk!
Read more
Bab 17 (b)
"Kenapa kamu seperti ingin menangis lagi, Fe?" tanya Furqon. "Tenang. Salim bisa dipercaya." Furqon tertawa. "Njenengan yakin?" sambar Feiza. "Iya. Meski aku tidak memintanya langsung untuk itu, aku tahu Salim tidak akan menceritakan pernikahan kita kepada siapa pun tanpa seizinku." Feiza langsung menghela napasnya lalu mengusap air mata yang ada di ujung pelupuk matanya dengan tisu. "Sudah, kan?" tanya Furqon sembari melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 05.47. "Ada yang ingin kukatakan lagi, Gus," balas Feiza. "Nggak nanti saja saat di Plosojati?" "Ndak." Feiza menggeleng. "Aku ingin bilang sekarang." "Baiklah. Soal apa?" tanya Furqon. "Soal pemilwa, pemilihan mahasiswa." Feiza tidak langsung berterus-terang, menunggu tanggapan Furqon. Namun, laki-laki itu hanya diam hingga Feiza pun memutuskan untuk melanjutkan kata-katanya. "Aku dida
Read more
Bab 18 (a)
Furqon benar-benar menepati kata-katanya. Laki-laki itu mengantar Feiza kembali ke indekosnya di Plosojati. Ia tidak mengajak Feiza pergi ke sebuah rumah yang hampir tiga tahun ini menjadi tempat hunian Furqon di daerah perumahan elite yang menjadi tempat tinggalnya. Bangunan rumah cukup besar yang dengan sengaja laki-laki itu kontrak secara cash di muka untuk empat tahun setelah selesai melihat-lihat, karena Furqon memang sudah merasa cocok dengan rumah itu sejak awal. Bahkan jika pemiliknya mau melepaskan, maka dapat dipastikan, sertifikat kepemilikan rumah itu sudah berada di kantongan Furqon. Namun sayangnya, sang pemilik rumah tidak pernah berniat menjualnya dan hanya bersedia mengontrakkannya. Feiza menghela napasnya begitu Furqon menghentikan laju mobilnya. Alasannya? Furqon menghentikan mobil sedannya tepat di depan gerbang masuk indekos Feiza. Padahal, Feiza sudah mewanti-wanti Furqon agar laki-laki itu menurunkannya di tempat lain. Namun, rupanya Furqon tida
Read more
Bab 18 (b)
"Ya Allah. Barusan itu apa?" Feiza memegangi dadanya yang terasa berdedar-debar. Ia menyandarkan tubuhnya di gerbang indekos yang baru saja ia tutup setelah turun dari mobil Furqon.Feiza mengatur napasnya. Inhale. Exhale. Seperti itu beberapa kali kemudian kembali melangkahkan kaki setelah detak jantungnya dirasa normal. Ia menenteng beberapa paper bag yang diberi Furqon dan berjalan menuju kamarnya.Sampai di depan pintu kamar, Feiza mendapati sandal teman satu kamarnya ada di depan pintu. Itu berarti satu, Ella, teman satu kamarnya itu ada di dalam.Feiza pun kembali menghela napasnya, meraih gagang kenop pintu yang ada di depannya lalu membukanya dan masuk."Assalamu'alaikum," salam Feiza."Wa'alaikumussalam." Ella yang tampak rebahan di kasurnya menjawab. "Fe, dari mana?" Gadis itu mengalihkan atensi dari ponsel yang ada di genggaman tangannya untuk menatap Feiza dan menanyainya."Dari jalan, El." Feiza memilih menjawab sepe
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status