Share

Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung
Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung
Author: Fetina

Mendapatkan Warisan 2M

Bab 1

"Bu, aku mau pulang ke Indonesia besok."

"Pulang? Kok ngedadak sih, Alma? Apa nggak sebaiknya Minggu depan?" tanya ibu mertuaku. Ialah yang mengurus kedua anakku selain suamiku karena kedua orang tuaku sudah meninggal. Jadi, selama aku di Arab Saudi, suami dan mertua yang mengurusi anak-anak.

"Iya ngedadak. Soalnya aku nggak bisa ngabarin, udah dua Minggu lalu majikanku meninggal dunia. Aku mau pulang saja karena kangen sama anak-anak," jawabku.

"Kamu belum menghubungi Ikbal suamimu?" 

"Belum, Bu. Kang Ikbal susah dihubungi. Memangnya Ibu nggak ikutin berita ya? Kan berita meninggalnya majikanku ada di media-media Indonesia, khususnya di tok-tok."

"Nggak tau," katanya.

"Berarti Ibu nggak tau kalau aku dapat warisan 2M dari majikanku?" 

"Nggak tau juga, Ma. Ya udah kamu pulang aja, nanti Ibu akan menyambut kedatanganku dengan meriah," katanya.

"Baik, Bu."

Setelah menelepon Ibu, sepertinya ada yang janggal dengan percakapan tadi. Ibu memintaku jangan pulang dulu. Tapi setelah ia tau aku dapat warisan 2M, ia memintaku pulang. Ada yang salah dari perkataanku?

***

Aku sudah siap menuju bandara. Banyak kenangan di negara ini. Dimulai saat aku menjadi asisten rumah tangga di rumah salah satu Dokter yang terkenal di Arab Saudi. Ia sudah renta, tapi tak ada anak dan istri, aku sudah dianggap sebagai putrinya.

Karena penyakit tuanya, ia meninggal dunia. Aku meminta tolong kerabat jauhnya untuk mengurus pemakamannya. Selang beberapa hari, aku didatangi seorang pengacara. Ia mengatakan kalau aku mendapat warisan senilai 2M. Jujur, saat itu aku sangat terkejut dengan kabar ini.

Saat ini, aku hanya memikirkan keluargaku di kampung. Aku ingin membuka usaha di sana. Sudah lima tahun aku meninggalkan mereka. 

Saat itu anak pertamaku Hanifa berumur enam tahun, anak keduaku berumur empat tahun. Sekarang mereka sudah besar semua sekitar sembilan dan sebelas tahun.

Di dalam pesawat, aku tak bisa menghubungi keluargaku. Sebenarnya aku bisa meminta Kang Ikbal untuk menjemputku. Namun, sejak kemarin ia tak bisa dihubungi. Aku jadi kesal dan malas menghubunginya lagi.

Jadinya aku akan menggunakan travel dari Bandara ke kampungku di Bandung. Teman baikku yang membantuku mencarikan tiket travel. Paling nanti aku ganti ongkosnya.

Sesampainya di bandara dan semua proses sudah dilalui, aku mencari jemputanku. Lalu, aku pun melakukan perjalanan setelah beberapa orang naik juga di travel yang kutumpangi.

Akhirnya sampai juga di depan rumah. Rumahku sekarang lebih bagus daripada dahulu. Aku mengirim uang setiap bulan pada suami dan Ibu. Merekalah yang membangun rumah ini sehingga lebih bagus sekarang. Aku bangga hasil kerja kerasku bisa terlihat jelas.

"Alma!" Ibu mendatangi lalu memelukku. "Ayo masuk, semua sudah menunggumu."

Aku disambut oleh tim rebana. Rebana ditabuh saat aku melangkah memasuki rumah. Di depan rumah sudah ada suami dan kedua anakku.

"Selamat datang, Neng!" ucap Kang Ikbal.

"Iya, Kang. Aku kangen." Suami langsung memelukku erat. Namun, saat memeluknya aku mencium parfum wanita. Tak mungkin Kang Ikbal pakai parfum soft seperti ini.

"Bapak sama Ibu jangan lama-lama pelukannya. Hanif sama Hanifa juga pengen dipeluk," katanya.

Aku pun menghampiri mereka dan melebarkan tangan ini. Kupeluk keduanya sambil berjongkok. Hanif di sebelah kanan, Hanifa di sebelah kiri. Kami menangis haru saat ini.

"Hanif dan Hanifa udah gede. Mudah-mudahan kalian masih sayang sama Ibu," sahutku pada mereka.

Ada gurat kesedihan dimata kedua anakku. Tapi aku tak bertanya, keburu disuruh masuk sama Ibu. 

"Ayo masuk aja, Ma. Kamu pasti capek. Makan dulu ya!" ajaknya sembari menyeret lenganku.

Anak-anak dan suami mengikuti dari belakang. Ada makanan kecil dan makanan besar terhidang. Sanak kerabat yang dekat juga datang.

"Selamat ya, Alma. Kamu jadi orang paling kaya sekarang di kampung ini," kata Bi Ikah--adiknya Ibu mertua saat aku ke dapur. 

"Ah masa, Bi. Masih ada Pak Haji Sanusi yang kaya raya," sahutku.

"Pak Haji udah bangkrut. Uangnya habis dipake anaknya." Ia berbisik padaku.

"Apa? Dipake sama Susi?" Karena kutau anaknya Pak Haji cuma Susi--teman baikku yang memesankan travel untukku. Tapi, dia belum terlihat sampai saat ini.

"Iya, sama Susi. Dengar-dengar Susi itu dimanfaatkan sama seseorang. Tapi belum ketauan siapa yang manfaatin Susi. Susi sendiri nggak pernah bicara sama keluarganya," ucap Bi Ikah.

"Oh gitu ya, Bi."

"Tapi, Bibi sih curiga sama seseorang."

"Siapa, Bi?"

Tiba-tiba Kang Ikbal datang, ia langsung membawaku ke dalam sebelum Bi Ikah bilang sesuatu padaku.

Aku harus mengorek Bi Ikah. Siapa tau ia punya banyak informasi tentang keadaan di sini. Terutama informasi tentang Ibu Mertua dan Suamiku.

"Sebentar, Kang. Aku mau ke toilet dulu." Kang Ikbal masuk lagi ke dalam. Aku mendekati Bi Ikah.

"Siapa Bi kira-kira yang memanfaatkan Susi? Oya selama aku di Arab, gimana Ibu sama suamiku?" 

"Untuk Ibumu bisa tanya ke anak-anak. Kalau suamimu,--" ada raut kh

awatir dari wajah Bi Ikah. 

Apa yang terjadi pada mereka selama aku tak ada?

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status