Semua Bab Jerat Pemikat: Bab 11 - Bab 20
57 Bab
bab 11
Aku lepas baju yang sudah ditempeli makhluk seperti ubur ubur itu. Aku buang dan aku tendang dengan kuat. Entah kemana hilangnya, jelas aku tak peduli. Kalau sudah begini, bukan tubuh Hamzah saja yang remuk tapi aku juga. Cakaran bahkan sabetan mahluk mahluk tadi berbekas meski mereka tak terlihat oleh mata. Maka tak jarang ada orang yang kaget saat baru bangn tidur terdapat jejak hitam di tubuhnya. Bisa jadi dia sedang dijamah, akan dijamah atau sudah dijamah oleh mahluk gaib. Emaku bilang, orang yang disukai lelembut akan sering ditinggali jejak di tubuhnya.“Tok tok tok!”Suara ketukan pintu terdengar dan Syarifah terdengar memanggil kami. Aku langsung bangkit dan meninggalkan Hamzah yang kini sudah tenang. Aku membuka pintu dan saat Syarifah melihatku, dia langsung menutup wajahnya.“Astaghfirullah,” ucapnya.“Kenapa? Setan apalagi yang datang?” tanyaku.“Itu, lo kenapa nggak pake baju sih? Geli liatnya!” ucapnya.Ah, aku kira ada mahluk halus yang menempel. Aku pun memasang waj
Baca selengkapnya
bab 12
..Aku melihat deretan pedagang kaki lima yang sedang menjajakan makanannya. Semua terlihat ramai, kecuali satu pedagang yang sepi pembeli. Sama sama menjual makanan olahan, tapi kenapa tak ada yang membeli.Sudah biasa. Aku melihat ada banyak sekali keganjilan jika melihatnya. Yang sepi, kadang ditutupi jin dari lawan pedagang yang lain. Ada juga yang sengaja menariknya dengan ilmu gaib yang membuat kedai tak nampak. Di tempat yang ramai, aku mencoba menengok. Makhluk apa yang sebenarnya menunggu di sana.Saat ikut menerobos di antara kerumunan orang mengantri, ada sosok makhluk gaib berlidah panjang yang sedang menjilati sendok pada pembeli yang sedang makan di sana. Ada juga yang bertugas meludahi sayuran agar nikmat di perut pembelinya. Awalnya aku pikir karena makanan itu enak, makanya laris. Tapi saat melihat mahluk mahluk itu, aku pun urung membeli.Aku keluar lagi dari kedai. Berjalan menuju ke warung yang sepi tanpa pembeli. Penjualnya seorang nenek tua, dia tampak nelangsa
Baca selengkapnya
bab 13
“Enak banget, beli di mana?” tanya Syarifah.“Depan.”“Ya tahu, emang di belakang ada bakul? Kosan semua pan. Maksudnya pedagang ya mana? Gue biasa beli nasi bakar nggak gini rasanya.”“Besok gue beliin lagi,” jawabku datar. Aku tetap memakan gorengan dan nasi bakarku, lalu melirik pada Hamzah yang sepertinya belum bernafsu makan.“Mas, dimakan sih. Di liatin nggak bikin kenyang loh,” ucap Syarifah.“Kayak nggak pengen makan, perut gue kembung. Gak enak banget,” ucap Hamzah.“Mau Ifah suapin?” tanya Syarifah menyodorkan sendok berisi nasi miliknya.Heleh! Modus.“Gak, Fah. Gue nggak pengin makan,” tolak Hamzah.“Setidaknya makan kalau masih mau hidup. Gue dan Syarifah udah bela belain nggak kencan bareng demi lo loh. Nih, pipi gue ampe merah dicakar cakar peliharaan lo, nih nih nih, apa nggak kasihan?” tunjukku pada luka luka memar yang masih ada di sana.“Ini gue yang lakuin?” tanya Hamzah kaget.“Memangnya siapa manusia laknat yang hobi nyiksa gue kalau bukan kalian berdua? Dimakan,
Baca selengkapnya
bab 14
..“Gimana semalam?” tanya Syarifah saat aku baru memasuki ruang kerjaku."Yang nggak beda jauh lah sama orang yang lagi jatuh cinta, deg-degan," jawabku sambil melayangkan boxong yang sudah lelah ingin duduk di tempatnya."Nggak diganggu lagi sama penunggu kosannya Tante Munaroh?" Syarifah masih terlihat penasaran."Gak, yang ganggu cuman kembarannya elu doang.""Siapa?""Kunti," jawabku sambil terkekeh.Semalam Hamzah tidur sangat lelap sedangkan aku tidak bisa tidur karena menjaganya dari gangguan-gangguan makhluk halus yang berusaha untuk kembali merasuki tubuh Hamzah. Bahkan aku hanya tidur beberapa jam saja setelah dirasa aman dari gangguan mereka semua. Nasib jadi orang yang gak tegaan, beberapa kali Hamzah mengigau membuat aku tidak bisa meninggalkan dia tidur begitu saja."Hai, Ifah," sapa Hamzah yang kini sudah mulai menunjukkan raut wajah yang normal."Pagi, Mas. Kayaknya cerah banget pagi ini," balas Syarifah sambil tersenyum dengan manis. Padahal tadi sama aku dia biasa
Baca selengkapnya
bab 15
“Nih minum.” Syarifah menyodorkan minuman untukku, aku pun menyingkirkannya. Aku gegas kembali ke kursiku, mengambil berkas yang diminta Bu Bos.”“Nggak mau minum ya udah, nggak usah masang wajah jelek gitu,” ucap Syarifah yang langsung kembali ke kursinya dengan wajah kesal.Sebenarnya yang sedang aku pikirkan adalah kerikil yang diambil oleh Bu Bos. Bukan aku yang sedang kesal dengan Syariah. Cuma ya, dia emang lagi nyebelin sih tapi gak aku terlalu Hiraukan. Hamzah masih dalam masa pemantauan, tapi gara gara aku nggak teliti akhirnya kena sita barang yang berguna sebagai penangkal mahluk gaib itu. Meski begitu, mendapatkan kerikil kecil di kantor kan tak akan mungkin. Aku pun harus mencari cara untuk bisa meminta kerikil itu kembali.Aku mengetuk pintu. Kudorong dan kupasang wajah seramah mungkin. “Ini berkas yang dibutuhkan, Bu,” ucapku pada Bu Bos yang sedang fokus dengan ponselnya.“Udah push upnya?”“Sudah, Bu.” Aku meletakkan berkas yang diberikan oleh Bu Bos di atas meja,
Baca selengkapnya
bab 16
..Sesampainya di bandara, aku menghubungi anaknya si Bos yang nomornya sudah dikirimkan Bu Bos. Terdengar langsung diangkat dan suara dia yang berteriak membuatku langsung menjauhkan ponselku dari telinga.“Lama banget sih?” sungutnya.“Sabar, Non. Ini udah nyampe kok. Nona Lisa di mana?” tanyaku yang baru dikasih tahu sama Bu Bos nama anaknya. Ternyata cewek.“Di kursi tunggu tengah, baju merah,” ucapnya.“Oke, otewe ke sana. Saya yang pake kemeja biru laut dan muka ganteng ya.”“Nggak tanya! Buruan!”Telepon langsung dimatikan dan yang membuatku kaget karena ternyata anaknya Bu Bos sama galaknya dengan ibunya. Aku langsung masuk ke dalam bandara dan mencari tanda-tanda wanita berbaju merah. Aku celingukan di dalam ruang tunggu karena yang memakai baju merah sangat banyak. Aku mencoba kembali mencari dengan panggilan telepon dan terlihat wanita berambut pirang yang nampak sedang mengangkat telepon. Mungkin dia orang nya."Nona Lisa ya?" tanyaku."Randu?" Dia meyakinkan."Ya, Non. S
Baca selengkapnya
bab 17
..“Bu, maaf mau tanya. Hamzah sama Syarifah sudah pulang ‘kah? Saya tadi lewat kosong bangkunya?” tanyaku memaksakan diri dengan rasa penasaran ini.“Oh iya, tadi Hamzah mendadak pingsan setelah sakit perut. Jadi Syarifah mau mengantarnya ke rumah sakit. Sudah diobati di ruang istirahat, tetap saja masih sakit katanya. Jadi, ya saya minta Syarifah temani Hamzah. Ada apa? Kamu mau menyusul mereka?” tanya Bu Bos.“Iya, Bu. Soalnya saya takut ada hal buruk pada teman saya itu. Kemarin juga habis sakit perut, takutnya itu … hm, gejala ayan.” Duh, cari alasan apa ya agar aku juga diperbolehkan untuk menyusul mereka. Perasaanku sungguh tak enak.“Ayan? Memang Hamzah punya penyakit ayan? Perasaan cuma sakit perut biasa. Katanya semalam sama kamu dibelikan seblak ‘kan?”Aku hanya merenges dan akhirnya punya alasan untuk pamit dari kantor.“Iyakah, Bu? Kalau begitu, saya yang harus tanggung jawab dong. Gara gara saya yang kasih seblak, Hamzah sakit perut. Saya mohon izin ya? Urgent, Bu.”“Mem
Baca selengkapnya
bab 18
“Kenapa, Fah?” tanyaku.Bukannya menjawab, ternyata dia sudah kesurupan. Entah mahluk apa yang merasukinya, tapi aku tahu dia hendak menguasai jiwa Syarifah. Dia menyerangku secara membabi buta, memukul, mencakar bahkan mengajakku berkelahi seperti seorang musuh yang ingin membunuh. Matanya merah, suaranya jelas bukanlah suara Syarifah.“Matilah kau …”“Matilah kau …”Ternyata makhluk ini adalah makhluk yang selalu membisik di telingaku. Dia yang diperintahkan Munaroh untuk membunuhku. Tenaganya begitu kuat, bahkan aku sampai tak bisa berkutik saat badanku terkunci tubuh Syarifah yang dikuasai mahluk itu. Hendak melawan brutal, takutnya Syarifah terluka. Akhirnya aku hanya bisa mencoba membentengi diri dengan tidak melawan melainkan berusaha untuk menenangkan Syarifah. Sayangnya doa yang aku rapalkan biasanya tidak berfungsi sama sekali untuk kali ini.Ya Allah, aku hanya memohon pada-Mu. Singkirkan para mahluk yang menggangguku ini. Jika bukan Engkau yang membantuku, siapa lagi? Di l
Baca selengkapnya
bab 19
“Ssh…”Syarifah menggeliat. Dia nampak sudah bergerak dan memegangi kepalanya. Hanya saja tak membuka mata. Sepanjang perjalanan dia tak bangun dan bersyukur tak ada yang mengganggu perjalanan kami sampai di pesantren. Mungkin setan dan demit takut dengan Ustad Husni atau mungkin insecure dengan kegantenganku yang hakiki.Kami mengantar mereka menuju ke pondok pesantren di mana biasanya Ustadz Husni mengajar. DI sana, mereka langsung di bawa ke ruangan khusus di mana biasanya akan diruqyah akbar. Para santri ikhlas membantu dan biasanya akan berlangsung 7 hari berturut turut. Setelah shalat Isya selesai, Semua santri yang berkenan ikut, berkumpul. Mereka diminta membacakan doa dan bacaan bacaan yang biasa diamalkan untuk ruqyah. Aku pun ikut membersamai karena ingin melihat bagaimana prosesi ruqyah akbar ini berlangsung.Awalnya, biasa saja. Namun, saat bacaan bacaan mulai dilantunkan aku melihat ada angin bertiup cukup kencang di sekitar kami. Para santri yang membacakan semua itu,
Baca selengkapnya
bab 20
Niatnya aku akan pamit pada Syarifah tetapi ustazah yang menemaninya bilang bahwa Syarifah sudah istirahat di kamar. Aku pun memutuskan untuk pulang sendiri malam ini dengan segala keberanian setelah mendengarkan tentang saran dari ustaz Husni.Jalanan kali ini cukup lengang karena aku pulang di jam 21.00 lebih. Suasana malam yang mencekam mendadak membuat dadaku berdebar tidak karuan. Antara berani dan tidak berani aku pun mencoba untuk menerapkan apa yang disarankan ustadz Husni agar aku perbanyak dzikir dan berdoa serta tidak meninggalkan kewajibanku sebagai seorang muslim.Sebelum berangkat aku wudhu terlebih dahulu sehingga saat banyak sekali makhluk gaib hendak menumpang di mobilku, mereka hanya singgah tanpa berlama-lama. Aku lagi saat murottal aku bunyikan di dalam mobil, jelas mereka tidak akan ada yang berani untuk mendekat apalagi menggangguku.Satu jam perjalanan dari desa menuju ke kota yang sangat panjang menurutku. Begitu sampai di kosan aku langsung membuka laptop dan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status