Mayat di Balik Plafon

Mayat di Balik Plafon

By:  Annisarz  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
8.7
3 ratings
142Chapters
15.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Penemuan mayat di apartemennya membuat Chaaya Adhisti harus mendekam di balik jeruji besi. Chaaya Adhisti Pramagya ialah salah satu agen penyelundup film ke salah satu situs ilegal yang hidup serba pas-pasan bersama sang kakak—Rafandra. Kehidupan Adhisti yang tak penuh kebahagiaan kini semakin diperparah dengan ditemukannya mayat yang menyeret namanya sebagai pelaku pembunuhan mayat tersebut. "Semua bukti telah kami dapatkan! Sidik jari anda terdapat pada pisau yang berlumur darah korban, Nona Adhisti! Jangan mengelak dan akui saja perbuatan anda!"

View More
Mayat di Balik Plafon Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Agus Irawan
hai mampir juga ke Novelku. judul "Kembang Desa Sang Miliarder" pena" Agus Irawan pasti keren deh ceritanya
2023-04-29 00:36:21
0
user avatar
MeilyyanaM
mantulll!! mantabb betul. aku jadi kepo siapa yg naruh mayat di atas plafon. gabut apee gimanee yakk??? buruan thor ahhhh di up
2023-03-29 23:22:36
1
user avatar
TiSu
alur bagus, cerita seru bnyk misterinya. Sayang bgt aku bacanya berasa telinga pengeng. seluruh percakapan kyk teriak2. terlalu sering pake dialog tag 'pekik'. padahal bnyk pengganti kata pekik. misal 'ujar', 'kata', 'bisik', dll. coba pahami dan pelajari lagu arti kata2. Selain itu bnyk typo nya!
2024-04-12 14:04:18
0
142 Chapters
1. Belatung Tak Diundang
“Aaa!! Bang Rafa!! Ada belatung!!” teriak Adhisti gadis yang kala itu tengah asik berbaring di ranjang kamarnya sambil mengutak-atik benda pipih bercasing coklat itu. “Bang Rafa!!” Kini dengan cepat ia melompat dari singgasana ternyamannya itu lalu menatap ngeri ke kasur juga selimut yang tergeletak sembarangan.Puluhan hewan kecil putih cenderung cream tampak menggeliat di atas seprai putih bercorak kotak milik Adhisti. Napas gadis itu langsung terengah-engah saat melihat ranjangnya menjadi tempat puluhan belatung berwisata.“Bang Rafa sialan!! Lo budeg ya?!” sergah Adhisti sembari langsung menukikkan badannya ke kiri dan berlari ke arah luar kamarnya. Namun di saat yang bersamaan rupanya Rafa tengah berlari ke arah kamar Adhisti. Alhasil keduanya mengalami benturan.“Bego banget, sih! Bisa jalan pake mata gak sih lo?!” sergah Rafa sambil mencekal kedua bahu adiknya itu.“Lo yang bego, Bang! Dari tadi gue manggil kenapa baru muncul sekarang?! Kalau gue lagi disekap pembunuh udah mat
Read more
2. Malam Mencekam Lainnya
Dengan cepat Adhisti menarik ponselnya dari telinga dan memasukkannya ke saku kembali. Wajahnya langsung meringis saat melihat seorang lelaki jangkung dengan kaos yang sedikit oversize di berdiri di ujung tangga bawah “Bang Rio? Kok di sini? Sudah tutup ya, Bang? Tokonya? Ehm, anu!” pekik Adhisti langsung menuruni tangga dan menghampiri lelaki tinggi bernama Rio itu.Adhisti langsung mencekal pergelangan tangan kiri Rio dan menariknya menuju arah yang berlawanan.“Kok sudah di sini sih, Bang?! Baru aja Adhis mau ke kios Abang! Tolong bukain lagi ya, Bang! Ini urgent banget! Please!” bujuk Adhisti lagi-lagi menggunakan trik yang sama dengan yang ia tunjukan pada Rafa beberapa menit lalu.“Mau beli apa?” tanya Rio menatap Adhisti dengan penuh curiga. Matanya benar-benar menyipit dan membuat Adhisti sebentar merasa terintimidasi. “Anu, mau beli lakban sama pengharum ruangan!” pekik Adhisti berusaha meyakinkan mungkin.Sambil membuka lagi tautan gembok pada kiosnya dan mengerek rolling
Read more
3. Sesuatu di Balik Plafon
Malam itu Adhisti benar-benar kekeh dengan permintaannya untuk tidur bersama Rafa dan saat itu juga Rafa tak bisa lagi menahan semua keluhan serta rengekan Adhisti. Setelah membuka tiga buah pengharum ruangan di kamar Adhisti, gadis itu menenteng bantal dan ponselnya ke kamar Rafa lalu langsung berbaring di sebelah sang kakak lalu memeluknya erat. Rafa tak bisa berkutik, cowok itu hanya bisa terdiam menatap atap dengan napas yang sedikit ia tahan hingga Adhisti tampak tertidur pulas. “Dasar dari kecil tiap mau tidur sama gue ngeyel mulu nggak bisa dibantah! Andai saja dia tahu kenyataannya, gue yakin dia nggak bakal lakuin hal termasuk peluk gue kaya gini!” gumam Rafa sebelum akhirnya memindah dekapan Adhisti dan beranjak dari ranjangnya. Malam itu, ia membiarkan Adhisti menguasai kamarnya dan ia tidur di sofa. Ia tak ingin sesuatu terjadi malam itu antara dirinya dan Adhisti. Sejak kematian kedua orang tuanya, hal itu yang selalu dilakukan Rafa setiap Adhisti merengek ingin tidu
Read more
4. Kasus Kriminal
“Chaay! Lo kenapa, sih!? Kenapa malah marah-marah?! Ini kasus kriminal, Chaay! Kita nggak tahu siapa dia dan apa yang terjadi sama dia, lo mau disalahkan kalau biarin ini?!” sergah Rafa mengamuk.“Bang, kalau kalian manggil polisi ke mari, abang mau liat aku dibawa sama mereka?! Abang mau aku dipenjara, hah?!” sergah Adhisti kini melepaskan dirinya dari rangkulan Rafa yang membantunya berjalan.“Dhis, lo ngomong apaan, sih? Kenapa lo jadi seolah nutupin masalah ini?! Jangan bilang lo ada hubungannya sama kasus ini?! Lo yang bunuh orang itu dan letakin jasadnya di balik plafon rumah lo sendiri?!” sergah Rio menyela.“Jaga omongan lo ya, Bang Rio! Lo itu nggak tahu apa-apa! Nggak usah ikut campur!! Mending balik aja sana ke unit lo! Nggak usah turut campur sama masalah gue dan keluarga gue!” sergah Adhisti menatap nyalang ke arah Rio.“Raf, gue rasa ada yang nggak beres sama adek lo ini! Ngapain dia ngelarang kita lapor ke polisi kalau dia aja nggak tahu apa-apa?! Kenapa dia ketakutan s
Read more
5. Gadis Itu Pelakunya
“Kalau begitu, usai pemeriksaan yang ada di sini selesai, bantu Ganendra terlebih pada gadis itu. Laksanakan dua kali pemeriksaan pun tak apa.” Anas menginstruksi. Dengan patuh Abbiyya hanya mengangguk lanjut mengecek beberapa hal di kamar Adhisti itu. Saat Abbiyya telah selesai dengan pemeriksaannya, ia pergi keluar dari kamar Adhisti dan berjalan menuju ruang tamu tempat Ganendra tengah mewawancarai Rio dan Rafa bergantian.“Anda, Nona Chaaya Adhisti, silakan ikut saya untuk pemeriksaan di ruangan lain!” titah Abbiyya dengan porsi tubuh tegap yang memesona. “Gue? Kenapa? Katanya sama petugas yang ini? Kenapa malah jadi lempar tangan gini?” sergah Adhisti malah tampak lebih galak dibandingkan Abbiyya.“Heh, Chaay! Jangan ngaco! Gak liat lagi ngomong sama siapa?! Sudah buruan ikut aja!” sergah Rafa sambil menepuk lengan tangan Adhisti.Dengan perasaan yang tak ramah dan hentakan di mana-mana, akhirnya Adhisti bangkit dari sofa dan berjalan mengikuti Abbiyya ke ruang makan unit terse
Read more
6. Tertangkapnya sang Pembunuh
“Nggak! Nggak mungkin!! Lepasin gue! Ini pasti salah paham! Ada yang jebak gue! Bukti kalian pasti cuma rekayasa ‘kan?! Lepasin gue!” sergah Adhisti kini dengan kuat ia menepis kedua tangannya yang dicekal kuat oleh dua polisi wanita itu.Karena kekuatannya yang cukup keras dan mendadak, akhirnya Adhisti bisa meloloskan diri dari cengkeraman tangan dua polisi wanita itu. Tanpa menunggu hal lainnya, Adhisti langsung menghamburkan tubuhnya ke arah Rafa yang tampak diam bagai patung di sebelah Rio yang tampak kesusahan bangkit.“Bang, mereka mau bawa Chaaya ke kantor polisi! Kenapa lo diem aja?! Cegah dong, Bang! Lo mau liat adek lo di penjara, hah!?” sergah Adhisti seraya terus menggerak-gerakkan bahu kanan dan kiri Rafa dengan kedua tangannya.“Nona Adhisti, sebaiknya anda menurut saja. Penolakan hanya membuat tuntutan anda semakin besar!” celetuk Abbiyya.“Tuntutan apa hah?! Tuntutan apa yang lo bilang?! Gue nggak salah!” Mata Adhisti tampak melotot seolah hendak keluar dari tempatnya
Read more
7. Pengakuan dan Bukti Pemberat
“Da-dari mana lo tahu soal itu?!” Abbiyya terkekeh lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Pria itu kini menatap Adhisti yang tampak amat cemas.“Tak penting dari mana saya tahu tentang hal itu. Satu yang perlu anda tahu, saya bisa melaporkan masalah hak cipta film itu dan membuat anda terkena pasal berlapis kapan saja. Jadi, lakukanlah pemeriksaan ini dengan baik. Anda mengerti, Nona?” ujar Abbiyya.Adhisti kini hanya bisa terdiam sambil menahan emosinya pada Abbiyya. Sementara itu, Abbiyya tampak kembali menegakkan tubuhnya lagi dan menunjuk foto seorang wanita muda di map itu.“Mawar! Kami mengidentifikasi korban dari sisa-sisa potongan tubuh yang masih bisa kami selidiki. Dan darinya, kami mendapat informasi bahwa korban adalah wanita berusia 24 tahun bernama Mawar. Anda mengenalnya bukan?” tanya Abbiyya kini sedikit mendongak ke arah Adhisti yang masih mengamati foto itu.“Gue nggak kenal! Gue nggak tahu dia siapa!” sergah Adhisti.“Benarkah? Tapi, Nona! Ada satu fakta m
Read more
8. Kejanggalan Kasus
“Kenapa anda diam, Nona Adhisti? Amda terkejut bagaimana saya dan tim saya bisa menemukan beda ini padahal anda telah menyembunyikannya di sebuah ruang rahasia di kamar anda?” tutur Abbiyya semakin membuat degup jantung Adhisti berpacu kencang.“Itu bukan punya gue! Itu mungkin punya pelaku yang sengaja ditaruh di sana buat jebak gue! Pokoknya itu bukan punya gue!” sergah Adhisti usai menolehkan wajahnya menghadap Abbiyya yang memandangnya sambil berdiri.“Jangan berbohong, Nona! Semakin anda berbohong, semakin kami mencurigai anda. Kami telah mengetahui semua jawabannya. Jadi jika anda berbohong, itu tak akan menyelamatkan anda dari hukuman melainkan semakin menjatuhkan anda!” terang Abbiyya lalu kembali duduk di kursi yang ada di hadapan Adhisti.Tangan pria itu membalik peti kayu ke arah lain. Sebuah ukiran amatir yang diduga diukir dengan sebuah cutter berkarat hadir di sana.“Bukankah Chaaya adalah nama anda, Nona? Ini adalah milik anda. Bahkan nota pembeliannya ada di dalam sana
Read more
9. Selang Waktu Pelaporan
Abbiyya berjalan menyusuri koridor Apartemen Bumi Tua 1996 yang sepi seraya menutup resleting jaket dinasnya yang berwarna hitam itu. Pria itu berjalan menaiki tangga hingga akhirnya kaki kananya memijak lantai yang beberapa saat lalu ia datangi. Lantai tujuh. “Selamat sore!” pekik Abbiyya sementara tangannya sekali mengetuk pintu apartemen kayu bernomor 702 tersebut. Pintu itu sedikit menampakkan celah tanda sang penyewa apartemen tak menutupnya dengan benar. Saat tangan Abbiyya hendak kembali mengetuk, sedikit suara ia dengar dari dalam sana. “Lo kenapa nggak jenguk Adhisti, Raf! Kasihan dia di sana pasti ketakutan! Lo satu-satunya keluarga yang dia punya, dia nggak punya siapa-siapa lagi selain lo, lo tega biarin dia?” Suara Rio dengan cepat mampu dikenali oleh Abbiyya. “Gue juga khawatir sama dia, Ri! Cuma gimana lagi? Polisi nemuin pisau dengan noda darah korban dan sidik jari Chaaya di sana. Selama ini gue nggak pernah tahu Chaaya punya benda itu. Dan sekarang gue tahu denga
Read more
10. Kunjungan yang Lainnya
“Space room? Apa maksud anda dengan space room yang menghubungkan lantai satu dengan lantai lainnya?” tanya Abbiyya kini dahinya berkerut sementara matanya memandang ke arah Adhisti “Hh!” Adhisti mendengus dan kini merebahkan punggungnya ke sandaran kursi. “Gue pikir lo dan tim lo hebat! Ternyata nggak sehebat itu, yah! Hal kaya gini aja lo nggak tahu! Dan lo? Malah menangkap gue?! Emang dunia ini aneh! Korban dijadikan pelaku, pelaku dijadikan korban. Miris!!” sergah Adhisti. “Jika anda tahu sesuatu mengenai kasus ini, semestinya anda beri tahu kepada tim kami. Mungkin saja ini dapat membantu merujuk pada pelaku lain jika memang anda tidak bersalah, Nona!” Abbiyya mulai berharap-harap cemas berharap Adhisti hendak mengatakan apa yang ia ketahui tentang space room itu. “Untuk apa?! Palingan setelah gue kasih tahu kalian semua akan malah semakin nuduh gue! Bukan begitu Abbiyya?!” sergah Adhisti. Baru saja mulut Abbiyya tampak hendak terbuka lagi, seorang petugas datang menghampiri
Read more
DMCA.com Protection Status