Benar kata Haidar sebelum pulang, Kayra diantar oleh mobil dengan Haidar sebagai supirnya.Sesampainya didalam rumah, Kayra sudah disambut oleh wajah lesu sang mama."Mama Reana Reina, kemana?"Tanya Kayra sambil celingukan mencari anaknya yang tumben sekali tidak menyambutnya.Kayra duduk disebelah sang mama."Anak kamu dijemput papa-nya." Ucapan mama mampu membuat Kayra reflek bangkit. "M-maksud mama, apa? Mama bercanda kan? Mereka gak tahu papa-nya lho ma." Ucap Kayra.Mama mendongkak menatap sang anak. "Mama gak bercanda Kayra. Pas mama lagi bawa mereka jalan-jalan Nabastala datang.""Kok mama ijinkan?""Dia maksa. Mama gak bisa berbuat apa-apa dan mama juga gak tega karena dia nangis berlutut sama mama hanya untuk meminjam anaknya."Kayra memalingkan wajahnya, ia menarik rambutnya kebelakang."Nabastala bawa mereka kemana ma?""Ke rumahnya."Tanpa menunggu mama bersuara lagi, Kayra segera membawa kunci mobil dari lacinya, kemudian dia pergi menuju rumah Nabastala yang tak lain ad
“Mama… kata teman-teman aku… aku sama Riana anak h-haram….” Reana mulai berbicara sambil terisak. “P-padahal kan kita anak Mama….”Kayra tertohok. Anak seperti apa yang berani mengatakan hal buruk itu kepada putri-putrinya?Ia baru saja pulang dan memasuki rumah orang tuanya. Tapi, bukan sambutan hangat yang Kayra dapatkan melainkan sebuah isak tangis yang bersahutan dari ruang keluarga.Kata sang papa, anaknya baru saja dibuli di sekolah karena tidak memiliki ayah. Kayra menatap kedua anak yang ada di pangkuannya. Kayra Agnesia, seorang ibu dari dua anak kembar. Jandanya seorang pengusaha kaya raya. Kecantikan wajah dan kesuksesan dalam berkarir tidak menjadi tolak ukur cinta itu bertahan, buktinya Kayra ditinggalkan suaminya saat tengah mengandung anak kembarnya di usia tujuh bulan.Kayra kira, setelah bercerai dan hidup lebih baik, ia akan bahagia. Tapi tidak dengan kedua anaknya. Ini bukan kali pertama anak-anaknya dibuli hanya karena tidak memiliki ayah.“K-katanya… karena kita
Kayra menatap tak percaya pada seorang pria muda yang tidak dia kenal. Pria itu memakai kaos oblong biasa, dan celana bahan yang terlihat sedikit kotor. Ada handuk kecil yang melingkar di lehernya, dan sebuah topi hitam menutupi rambutnya yang agak ikal."Nyonya apa sopan Anda memaki seseorang di tempat seperti ini?" Tanya pria itu berani.Wanita itu menatap pria yang mencekal tangannya. Ia tatapan sekitar. Benar banyak orang. Lalu matanya menatap pria itu dari atas sampai bawah."Kamu siapa berani-beraninya melarang saya? huh?! Kamu gak tahu apa-apa. Dasar miskin!" Ucap wanita itu lalu pergi sambil menghentakkan kakinya.Kayra bernapas lega. Dia menatap pria itu dengan binar di matanya."Terima kasih ya." Ucap Kayra.Pria itu tersenyum. "Sama-sama, Nyonya. Apa anda tidak kenapa-kenapa?"Kayra menggeleng.Pria tadi memerhatikan Kayra. Ia melihat wajah Kayra sebelah pipi wanita itu sedikit merah dan memar."Tapi itu—" tunjuk pria itu.Kayra menyadarinya, ia pegang sebelah pipinya itu.
Deg!Kayra ingat tentang kejadian tadi siang dan itu membuatnya takut. Kayra takut mantan suaminya datang kerumah ini, ia takut Nabastala akan merebut kedua putrinya. Sungguh, tidak ada perasaan lain selain takut."Semoga itu bukan Nabastala." Gumamnya.Kayra tidak beranjak dari tempat itu, bahkan setelah siluet orang tadi menghilang Kayra tetap disana. Sedangkan kedua anaknya kini sudah tertidur."Permintaanku tidak banyak, Tuhan. Aku ingin anakku bahagia. Setidaknya cukup sampai aku luka itu, anak ku jangan." Kayra menatap ke arah langit yang begitu gelap pekat malam ini.Kemudian ia beranjak dari sana menuju ranjang yang sudah diisi anak-anaknya.Ia duduk di antara kedua anaknya. Ia usap rambut keduanya, air mata itu kembali menghiasi pipi mulusnya."Nak, maafkan mama. Mama belum bisa menjadi ibu yang baik untuk mu. Maaf jika mama selama ini belum bisa membuat mu bahagia dan bangga. Tapi, perlu kalian tahu sayang, mama sayang sekali pada kalian." Ucapnya.Sakit sekali rasanya setia
Kayra memandang putrinya sekejap. Ia bertanya dalam hatinya. Jika ia menikah lagi itu adalah jodoh, lantas ayah dari kembarnya siapa.Tapi Kayra tidak memperdulikan itu, yang ia pedulikan sekarang adalah kebahagiaan putrinya. Setidaknya walau tidak ada ayah mereka harus bahagia. Kayra berjanji akan menjadi ibu yang baik sekaligus melengkapi peran ayah. Lelah itu nomor dua kebahagian dua kembarnya adalah yang utama."Mama tidak perlu itu sayang, yang Mama harapkan sekarang adalah kebahagiaan kalian. I love you.""I love you too, Mama." Balas keduanya.Kayra mencium kening putrinya bergantian.***Pagi harinya, Kayra beserta putri dan kedua orang tuanya tengah bersiap untuk sarapan di meja makan.Setelah selesai dengan acara sarapannya, Kayra kembali pada aktivitasnya seperti biasa. Anak-anak ada mama.Saat sedang fokus bekerja, pintunya terbuka. Awalnya Kayra was-was takut laki-laki kemarin datang lagi, tapi ternyata itu adalah papa dan itu membuatnya bernafas lega."Tegang banget muk
Di sisi lain.Kayra dengan pulang membawa wajah lesu dan tubuh yang begitu lelah. Bagaimana tidak, mantan suaminya tadi kembali menemuinya di jalan saat Kayra hendak pulang. Katanya Nabastala akan terus mengejar Kayra sampai ia mendapatkannya kembali.Kayra duduk di ruang tamu, ia menghela napas lelah. Kayra mengedarkan pandangan, mencari orang tua juga putrinya. Ternyata tidak ada, mungkin sudah tidur pikirnya.Ia beranjak dari kursi ruang tamu menuju kamarnya.Saat Kayra sudah sampai di depan pintu, ia melihat pintu yang sedikit terbuka. Awalnya Kayra mengira anaknya ceroboh, tapi sebelum kakinya lebih jauh melangkah, ia mendengar suara orang menangis dari dalam."Hiks... kenapa kehidupan kalian harus seperti ini sayang. Dulu ibu mu begitu Oma dan Opa manjakan, tapi kenapa kalian tidak merasakan itu. hiks.."Kayra tahu, itu pasti suara mama.Saat Kayra masuk, ia melihat mama yang duduk ditepi ranjang sembari mengelus surai anak-anaknya."Ma." sapa Kayra.Mama menoleh, buru-buru ia u
Kayra ragu untuk ikut. Sejauh ini Kayra belum pernah makan mie ayam pinggiran. Tapi, benar kata Haidar Kayra lapar. Akhirnya ia setuju untuk ikut.Di tempat penjual mie ayam, Kayra menatap makanan itu tanpa selera. Kayra khawatir jika makanan itu tidak steril.Haidar yang memang sudah kelaparan, ia makan lebih dulu. Tapi, melihat Kayra hanya menatap makannya ia menatap wanita itu."Kayra kenapa gak dimakan?""Gak papa emang kalo di makan?" Tanyanya polos.Haidar terkekeh, ia lantas mengambil satu sendok mie, "Ini coba punya ku. Kalo gak papa berarti emang baik buat dimakan."Kayra ragu, masa ia disuapi orang asing. Tapi, gak papa lah.Saat Kayra menerima suapan itu, matanya membulat. Benar, rasa mie ini tidak jauh beda dengan mie ayam yang selalu ia makan dari kedai-kedai."Enak kan?""Iya lho. Ini aku makan ya. Nanti aku yang bayar aja deh. Makasih udah kasih rekomendasi." Ucapnya dan mulai memakan mie miliknya.Haidar tersenyum kecil menatap wanita di sampingnya."Jangan. Mie ini bi
Setelah mengantar Haidar dan Ravendra, Kayra kembali ke rumah bersama anak-anaknya."Mama, kasihan ya rumah Abang itu." Ucap Reana sesampainya di rumah.Kayra yang ada dibelakang anaknya, mengernyit heran."Lho, kenapa? Apa yang kasihan?" Tanya Kayra.Kedua anaknya langsung berhenti berjalan, mereka berbalik dan menatap mamanya yang menatap mereka keheranan."Bayangkan mama, rumah kita besar. Tapi, rumah Abang itu kecil." Ucap Reina.Kayra menghela napas, ia berjalan lebih dulu lalu duduk. Reana dan Reina yang tidak mendapat respon lantas menyusul mamanya."Mama ih...." Rengek keduanya. Kayra yang tengah bersandar di sandaran sofa ia menatap anaknya. "Apa?""Mama emang gak punya hati." Ucap si kembar bersamaan yang langsung pergi meninggalkan Kayra.Kayra menatap ke arah tangga. "Lho kok aku yang salah?" Monolognya.***Tiga hari sejak hari itu, hari dimana Kayra tahu nama Haidar pun sebaliknya. Kini, Kayra tengah duduk dikursi kebesarannya."Aku lupa satu hal. Kenapa aku gak minta no