Share

How Could We Go Wrong?
How Could We Go Wrong?
Penulis: Putri Wahyuni

Prolog

(WazzApp Notification – Bagas)

"Alana, ada yang mau aku omongin sama kamu." -Bagas

Bagas, kekasih Alana, mengirimkan pesan singkat ketika Alana sedang sibuk-sibuknya mengerjakan pekerjaan di kantornya.

"Ngomong apa, Bagas?" -Alana

"Aku bakalan kasi tau pas kita ketemu." -Bagas

"Habis aku kerja kita ketemu, ya, sayang. Aku gak enak baru masuk kerja dua minggu udah izin." -Alana

"Oke, aku tunggu di restaurant deket kantor kamu, ya." -Bagas

Dua jam kemudian...

"Tasya, gue balik duluan ya. Gue ada janji sama Bagas." Jari Tasya terhenti menari di atas keyboard dan melihat Alana merapikan mejanya yang seakan dikejar oleh deadline.

"Hmm iye bucin!" Tasya menggelengkan kepalanya dan melanjutkan pekerjaannya yang masih belum selesai sehingga dia tak menghiraukan Alana yang terlihat buru-buru keluar dari ruangan kerja mereka.

Braakk!!

Alana tidak sengaja menabrak seorang pria yang berada di depannya karena terburu-buru untuk bertemu Bagas. Alana langsung mengambil berkas-berkas milik pria tersebut dengan menunjukkan raut wajah panik.

Pria itu membungkukkan badannya dan membantu Alana membereskan berkas-berkas yang sudah berserakan di atas lantai "Astaga! Pak maaf saya gak sengaja. Saya buru-buru. Saya minta maaf, Pak." Tatap Alana panik kepada pria yang ada di hadapannya.

Pria itu tidak menghiraukan permintaan maaf dari Alana, dia hanya melemparkan senyuman manis kepada wanita cantik yang ada di hadapannya itu "Oh, iya gapapa. Mbak kerja disini, kan?" 

"I-iya. Ada apa, Pak?" Jawab Alana tergesa-gesa, kemudian memberikan berkas pria tersebut kepadanya dan mereka pun beranjak berdiri

"Ruangan Pak Harsono, Manager perusahaan ini, dimana, Mbak? Saya Alan Manager PT. Industri Jaya yang akan bekerja sama de---" 

Alana memotong pembicaraan Alan, pria yang baru saja ditabrak olehnya "Oh, bapak lurus aja, ntar ruangan Pak Harsono ada di sebelah kanan. Terima kasih pak saya buru-buru." Ucap Alana dan langsung meninggalkan pria yang bernama Alan itu.

"Alan--" Terdengar suara Harsono memanggil

"Aduh apalagi, sih??" Alana menggerutu saat mendengar namanya dipanggil oleh Harsono. Dengan terpaksa Alana pun menoleh ke belakang "Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?" Jawab Alana dengan memberikan senyuman yang terpaksa.

"Saya manggil Pak Alan. Bukan kamu, Alana." Harsono menunjuk ke arah Alan, pria yang di tabraknya tadi. 

Alana menghela napas lega. Ternyata bukan dia yang dimaksud oleh Harsono "Oh oke kalau begitu. Saya permisi, Pak." Jawab Alana dan langsung meninggalkan Harsono dan Alan dengan berlari kecil.

"Hadeh... Ada-ada saja ulah karyawan baru." Ujar Harsono sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oh... Dia baru disini, Pak?" Tanya Alan memastikan.

"Iya, Pak Alan. Jadi mohon dimaklumi, ya." 

Alan tak menghiraukan Alana, karyawan baru Harsono, Alan pun langsung membahas kerjasama antara kedua perusahaan mereka "Jadi bagaimana kelanjutan kerjasama perusahaan kita, Pak Harsono?" 

***

Alana menghampiri Bagas yang sudah menunggunya beberapa menit di salah satu restaurant yang berada di jalan MH. Thamrin. Terlihat Alana tampak ngos-ngosan sembari memegang high heels yang sudah di lepasnya.

"Hey, sayang. Maaf banget ya aku telat. Kamu tau gak sih aku hampir jatoh makanya aku lepasin high heels aku. Tadi tuh di kantor a--"

"Alana, aku mau ngomong sama kamu." Bagas memotong pembicaraan Alana dan tampaknya arah pembicaraan Bagas kali ini sangat serius.

Alana sedikit terkejut dengan sikap Bagas. Tidak biasanya Bagas memotong pembicaraannya selama ini "Oh--- Ngomong apa, Sayang?"

Bagas menghela napas sembari menggenggam kedua tangan dan menundukkan kepalanya "Aku gak bisa ngelanjutin hubungan kita, Al."

"Maksud kamu?" Tanya Alana bingung dengan mengerutkan dahinya.

"I-iyaa. Aku mau kita putus, Al!" Ucap Bagas dengan sangat tegas.

"Putus? Tapi kenapa? Kita udah ngejalanin hubungan ini selama dua tahun. Kita masih baik-baik aja dan gak ada masalah apa-apa, Bagas." Ucap Alana terkejut sekaligus tak bisa menerima keputusan Bagas yang tiba-tiba memutuskan hubungan mereka.

"Iya aku tau. Tapi aku gak bisa lanjutin lagi, Al." Bagas meninggikan suaranya sembari menatap wajah Alana seakan keputusannya tidak bisa lagi diubah oleh siapa pun termasuk Alana.

"Alasannya? Kita gak punya masalah apa-apa, loh. Kamu udah ada yang lain? Kamu selingkuh?" Alana terus-terusan menginterogasi Bagas dengan pertanyaan yang beruntun. Mata Alana pun tampak mulai memerah.

Bagas menghela napas dalam dan menggenggam kedua tangan Alana, mencoba untuk menenangkan wanita yang di hadapannya itu "Bukan--- Aku gak selingkuh. Gini, Al. aku ngerasa hubungan kita gak ada perkembangannya. Aku mau menjalani hubungan yang dewasa. Hubungan yang udah memikirkan masa depan." 

Alana melepas dengan kasar kedua tangannya dari genggaman Bagas "Jadi hubungan kita gak dewasa maksud kamu?" Alana bertanya sinis dengan menaikkan alis kirinya.

"I-i-iyaaa." Jawab Bagas gugup dengan susah payah menelan ludahnya. 

Bagas melanjutkan pernyataannya atau lebih tepatnya alasan agar dia bisa mengakhiri hubungannya dengan Alana "Hubungan kita tuh masih gak memikirkan masa depan dan mentingin main-main aja, Al. Aku mau punya hubungan yang bisa buat aku berkembang." Bagas terus terang mengatakan bahwa hubungan yang dijalinnya dengan Alana tidak dewasa sama sekali

"Selama ini aku gak buat kamu berkembang ternyata. Mulai dari support karir kamu sampai kamu bisa kayak sekarang. Ternyata itu bukan support tapi cuma main-main." Alana tertawa sinis sembari melipat kedua tangannya.

Sementara Bagas seakan ditampar dengan kalimat Alana yang padat dan jelas. Membuat pria itu terdiam selama beberapa detik.

 "Gak gitu, Al. Aku makasi banget kamu udah ada di hidup aku selama ini, ta--"

Alana memotong pembicaraan Bagas saat raut wajahnya terlihat sedang susah payah menahan tangis "It's okay, Bagas. Kamu gak perlu ngomong apa-apa lagi. Harusnya aku gak nanyain alasan kamu untuk ninggalin aku. Kalo kamu emang mau pergi, kamu memang menginginkan itu dan gak ada alasan apa pun lagi. Thanks Bagas udah ngejalanin hari-hari kamu selama hampir dua tahun sama aku. Semoga kamu memang dapetin wanita dewasa yang cocok buat mendampingi kamu. Bukan aku, wanita baru lulus sarjana dan masih jadi karyawan baru. Aku baru inget aku gak setara sama kamu yang udah dapetin promosi jabatan di kantor kamu." Ucap Alana tegas

"Al, aku minta maaf." Ucap Bagas dengan nada frustrasi sembari meraih tangan Alana.

Alana menghempaskan tangan Bagas dengan kasar dan berdiri dari kursinya "Goodbye, Bagas." Ucap Alana dan langsung meninggalkan Bagas sembari memegang higheels yang sudah tidak dipakai lagi olehnya.

***

Setelah bertemu dengan Harsono, Alan langsung kembali ke apartemennya dengan wajahnya yang terlihat sangat lelah. Alan berdiri di sudut balkon bersama dengan Fina, kekasihnya, yang sudah menunggunya selama beberapa jam di dalam apartemen Alan. Keduanya tampak berbincang dengan ekspresi wajah serius satu sama lain.

"Fina, aku mohon jangan tinggalin aku. Aku minta maaf kalo aku pernah salah." Ucap Alan frustrasi.

Fina mendekat ke hadapan Alan dan menangkupkan wajah Alan dengan kedua tangannya "Alan, jangan paksa aku untuk jadi pacar kamu lagi." 

"Tapi kenapa?" Alan menatap Fina dengan air matanya yang mulai menggenang di pelupuk mata.

"Intinya aku mau putus." Fina langsung meninggalkan apartemen

Alan tanpa memberikan satu alasan pun kepada Alan.

Alan berdiri dengan tatapan kosong dan melihat Fina meninggalkannya begitu saja. Seakan ingin mengejar Fina namun kakinya begitu berat untuk melangkah. 

Alan merasa frustrasi karena telah kehilangan Fina yang selama ini sudah menemaninya. Dia hanya ingin Fina berada disisinya saat ini. Dengan keputusan Fina yang tak beralasan, Alan pun bergegas menyusul ke apartemen Fina yang jaraknya tak begitu jauh dari apartemen Alan. 

tok... tok... tok...

Fina membuka pintu apartemennya dan terlihat Alan sudah berada di hadapannya dengan tatapan frustrasi.

"Hey, Fin." Sapa Alan tak berdaya

"Ngapain kamu kesini, Alan?" Tanya Fina terkejut.

"Aku gak mau putus." Jawab Alan memohon

"Aku mau tunangan." Jawab Fina sembari bergegas menutup pintu apartemennya.

Alan menahan pintu apartemen Fina sembari terkekeh mendengar pernyataan konyol yang di lontarkan Fina kepadanya "Hahahaha. Banyak banget alasan kamu." 

"Telpon Papa aku dan tanya kapan aku bakal tunangan." Jawab Fina dengan ekspresi wajah yang sangat meyakinkan.

"Kamu serius?" Alan membulatkan matanya kearah Fina "Kamu dijodohin?" Tanya Alan lagi.

Fina menghela napas, mencoba memberanikan diri untuk menjelaskan kepada Alan "Aku serius dan aku gak dijodohin." Ucap Fina sembari masuk ke dalam apartemennya dan diikuti oleh Alan.

"Tapi kenapa tiba-tiba gini?" Tanya Alan bingung.

"Oke aku akan jelasin." 

Alan dan Fina duduk berhadapan di ruang tamu dengan tata ruangan yang menyuguhkan suasana minimalis. Mereka hanya di berikan jarak oleh meja kecil di hadapan mereka. 

Alan menunggu penjelasan Fina dengan menatap wajah wanita itu sembari melipat kedua tangannya. Sementara Fina sudah beberapa menit masih diam terpaku, tak tahu harus memulai perbincangan darimana.

Fina menghirup napas dan menghembuskannya untuk melawan rasa takut dan berani menjelaskan keputusan yang baru saja diambilnya "Aku udah tunangan dengan pria yang bernama Reza. Reza teman kecil aku, Alan. Aku deket banget sama Reza sampai kami berdua lulus SMA. Setelah itu, Reza lanjut kuliah ke US dan aku kehilangan dia. Pas dia balik ke Indonesia tiba-tiba dia datang ke rumah dan mau aku jadi tunangannya. A--"

"Dan kamu langsung nerima?" Alan memotong pembicaraan Fina.

"Maaf, Alan. Selama kita pacaran, rasanya aku bener-bener kehilangan sosok Reza. Aku mencoba menggantikan sosok Reza dengan kamu, tapi ternyata sampai sekarang aku masih merasa lebih nyaman dengan Reza daripada kamu." Ucap Fina tanpa merasa bersalah atas apa yang baru saja dia katakan.

Alan menatap Fina sinis sembari menggeleng-gelengkan kepala "You're so cruel."

"I know. I'm sorry." Hanya itu yang bisa di ucapkan Fina kepada Alan. 

Ternyata Fina mendampingi Alan selama ini karena dirinya kesepian dan ingin menggantikan sosok Reza. Namun, kenyamanan yang diberikan oleh Reza selama ini kepada Fina membuat hal itu tak tergantikan oleh siapa pun termasuk Alan yang sudah menemani Fina sejak kuliah sampai mereka berdua bekerja.

Fina meraih tangan Alan dan menggenggamnya "Alan, aku harap kamu bisa dapetin wanita yang jauh lebih baik dari aku dan mengerti kamu s--"

"Basi." Komentar Alan tidak terima sembari menghempaskan tangan Fina dengan kasar. Alan pun bergegas keluar dari apartemen

Fina dengan membanting pintunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status