Waktu sudah menunjukan pukul empat sore, membuat Kinara dengan segera membereskan alat-alat kebersihannya. Ini adalah sesi terakhirnya untuk bekerja dibagian office girl, untuk besok entah akan ke mana ia dipindahkan karena memang Aarav sendiri yang akan mengaturnya. Buru-buru Kinara mengganti baju seragamnya dengan baju gamis. Setiap hari Kinara memang seperti ini, kala bekerja ia akan menggunakan seragam beserta celana. Sedang ketika ia pulang? Maka pakaian gamislah yang ia pakai. Teringat akan ucapan Aarav untuk pulang bersama membuat Kinara dengan segera keluar dari kantor. "Semoga aku yang lebih dulu di sana, kalau Mas Aarav? Jelas aku tidak enak padanya," gumam Kinara dengan terburu-buru. Saat hendak keluar dari pintu tiba-tiba Kinara dibuat mundur kembali pasca matanya tak sengaja berpapasan dengan ... Aarav? Ah tidak, bukan hanya Aarav, Aavar pun juga ada, saling berdiri bersisian. Kinara memundurkan langkah tatkala ia merasa telah menghalangi jalan mereka, karena diras
"Kinar, sebenarnya saya ...."Ucapan Aarav lagi-lagi harus terjeda, bingung juga untuk bertanya. Sebenarnya ada hal yang sangat ingin Aarav tanyakan perkara Ayah Kinara. Hanya saja ... ia tidak punya keberanian penuh akan hal itu. Sebuah kebenaran yang ia simpan jelas membuatnya selalu merasakan resah. "Saya apa, Mas?" tanya Kinara dengan kening mengerut, pasalnya suaminya itu tidak melanjutkan pembicaraan tersebut. "Enggak ada hal yang serius, saya hanya ingin memberitahukan kalau hari ini kita enggak bakal pulang ke rumah Kakek," ujar Aarav mengalihkan topik yang sempat ia bahas. Tampaknya ia harus mengurungkan niat mengenai Ayah Kinara untuk saat ini. "Kenapa, Mas?" tanya Kinara heran. Aarav tidak langsung menjawab justru ia palingkan wajahnya untuk menelusup ke perut Kinara. Hal yang jelas membuat Kinara merasa tersentak, terkejut karena tiba-tiba Aarav menelusupkan kepalanya di perut depannya ini. Kinara merasa geli dan ... merasakan hal yang aneh. Baru pertama kali ia mel
Kinara melotot terkejut kala merasakan lumatan kecil di area bibirnya. Di sana, mata Aarav terpejam menikmati apa yang dia lakukan pada Kinara, sedang Kinara sendiri jelas dibuat deg deg an akan semua ini. Hingga tepat saat Aarav melepas lumatan itu Kinara kembali memejamkan matanya. Aarav terkekeh. "Tidur yang nyenyak ya sayang." Untuk terakhir kalinya Aarav mencium kening Kinara kemudian pria itu pergi dengan membawa handuk yang tersimpan di pundak. "Hah ... hah ... hah ...." Nafas Kinara memburu tatkala Aarav berhasil pergi dari dirinya. Ya, selepas Aarav pergi Kinara terbangun dari kepura-puraannya dalam ridur, dia langsung duduk dengan nafas yang terengah-engah. Bagaikan habis lari marathon itulah yang Kinara rasakan atas kejadian barusan. Tentu saja, toh tadi dia menahan nafas tatkala Aarav mencium bahkan sedikit memberi lumatan. Bagaimana bisa Kinara akan baik-baik saja? Tidak bisa dipungkiri, kejadian barusan membuat pertanyaan kian bermunculan. Akan siapa sebenarnya Aara
Tidak ada gunanya makan dalam keterdiaman seperti ini. Tidak ada pembicaraan atau candaan apapun, membosankan! Kinara, wanita itu sedari tadi cemberut karena Aarav tidak pernah ingin memulai pembicaraan. Pria itu hanya fokus makan tanpa mau bicara walau sekalimat saja. Padahal tadi ia niatnya ingin menyuapi suaminya dan berbincang. Tapi, suaminya itu malah tampak hirau saja. Menyebalkan! "Saya mau ke belakang dulu," ujar Kinara merasa bosan akan keadaan ini. Ia jadi berbahasa formal kembali, enggan untuk mengatainya dengan nama. Aarav yang melihat Kinara hendak pergi merasa heran. "Tadi bilangnya lapar, berubah pikiran?" tanya Aarav. Aneh, padahal dipiringnya masih belum habis. "Enggak selera, nanti saja saya ke sini lagi. Hanya sebentar kok," jawab Kinara melenggang pergi. Aarav menatap Kinara dikejauhan sana, namun kemudian ia mengedikkan bahunya acuh. "Apa begini sifat perempuan?" tanyanya kembali melanjutkan makan. Berbeda dengan Kinara, dia berjalan untuk mencari angin mala
"Kinar?" Aarav ikut berlari mengejar Kinara. Kesalahannya saat ini, kenapa pula ia harus salah dalam memeluk? Kan jadinya salah paham begini! "Kinar tolong berhenti!" Aarav menghentikan gerakan Kinara yang terus berlari. Ya, dia berhasil mencekal lengan Kinara setelah lama keduanya saling mengejar. "Lepas, Mas!" Kinara menyentakkan lengan Aarav agar terlepas. "Kinar, maaf. Tadi itu kamu salah paham.""Iya lepas dulu, Mas. Sakit ini, ssshhh ...." Kinara meringis sakit dengan raut muka yang tampak pucat. "Kinar, kamu kenapa?""Mas, pengen ke kamar ... shh, sakit," rintih Kinara memegang perutnya. "Apa yang terjadi? Kenapa kamu tiba-tiba sakit begini?" Aarav dengan sigap menahan tubuh Kinara yang tampak lemas. Dia masih setia memegang perutnya dengan rintihan yang terus keluar dari bibirnya. "Perut aku sakit, Mas ...." Kinara menyandarkan kepalanya pada dada bidang Aarav membuat pria itu dengan sigap menggendong Kinara ala brydel style. "Kita ke dokter, ya?""Enggak! Aku hanya saki
Aarav termenung dengan nafas terengah-engah, merasa lemas setelah habis bergelut dengan Kinara. Perempuan itu bahkan sudah tertidur atas apa yang dia lakukan pada Aarav. Memaksanya bagaikan dirinyalah yang diperkosa oleh Kinara. Ya, nyatanya Kinara memaksanya dalam acara panas ini. Berolahraga malam yang malah membuat Aarav tersiksa sendiri. Rasanya Aarav ingin menangis saja, biasanya seorang perempuan lah yang menjadi korban pelecehan. Sekarang, malah dirinya yang jadi korban atas pelecehan ini. Karena yang jadi masalahnya ... Aarav tidak bisa melakukan apapun selain menerima balik serangan Kinara. Ingin rasanya Aarav melakukan lebih dari ini, melakukan hal yang lebih panas pada Kinara. Memberikan cap bahwa Kinara adalah miliknya, seutuhnya. Tapi sialnya Kinara sedang haid, membuat Aarav tau akan batasan seorang wanita yang tidak boleh dia sentuh. Di bawah sana Aarav merasakan sesak. Ingin keluar memasukan sarang. Andai ... andai saja Kinara tidak sedang haid dan semua ini terjadi
Flashback onn! "Hai?" Mendengar seseorang menyapa membuat Kinara yang hendak pergi terurung sudah. Dia berbalik saat suara itu kembali terdengar dengan memanggil namanya. "Kamu Kinar, kan?"Sebuah pernyataan yang berhasil membuat Kinara melotot. Bukan, bukan pada pertanyaan yang dia ajukan, melainkan wajah pria itu yang membuat Kinara terkejut. "Devan?" Kinara menyebut nama tersebut dengan raut tidak percaya. Dia bahkan menelan salivanya agak kasar tatkala pria itu berjalan lebih dekat pada Kinara. Pria itu terkekeh kecil. "Ku kira kau melupakanku setelah hari itu," ucapnya menatap Kinara teduh. Kinara merasa suasana ini tampak canggung, apalagi dalam pertemuan yang sudah lama ini.Devan Prasetya, teman masa SMA yang paling dipopuleri kala itu. Menjadi sorotan kaum hawa yang berhasil Devan labui. Akan ketampanan yang pria itu punya membuat pria itu sedikit besar kepala. Namun dibalik itu, Devan adalah pria yang dicap baik. Selain berprestasi pria itu juga disenangi oleh para guru
"Terakhir kali aku bertemu dengan seorang laki-laki, Mas. Dia ... temanku. Namun aku tidak merasa minum sesuatu, aku bahkan langsung pergi setelah pertemuan itu," ungkap Kinara akan kesadaran yang terakhir kali ia ingat. Setelah pertemuan itu rasanya Kinara langsung pulang tapi ... Kinara terdiam sejenak. Memikirkan satu hal yang terasa terlewatkan. Detik berikutnya Kinara tersadar, melebarkan pupil matanya tatkala kesadaran lain melintas dipikirannya. Sebelum itu, sebelum pembicaraan diantara keduanya berlanjut, Devan, pria itu menawarkan sebuah minum, dan memang saat itu Kinara meminumnya. Sedikit. Kenapa ia bisa melupakan hal itu? "Baiklah jika benar adanya. Mungkin kau lupa atas kejadian kemarin," sahut Aarav tidak ingin menuntut. Bagaimana pun ini hotel, pasti ada saja orang iseng yang tidak sengaja memasukan obat tersebut ke dalam minuman. Berakhir Kinara yang jadi korban atas minuman tersebut. Kinara hanya terdiam, tidak mungkin mengatakan kalau Devan sendirilah yang mun