“Zack, astaga! Aku hampir tidak mengenalimu!”
Aurora tersenyum ke arah pria tampan nan gagah yang tengah menunggunya di bandara.
Belasa tahun tidak bertemu, Aurora cukup terkejut melihat perubahan kakak tirinya itu.
“Kamu juga berubah, Adik Manis.” Zack membalas dengan senyum penuh pesona. Mata hitam legamnya menatap Aurora dengan intens. “Sangat cantik,” tambahnya lagi dengan menyipitkan mata.
Dipuji demikian, Aurora tersenyum canggung. Ia tidak menyangka, Zack ternyata bermulut manis. Sungguh kombinasi bahaya, dengan wajah tampannya dan rekening gendutnya.
Pria itu kemudian membantu Aurora membawa koper, dan melenggang keluar dari pintu kedatangan menuju mobil.
Namun, kening gadis cantik itu mengerut dalam ketika merasakan tatapan dan bisik-bisik orang-orang di sekeliling tertuju pada mereka. Terutama, ke arah Zack yang berjalan tegap di sampingnya.
“Kenapa semua orang memperhatikanmu, Zack?”
Zack menoleh, ia mengedipkan satu matanya. “Aku terkenal.”
Aurora terkekeh. Ia jadi ingat, ia memang pernah melihat majalah yang memuat berita tentang Zack. Sang pengusaha muda berprestasi yang mampu membangun kembali perusahaan keluarga yang hampir bangkrut.
Sampai di sebuah mobil mewah, Zack memasukkan koper Aurora ke bagasi. Tidak lupa, lelaki itu membukakan pintu untuk adiknya, baru kemudian duduk di kursi kemudi.
Namun, bukan membawanya langsung menuju tempat tinggal mereka, Zack membelokkan kendaraannya ke sebuah rumah makan yang tampak mewah.
“Kita makan dulu di restoran.”
Sebenarnya, Aurora tidak merasa lapar. Namun untuk menghargai tawaran Zack, ia akhirnya hanya memesan salad dan jus segar. Mereka makan dalam diam, dengan Zack yang tatapannya terpaku pada ponsel.
Duduk berhadapan dalam jarak dekat, Aurora tidak henti memperhatikan paras Zack yang sempurna. Hidung mancung dan rahang tegas, bibir tebal yang terlihat begitu seksi. Belum lagi, tubuhnya yang begitu atletis dengan otot-otot yang menonjol dari balik kemeja.
Harus ia akui, pesona kakaknya memang sulit ditolak oleh wanita.
“Jadi, apa yang kamu lakukan di sini?” Suara Zack yang dalam menyentak Aurora dari lamunannya.
“Mami ingin aku membantumu di perusahaan.”
Zack terlihat menganggukkan kepalanya ringan. “Sekalian mengawasiku?”
Kedua alis lelaki itu terangkat, menatap Aurora dengan pandangan menyelidik yang justru terlihat begitu menggoda.
Hembusan napas berat terdengar dari hidung Aurora.
“Mami khawatir dengan prilaku bebasmu di sini,” jawabnya jujur. Pasalnya, mami mereka sering kali berkeluh kesah tentang hal itu.
Makanannya telah tandas, Zack lantas melipat kedua tangannya di dada. Ia memicingkan mata ke arah Aurora. “Dan kamu pikir itu bisa mengubahku?” Ia mendengus sesaat lalu melanjutkan, “Jangan mimpi!”
Aurora sedikit gentar mendengar pernyataan Zack yang mengintimidasinya.
"Mami yang berpikir begitu. Aku hanya menuruti keinginannya,” jawab gadis itu dengan nada pasrah. “Kamu tau, akhir-akhir ini tekanan darahnya sering tinggi mendengar perilakumu di sini."
Dengan nada sinis, Aurora mengungkapkan beberapa berita tentang Zack yang sampai ke telinga orang tua mereka.
Zack yang memiliki kebiasaan hidup berfoya-foya, menghabiskan uang untuk pesta dan hal-hal yang tidak berguna lainnya.
Bahkan kebiasaannya yang sering bergonti-ganti wanita dan menghamburkan uang untuk mereka juga tak luput dari kekhawatiran sang mami.
"Mami berlebihan. Aku hanya melakukan hal yang biasa dilakukan pria seusiaku." Zack mencebik dan mengacuhkan protes Aurora.
"Itu tidak wajar, Zack!" Geram, Aurora memutar bola matanya.
Embusan napas panjang terdengar dari bibir Zack. Aurora tebak, lelaki itu tidak akan menyerah begitu saja.
“Sampai kapan kamu di sini?”
Dugaan Aurora tepat. Baru tiba, ia sudah mendapat pertanyaan kapan ia akan pulang.
Dengan mengedikkan bahu, Aurora menjawab, “Mungkin, enam bulan lagi? Yang jelas, aku akan pergi kalau Alzard sudah kembali.”
Alzard adalah adik kandung Zack. Lelaki yang usianya hanya terpaut dua tahun lebih muda dari Zack dan selama ini menjadi sosok kakak angkat yang baik dan perhatian pada Aurora. Sungguh sangat berbeda dengan sifat Zack.
Tiba-tiba Zack meledakkan tawanya. Lalu, disela-sela tawa itu, ia menyeringai dan berkata dengan nada mengejek. “Taruhan. Dalam waktu satu minggu, kamu akan merengek minta pulang.”
Setelah berkata demikian, Zack meneguk minumannya. Wajah tampan lelaki itu terlihat sungguh menyebalkan bagi Aurora. Namun, demi baktinya pada orang tua, Aurora berjanji dalam hati akan bertahan pada sikap Zack.
“Kita lihat saja nanti.” Aurora memandang Zack dengan tatapan angkuh.
Seringai di bibir Zack belum memudar. Lelaki itu mencondongkan tubuhnya ke arah Aurora. Mereka bertatapan beberapa saat.
“Kamu akan menjadi sekretarisku di perusahaan. Tidak ada yang boleh tau kamu adalah adik angkatku. Jangan menganggap dirimu istimewa. Kamu tidak lebih dari seorang pegawai!”
“Oke.”
Aurora melihat kilat di mata Zack saat mendengar ia langsung menyetujui penawarannya. Bahkan netra berwarna emerald itu mengamati seksama tubuhnya hingga ia risih.
“Dan perlu kamu tau, aku juga biasa tidur dengan sekretarisku!”
Glek!Aurora menelan ludahnya sendiri mendengar pernyataan Zack.Mata mereka kembali saling menatap. Kali ini, ia baru menyadari bukan tatapan seorang kakak yang Zack berikan. Melainkan lirikan seorang lelaki mesum.“Sayang sekali sekertarismu yang baru ini adalah adikmu sendiri yang tidak mungkin kamu tiduri, Zack!” Aurora berusaha menjawab santai.“Siapa bilang kita tidak bisa memiliki affair?!” tantang Zack, terlihat begitu serius dengan ucapannya. “Kamu hanyalah adik angkatku.”Kemudian lelaki itu terkekeh, menyebalkan!‘Tidak. Zack hanya bercanda.’ Aurora kembali meyakinkan dirinya sendiri.Aurora menatap Zack yang duduk bersandar. Lelaki tampan itu membalas tatapan tajam sang adik angkat dengan senyum menggoda. Tidak kuat meladeni tatapan tajam itu, Aurora pun menundukkan kepala. ‘Sial! Dia benar-benar menyebalkan!’Saat itu, Zack tertawa renyah. Kemudian, lelaki itu mengulurkan tangan ke hadapan Aurora. “Baiklah, kita lihat kemampuanmu di perusahaan … dan ketangguhanmu menolak
“Kamu benar-benar gila, Zack!” Aurora mendatangi ruangan kakaknya dengan kemarahan. Sebab, rumor yang dikatakan Zack benar-benar terjadi. “Semua orang percaya bahwa kita sudah tidur bersama!”Pasalnya, ketika pagi ini ia datang ke kantor … Aurora mendapati tatapan menghina—terlebih dari karyawan wanita. Mulanya, ia bersikap tidak acuh. Namun, saat mendengar bisik-bisik bahwa ia adalah sekertaris yang baru saja berbagi ranjang dengan bos sangat santer terdengar, kupingnya memanas.“Bagus, dong.” Zack menyahut santai. “Mereka tidak perlu tau kalau Amber-lah yang bersamaku semalam.”Seketika Aurora terdiam. Ia pikir, Amber yang ia telepon kemarin adalah salah satu klien perusahaan. Ternyata adalah salah satu wanita yang menghangatkan malam sang kakak.‘Benar-benar keterlaluan!’ umpat Aurora dalam hati. “Hari ini dan selanjutnya aku pulang sendiri saja.” Aurora berkata dengan nada ketus.“Mauku juga begitu. Tetapi, tidak bisa!” Zack langsung menolak keinginan adik angkatnya. “Mami bilan
“Tolong rahasiakan ini dari Zack.”Ketika sadar, pelayan telah siaga dengan seorang dokter pribadi. Dari diagnosanya, diketahui bahwa magh Aurora kambuh. Tingkat stress yang tinggi, hingga melewatkan jam makan menjadi penyebabnya.Aurora berpikir, jika Zack tahu … lelaki itu pasti akan menggunakan kesempatan itu untuk menendangnya pergi. Lelaki itu juga pasti akan melapor pada Mami, dan bisa jadi membuat maminya kepikiran.Dua minggu berlalu, Aurora tersenyum pada cermin di depannya.“Kamu hebat, Aurora!” ujarnya sembari menepuk-nepuk dadanya sendiri. “Siapa bilang kalau aku akan merengek minta pulang dalam waktu kurang dari satu minggu?” bibir wanita itu tertarik ke atas, otaknya langsung terpikirkan wajah Zack.Ia merasa puas, sebab ia telah membuktikan pada Zack, bahwa ia bukanlah wanita yang lemah.“Teruslah bertahan, sampai tugasmu selesai!” katanya lagi sebelum akhirnya bergegas ke kantor.Sementara Aurora sudah pergi satu jam yang lalu, Zack justru baru bersiap. Lelaki itu meng
Tepat pukul lima sore, satu pesan masuk melalui telepon genggamnya.Zack: Jangan telat pulang! Dan jangan lupa, pesankan makananku, juga bawakan aku champagne.Satu jam kemudian, Aurora telah siap dengan permintaan Zack. Namun, ia berdecak kala menyadari jika satu-satunya gaun yang ia miliki adalah gaun terbuka yang memamerkan bagian atasnya.Karena tidak ada waktu lagi untuk membeli gaun baru, Aurora pun memakai gaun tersebut. Tentu, ia menambahkan sebuah scarf di leher untuk membantu menutupi tulang selangkanya—meski kenyataannya, scarf itu justru membuat penampilannya tidak lebih baik.Kemudian, karena masih ada satu tugas yang harus ia emban—yakni mengambil champagne kesukaan Zack, ia pun segera bergegas. Malang, sesampainya di sana … stok terakhir minuman itu telah terjual ke orang lain.“Bukankah aku sudah memesan lebih dulu?” Aurora memastikan lagi pada pelayan di sana.Suara berat kemudian terdengar dari arah samping Aurora. “Anda juga memesan minuman ini, Nona?”Wanita itu me
“Apa yang kamu berikan padaku semalam? Kenapa aku ketiduran?” Zack memicingkan matanya pada Aurora yang sedang berdiri di depan ranjangnya.Saat Zack berniat merayu Aurora, tiba-tiba ia merasa luar biasa mengantuk. Aurora merasa sangat beruntung, pelukan lelaki itu mengendur hingga bisa menghindar. Zack tidur lelap setelah dipindahkan ke ranjang.Sambil mendengus kesal, Zack masuk ke kamar mandi setelah mendengar penjelasan Aurora. Pagi ini mereka memang akan menjemput Mami dan Alzard di bandara yang khusus datang untuk merayakan ulang tahun Zack.“Chatting siapa pagi-pagi?” Zack merangkul pinggang ramping Aurora dari belakang."Aaahhh." Aurora terkejut hingga telepon genggamnya terlepas dari tangan dan meluncur bebas ke lantai berkarpet."Apa, sih? Jangan berteriak. Pusing kepalaku!" sentak Zack yang langsung melepaskan tangannya dari pinggang Aurora dan menutup telinganya."Kau mengagetkanku!" Aurora membalik tubuhnya dan mendelik pada Zack.Sedetik kemudian, Aurora terdiam. Tangan k
Dengan cepat, Aurora menjelaskan bahwa bukan Zack penyebab ia sulit tidur. Mungkin karena sebentar lagi ia akan menstruasi dan tubuhnya terasa tidak enak saja.Alasan Aurora membuat Carla mengangguk mengerti. Alzard yang sempat khawatir pun akhirnya menimpali dengan candaan bahwa ia tidak mau dekat-dekat Aurora."Wanita dengan PMS bisa sangat berbahaya. Jauh-jauh dariku, Aurora." Alzard tergelak melihat Aurora mendelik padanya."Tapi menurutku, Mami tidak benar juga. Aurora bukannya pucat. Kulitnya memang sangat putih. Apalagi pagi ini tidak mengenakan make up," imbuh Alzard lagi."Sok tau!" Sekali lagi Aurora mencebik pada Alzard.Tawa canda Alzard dan Aurora membuat Zack terganggu. Apa keduanya memang terbiasa akrab begitu? Bagaimana juga Alzard tau Aurora tidak bermake-up?"Saking penasaran, Zack sampai mengamati wajah Aurora. Biasa saja. Penampilan Aurora sama saja seperti hari-hari lain.Namun semakin diamati, wajah Aurora mengingatkannya pada tokoh-tokoh bangsawan zaman dulu. Kla
Malam itu Aurora kembali sulit tidur. Terngiang ucapan Zack bahwa ia akan terus mencoba menggodanya hingga keinginannya terkabul. Wanita itu mengembuskan napas berat.“Apa aku mengadu pada Mami saja?” gumam Aurora. Kemudian dengan cepat ia menggeleng. Mami akan sangat murka pada Zack dan itu baik bagi kesehatannya.Pusing karena tidak menemukan jawaban, Aurora menenggak satu butir obat tidur dan langsung naik ke ranjang.Pagi harinya, pintu kamar Aurora diketuk seseorang. Wanita itu menyeret langkah dan membukanya. Alzard dengan masih menggunakan piyama berdiri di depan pintu.“Hai, temani aku berenang, yuk.” Alzard langsung menarik tangan Aurora.Aurora tidak sempat menolak. Lagipula ia cukup terhibur dengan adanya Alzard hingga ia tak harus selalu bersama Zack. Keduanya berpisah di kamar mandi kolam renang untuk berganti pakaian.Sementara itu, Zack yang masih tidur tiba-tiba terbangun oleh gelak tawa dari arah jendela kamarnya. Awalnya, ia mengabaikan suara itu dengan menutup teling
“H-Hah. Blurp, blurp.”Aurora benar-benar tenggelam. Ia segera berpegangan pada pinggir bathtub dan duduk dengan napas memburu. Tak sadar, ia telah tertidur dan tubuhnya merosot ke dasar bathtub.Di sekelilingnya tidak ada orang. Pasti tadi ia bermimpi ada yang membangunkannya hingga ia tidak kehabisan napas di dalam air. Segera saja, ia keluar dari bathtub dan berpakaian.“Nona sudah ditunggu sejak tadi di meja makan.” Seorang pelayan berkata santun pada Aurora saat ia keluar dari kamar.“Iya, terima kasih.”Kaki-kaki panjang Aurora segera melangkah cepat menuju ruang makan. Ia merasa tak enak hati, anggota keluarga lain menunggunya.“Mami, selamat pagi,” sapa Aurora yang langsung mencium pipi orang tua angkatnya tersebut.Ia juga menyapa Zack yang sama sekali tidak membalas, dan Alzard yang mengedipkan satu mata padanya.“Hai, Aurora sayang. Selamat pagi.” Clara tersenyum pada sang putri angkat dan mempersilahkan duduk di sampingnya.“Maaf, aku terlambat. Sempat ketiduran sebentar s