Glek!
Aurora menelan ludahnya sendiri mendengar pernyataan Zack.
Mata mereka kembali saling menatap. Kali ini, ia baru menyadari bukan tatapan seorang kakak yang Zack berikan. Melainkan lirikan seorang lelaki mesum.
“Sayang sekali sekertarismu yang baru ini adalah adikmu sendiri yang tidak mungkin kamu tiduri, Zack!” Aurora berusaha menjawab santai.
“Siapa bilang kita tidak bisa memiliki affair?!” tantang Zack, terlihat begitu serius dengan ucapannya. “Kamu hanyalah adik angkatku.”
Kemudian lelaki itu terkekeh, menyebalkan!
‘Tidak. Zack hanya bercanda.’ Aurora kembali meyakinkan dirinya sendiri.
Aurora menatap Zack yang duduk bersandar. Lelaki tampan itu membalas tatapan tajam sang adik angkat dengan senyum menggoda.
Tidak kuat meladeni tatapan tajam itu, Aurora pun menundukkan kepala. ‘Sial! Dia benar-benar menyebalkan!’
Saat itu, Zack tertawa renyah. Kemudian, lelaki itu mengulurkan tangan ke hadapan Aurora. “Baiklah, kita lihat kemampuanmu di perusahaan … dan ketangguhanmu menolak pesonaku.”
**
Dua hari kemudian, Aurora siap bekerja. Namun, baru hari pertama … ia sudah dikerjai oleh Zack yang menurunkannya di tengah jalan.
“Kita tidak bisa terlihat berangkat dengan mobil yang sama ke kantor. Ingat, kamu hanya pegawaiku.”
Lelaki itu berkata demikian. Mau tidak mau, Aurora keluar dari mobil dan melanjutkan perjalanannya ke kantor dengan berjalan kaki.
Begitu sampai kantor, sesuai perintah Zack, ia langsung mendatangi Manajer HRD.
“Apa kamu waras? Terlambat satu setengah jam pada hari pertama bekerja?!!”
Pertanyaan sinis langsung didapat Aurora.
“Maaf.” Hanya kata singkat itu yang bisa Aurora ucapkan.
Wanita di depan Aurora itu kemudian mengomel panjang lebar.
Aurora berusaha menulikan pendengaran, sampai mereka mendengar ketukan di pintu.
Wajah manajer yang semula garang langsung berubah manis ketika melihat sosok yang membuka pintu ruang kerjanya.
“Tuan Zackery.” Wanita itu berdiri, menyambut bos-nya. Nada suaranya bahkan terdengar begitu manis. Kontras dengan nada yang tadi ia gunakan ketika mengomeli Aurora.
Zack mengangguk singkat. Ia lalu melirik Aurora dan berkata, “Aurora baru datang dari luar negeri. Dia akan menjadi sekertarisku.” Kemudian, tanpa menunggu balasan Manajer HRD, ia beralih pada Aurora. “Ikut aku!”
Demi sopan santun, Aurora menunduk ke arah Manajer HRD sebelum kemudian mengekori Zack.
Tatapan penasaran dari para pegawai mengikuti langkah keduanya menuju ruang kerja mereka.
“Ini ruanganmu.” Zack membuka pintu sebuah ruangan. “Ruanganku persis di sebelah. Kamu bisa masuk melalui pintu penghubung itu.”
Pintu penghubung. Aurora langsung bertanya-tanya. Untuk apa ada pintu itu di antara dua ruangan bos dan bawahannya?
Pikiran wanita itu jadi negatif.
Masih dengan pandangan mengitari ruangan itu, Aurora membuka blazernya. Ia tidak menyadari, pandangan Zack yang langsung menatapnya tanpa jeda.
Beberapa detik, sadar tengah jadi mangsa kakaknya sendiri, Aurora langsung menatap penampilannya saat ini.
Ia yang hanya mengenakan blus putihnya yang masih basah oleh keringat, tidak sadar jika pakaian dalamnya yang berenda nampak tercetak jelas.
Sial. Aurora mengutuk dirinya. Padahal sejak semalam ia sudah memikirkan pakaian yang cocok dikenakan. Bukan pakaian seksi ala sekertaris pada umumnya agar tidak memancing hasrat Zack.
“Tampaknya berjalan satu jam di pagi hari membuatmu kehilangan banyak cairan.” Zack mengerling nakal.
“Tak masalah.” Aurora menjawab cepat. “Aku dan Alzard setiap pagi terbiasa jogging sebelum beraktifitas.”
Zack terkekeh sambil menganggukkan kepala. Lelaki tampan yang menyebalkan itu berdiri. Ia menuju pintu dan membukanya. Sebelum keluar, Zack berkata, “Sepuluh menit lagi kita ada meeting. Datanya sudah siap dan tinggal kamu bawa ke ruang rapat.”
Sambil berucap, Zack mengendikkan dagu ke arah map perusahaan di atas meja. Aurora mengangguk mengerti.
Di akhir rapat, Zack memperkenalkan Aurora pada para petinggi perusahaan yang hadir. Aurora menatap satu persatu orang di dalam ruangan sambil menundukkan kepala sedikit.
“Aurora akan menjadi tangan kananku di perusahaan ini.” Zack menatap Aurora, sebelum kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh peserta rapat. “Dan tidak ada yang boleh menyentuhnya selain aku.”
Ucapan itu dianggap bercandaan bagi yang mendengar. Tetapi, tentu saja tidak bagi Aurora.
Namun begitu, ia hanya tersenyum simpul menanggapi pernyataan Zack.
Beberapa wanita di ruangan menatap iri pada Aurora. Beberapa lainnya menatap sinis.
Akan tetapi, gadis itu nampak tidak terlalu peduli. Sebab, ia hanya menjalankan tugas maminya. Dan lagi, ia adalah kakak-beradik dengan Zack. Karyawan di sini hanya tidak tahu status mereka, sehingga menganggap Aurora adalah saingan dalam mendapatkan perhatian Zack.
Di hari pertama ini, Aurora sungguh tidak dibuat bernapas oleh Zack. Lelaki itu menyerahkan tugas bertumpuk. Belum lagi, tugas untuk menemaninya rapat.
Beruntung, Aurora yang cekatan berhasil mengerjakan tugasnya. Sebelum pulang, Aurora datang ke ruang kerja Zack.
“Tugasku sudah selesai.”
Lelaki itu melirik sebentar, lalu memberikan tablet dan telepon genggam perusahaan pada Aurora.
“Gunakan ini untuk pekerjaanmu. Dan, hubungi kontak bernama ‘Amber’ sekarang. Katakan aku mau makan malam di tempat biasa.”
“Oke.” Wanita itu mengambil telepon genggam dan melakukan perintah Zack. Setelahnya, ia pamit. “Kalau begitu, aku permisi pulang lebih dulu.”
Aurora berdiri dan hendak melangkah, namun dicegah Zack. “Kita pulang bersama.”
Kerutan di dahi Aurora tercetak jelas. “Bukankah kita tidak boleh terlihat dalam satu mobil?” tanyanya, teringat perkataan Zack tadi pagi, sebelum menyuruhnya turun dari mobil.
“Kali ini pengecualian!” Zack kemudian berdiri dan menyambar jasnya dengan cepat. Ia bahkan mendahului Aurora untuk membuka pintu. “Semua orang harus berpikir kalau kita akan pergi ke hotel dan bermalam bersama.”
“Kamu benar-benar gila, Zack!” Aurora mendatangi ruangan kakaknya dengan kemarahan. Sebab, rumor yang dikatakan Zack benar-benar terjadi. “Semua orang percaya bahwa kita sudah tidur bersama!”Pasalnya, ketika pagi ini ia datang ke kantor … Aurora mendapati tatapan menghina—terlebih dari karyawan wanita. Mulanya, ia bersikap tidak acuh. Namun, saat mendengar bisik-bisik bahwa ia adalah sekertaris yang baru saja berbagi ranjang dengan bos sangat santer terdengar, kupingnya memanas.“Bagus, dong.” Zack menyahut santai. “Mereka tidak perlu tau kalau Amber-lah yang bersamaku semalam.”Seketika Aurora terdiam. Ia pikir, Amber yang ia telepon kemarin adalah salah satu klien perusahaan. Ternyata adalah salah satu wanita yang menghangatkan malam sang kakak.‘Benar-benar keterlaluan!’ umpat Aurora dalam hati. “Hari ini dan selanjutnya aku pulang sendiri saja.” Aurora berkata dengan nada ketus.“Mauku juga begitu. Tetapi, tidak bisa!” Zack langsung menolak keinginan adik angkatnya. “Mami bilan
“Tolong rahasiakan ini dari Zack.”Ketika sadar, pelayan telah siaga dengan seorang dokter pribadi. Dari diagnosanya, diketahui bahwa magh Aurora kambuh. Tingkat stress yang tinggi, hingga melewatkan jam makan menjadi penyebabnya.Aurora berpikir, jika Zack tahu … lelaki itu pasti akan menggunakan kesempatan itu untuk menendangnya pergi. Lelaki itu juga pasti akan melapor pada Mami, dan bisa jadi membuat maminya kepikiran.Dua minggu berlalu, Aurora tersenyum pada cermin di depannya.“Kamu hebat, Aurora!” ujarnya sembari menepuk-nepuk dadanya sendiri. “Siapa bilang kalau aku akan merengek minta pulang dalam waktu kurang dari satu minggu?” bibir wanita itu tertarik ke atas, otaknya langsung terpikirkan wajah Zack.Ia merasa puas, sebab ia telah membuktikan pada Zack, bahwa ia bukanlah wanita yang lemah.“Teruslah bertahan, sampai tugasmu selesai!” katanya lagi sebelum akhirnya bergegas ke kantor.Sementara Aurora sudah pergi satu jam yang lalu, Zack justru baru bersiap. Lelaki itu meng
Tepat pukul lima sore, satu pesan masuk melalui telepon genggamnya.Zack: Jangan telat pulang! Dan jangan lupa, pesankan makananku, juga bawakan aku champagne.Satu jam kemudian, Aurora telah siap dengan permintaan Zack. Namun, ia berdecak kala menyadari jika satu-satunya gaun yang ia miliki adalah gaun terbuka yang memamerkan bagian atasnya.Karena tidak ada waktu lagi untuk membeli gaun baru, Aurora pun memakai gaun tersebut. Tentu, ia menambahkan sebuah scarf di leher untuk membantu menutupi tulang selangkanya—meski kenyataannya, scarf itu justru membuat penampilannya tidak lebih baik.Kemudian, karena masih ada satu tugas yang harus ia emban—yakni mengambil champagne kesukaan Zack, ia pun segera bergegas. Malang, sesampainya di sana … stok terakhir minuman itu telah terjual ke orang lain.“Bukankah aku sudah memesan lebih dulu?” Aurora memastikan lagi pada pelayan di sana.Suara berat kemudian terdengar dari arah samping Aurora. “Anda juga memesan minuman ini, Nona?”Wanita itu me
“Apa yang kamu berikan padaku semalam? Kenapa aku ketiduran?” Zack memicingkan matanya pada Aurora yang sedang berdiri di depan ranjangnya.Saat Zack berniat merayu Aurora, tiba-tiba ia merasa luar biasa mengantuk. Aurora merasa sangat beruntung, pelukan lelaki itu mengendur hingga bisa menghindar. Zack tidur lelap setelah dipindahkan ke ranjang.Sambil mendengus kesal, Zack masuk ke kamar mandi setelah mendengar penjelasan Aurora. Pagi ini mereka memang akan menjemput Mami dan Alzard di bandara yang khusus datang untuk merayakan ulang tahun Zack.“Chatting siapa pagi-pagi?” Zack merangkul pinggang ramping Aurora dari belakang."Aaahhh." Aurora terkejut hingga telepon genggamnya terlepas dari tangan dan meluncur bebas ke lantai berkarpet."Apa, sih? Jangan berteriak. Pusing kepalaku!" sentak Zack yang langsung melepaskan tangannya dari pinggang Aurora dan menutup telinganya."Kau mengagetkanku!" Aurora membalik tubuhnya dan mendelik pada Zack.Sedetik kemudian, Aurora terdiam. Tangan k
Dengan cepat, Aurora menjelaskan bahwa bukan Zack penyebab ia sulit tidur. Mungkin karena sebentar lagi ia akan menstruasi dan tubuhnya terasa tidak enak saja.Alasan Aurora membuat Carla mengangguk mengerti. Alzard yang sempat khawatir pun akhirnya menimpali dengan candaan bahwa ia tidak mau dekat-dekat Aurora."Wanita dengan PMS bisa sangat berbahaya. Jauh-jauh dariku, Aurora." Alzard tergelak melihat Aurora mendelik padanya."Tapi menurutku, Mami tidak benar juga. Aurora bukannya pucat. Kulitnya memang sangat putih. Apalagi pagi ini tidak mengenakan make up," imbuh Alzard lagi."Sok tau!" Sekali lagi Aurora mencebik pada Alzard.Tawa canda Alzard dan Aurora membuat Zack terganggu. Apa keduanya memang terbiasa akrab begitu? Bagaimana juga Alzard tau Aurora tidak bermake-up?"Saking penasaran, Zack sampai mengamati wajah Aurora. Biasa saja. Penampilan Aurora sama saja seperti hari-hari lain.Namun semakin diamati, wajah Aurora mengingatkannya pada tokoh-tokoh bangsawan zaman dulu. Kla
Malam itu Aurora kembali sulit tidur. Terngiang ucapan Zack bahwa ia akan terus mencoba menggodanya hingga keinginannya terkabul. Wanita itu mengembuskan napas berat.“Apa aku mengadu pada Mami saja?” gumam Aurora. Kemudian dengan cepat ia menggeleng. Mami akan sangat murka pada Zack dan itu baik bagi kesehatannya.Pusing karena tidak menemukan jawaban, Aurora menenggak satu butir obat tidur dan langsung naik ke ranjang.Pagi harinya, pintu kamar Aurora diketuk seseorang. Wanita itu menyeret langkah dan membukanya. Alzard dengan masih menggunakan piyama berdiri di depan pintu.“Hai, temani aku berenang, yuk.” Alzard langsung menarik tangan Aurora.Aurora tidak sempat menolak. Lagipula ia cukup terhibur dengan adanya Alzard hingga ia tak harus selalu bersama Zack. Keduanya berpisah di kamar mandi kolam renang untuk berganti pakaian.Sementara itu, Zack yang masih tidur tiba-tiba terbangun oleh gelak tawa dari arah jendela kamarnya. Awalnya, ia mengabaikan suara itu dengan menutup teling
“H-Hah. Blurp, blurp.”Aurora benar-benar tenggelam. Ia segera berpegangan pada pinggir bathtub dan duduk dengan napas memburu. Tak sadar, ia telah tertidur dan tubuhnya merosot ke dasar bathtub.Di sekelilingnya tidak ada orang. Pasti tadi ia bermimpi ada yang membangunkannya hingga ia tidak kehabisan napas di dalam air. Segera saja, ia keluar dari bathtub dan berpakaian.“Nona sudah ditunggu sejak tadi di meja makan.” Seorang pelayan berkata santun pada Aurora saat ia keluar dari kamar.“Iya, terima kasih.”Kaki-kaki panjang Aurora segera melangkah cepat menuju ruang makan. Ia merasa tak enak hati, anggota keluarga lain menunggunya.“Mami, selamat pagi,” sapa Aurora yang langsung mencium pipi orang tua angkatnya tersebut.Ia juga menyapa Zack yang sama sekali tidak membalas, dan Alzard yang mengedipkan satu mata padanya.“Hai, Aurora sayang. Selamat pagi.” Clara tersenyum pada sang putri angkat dan mempersilahkan duduk di sampingnya.“Maaf, aku terlambat. Sempat ketiduran sebentar s
"Uhuk, uhuk, uhuk!"Zack tersedak minumannya mendengar pernyataan sang sahabat. Dengan cepat, ia mengelap mulut dan menatap tajam wajah Vigor."Jatuh cinta? Kau pikir aku percaya?" Zack sangat kesal mendengar pengakuan Vigor."Normal saja, bukan?" Lelaki itu masih terang-terangan menatap Aurora."Jaga matamu! Dia adikku!" sentak Zack."Adik angkat!" ralat Vigor. "Ya Tuhan, aku tak menyangka kau memiliki adik yang sangat cantik dan bertubuh bagus.""Jangan sentuh dia, Vigor. Atau persahabatan kita berakhir." Zack mengancam tegas.Bukannya takut, Vigor justru tergelak. Ia malah mengingatkan Zack saat lelaki itu merebut kekasihnya ketika mereka kuliah dulu. Tak tanggung-tanggung, Vigor malah menemukan keduanya di atas ranjang."Kau sudah memaafkanku. Kenapa kau ungkit-ungkit lagi masalah itu. Lagipula aku sudah menjelaskan bahwa mantan kekasihmu itulah yang mengajakku ke ranjangnya!""Ya, ya. Memang sudah kumaafkan. Tapi tidak akan kulupakan." Vigor mengibaskan tangannya."Dasar pendenda