Setelah berpikir dan memilih tempat tinggal. Malam itu, Alana memilih tinggal di Apartemen. Alana sudah memilih untuk tidak tinggal bersama keluarganya lagi. Bukan lepas tanggung jawab. Hanya saja, di dalam posisinya, Alana selalu berkelahi dengan pikirannya. Tidak mudah jika harus bersama-sama lagi.
Alana berdiam diri seraya melihat lampu kota yang sangat indah di Rooftop, seraya meminum Americano kesukaannya.Tak lama handphone Alana berdering ...Alana melihat siapa yang meneleponnya. "Dia lagi." Alana lalu mengangkat teleponnya."Apa?" tanya Alana."Nongkrong gak sih? Gue gabut, temenin kuy," ajak Bima."Makanya punya pacar, Bim. Enggak mood gue, lanjut aja," jawab Alana."Sharelock cepetan, Gue bayarin. Gue traktir." Bima terus memaksa."Enggak," kekeh Alana."Mau di beliin apa?""Enggak, Bim.""Gue beliin laptop baru, ayo dong," pinta Bima lagi."Enggak, Bimaa. Sama crush lo aja sana. Gue lagi mau sendiri.""Gitu banget, ayo dong cantikku," pinta Bima lagi.Bima terus membujuk Alana dengan berbagai cara, hingga rayuan. Namun, tetap saja gagal. Alana tetap dengan jawaban tolakannya. Hingga akhirnya ..."Udah masuk? Udah gue tf. Buat beli kopi. Gue ke Apart sekarang, Bye." Lalu, Bima mematikan telponnya.Alana melihat notifikasi dari layar handphonenya. "Ni orang, bikin kesel tapi sekaligus bikin seneng."Alana tersenyum seraya bersiap-siap untuk mengambil mantel di kamarnya.Tidak banyak wanita yang mengenal Bima sedekat Alana. Perbedaan sifat yang Bima tunjukkan kepada Alana sangat berbeda di bandingkan kepada orang-orang. Bahkan, banyak yang mengenalnya dia pria yang dingin dan tidak mudah akrab, bahkan sebagian menganggapnya sombong.****"Rencana sampai kapan tinggal di Apart?" tanya Bima, seraya menyetir mobilnya."Enggak tau, maunya sih pindah." jawab Alana."Pindah?"Alana mengangguk. "Yash, pindah kota. Gue udah enggak mau tinggal di sini lagi, Bim. Gue mau lupain aja semua yang ada di sini.""Termasuk gue?" Bima melirik terkejut. "Dih? Lo lupa di kota ini ada gue?"Alana tersenyum seraya mengacak-acak rambut Bima. "Makanya, lo cari pacar Bima.""Bikin bahagia, enggak? Kalo salah orang, bikin ruwet." Bima melirik, menatap Alana yang raut wajahnya berubah menjadi sendu. "Udah ya? Kalo capek, enggak usah di paksa," kata Bima.Alana menghela napasnya. "Tapi gue sayang banget sama Adelio, Bim. Gue yakin, secepatnya dia bakalan berubah. Dia bakalan mikir kalo akhirnya dia bakalan butuh dan bersyukur punya gue. Selama ini, bisa aja cuma salah paham, kan?"Bima mendelik. "Mau nangis berapa kali lagi? Cumlaude lo gak ngebantu."Alana hanya terdiam merenungi apa yang telah diperbuat Adelio terhadapnya. Sudah ketahuan 6 kali selingkuh. Namun, tetap saja di maafkan. Bima sudah memberitahunya untuk tidak memaksakan apa yang membuatnya sakit. Bahkan, merelakan apa yang seharusnya tidak Alana genggam. Namun, Alana tetap kekeh dengan pendiriannya yang salah. Membuat Bima tidak bisa membantu Alana lebih jauh."Gue temenan sama lo dari umur 4 tahun, Na. Dua puluh tahun lebih, kan kita kenal? Menurut lo? Gue terima dengan posisi lo yang sekarang? Gue ikut sakit. Hati gue sakit liat lo kaya gini," jelas Bima. "Selingkuh, enggak akan bisa sembuh, Alana."Sudah lama di perjalanan, akhirnya sampai di tempat tujuan. Di mana, restoran ini memang tempat langganan Bima dan Alana. Sejak dulu, mereka sangat suka menikmati hidangannya, seraya melihat kota dari atas. Ya ... cantik.Makanan yang telah dipesan sudah datang. Sejak dulu, Alana dan Bima sangat konsisten memesan makanan yang sama. Bahkan, waitress nya saja sudah hafal."Udah, yang enggak ada di sini, enggak usah dipikirin. Makan dulu," ucap Bima.Karena sejak tadi, Bima melihat Alana yang melamun. Bahkan, Bima seperti sudah satu pemikiran dengan Alana. Bahwa, Bima mengetahui Alana sedang memikirkan Adelio."Buang yang bikin lo sakit, Alana. Apa mau gue buangin buat lo? Nanti, gue buang ke laut. Gue ilangin dari muka bumi ini."Alana mendelik. "Iya, sana buang diri lo." Alana lalu mengambil sepasang sendok dan garpu. "Lo bikin gue sakit kuping."Bima yang memperhatikan tingkah laku Alana seraya tersenyum. Baru saja Alana memakan makanannya satu sendok, Bima berucap. "Bayar pake tf dari gue ya." Ejekan Bima, berhasil membuat Alana murka.Hal itu, tentu membuat Alana menatap tajam ke arah Bima. "Bim, sumpah lo ngeselin." Alana mendelik.Bima hanya tertawa. Tertawanya yang khas, tubuhnya yang gagah kekar, pesona akan wajahnya, lesung pipinya, rambutnya, tampak sangat sempurna. Ya, sebut Bima pria mahal. Mengapa Alana tidak tertarik kepadanya?Tak lama, diujung sana ada sepasang kekasih yang sedang merayakan ulang tahunnya. Membuat semua orang bersorak ramai."Kalo gue yang rayain gitu ke lo ... lo mau enggak?" tanya Bima menatap Alana."Enggak lah, gue punya pacar. Gue ngerayainnya sama pacar gue. Lo cari pacar aja. Nanti, kita Double Date." Alana menepuk-nepuk pundak Bima. Mendengar itu, Bima hanya mendelik dan menarik napas.Tidak lama, semua serentak menyuruh sepasang kekasih itu untuk maju dan menyanyikan sebuah lagu.Sorot mata Alana berbinar-binar. "Sweet banget ya cowoknya, Bim? Pasti ceweknya bangga banget. Di suprise-in di depan banyak orang. Gue juga mau," kata Alana.Bima menatap. "Buka hati, gue gituin nanti.""Simpen buat pacar lo nanti," kekeh Alana.Bermula dari suara perempuan menyanyikan sebuah lagu. Seraya berjalan menuju ke arah depan stage panggung. Sorakan dan tepuk tangan semakin ramai. Dari kejauhan, Alana melihat dengan romantisnya sepasang kekasih itu, memamerkan kasih sayang yang begitu besar. Semakin dekat, tatapan Alana beralih kepada pria yang membuat Alana sangat terkejut. Hal itu membuat Alana tidak bisa berkata-kata. Namun, matanya tidak bisa berbohong.Malam itu, diparkiran mobil. Air mata Bima yang menetas tak bisa Bima pendam. "Bajingan lo! Brengsek!" Beberapa pukulan tepat sasaran di pipi sebelah kanan Adelio. Amarah Bima semakin detik semakin membara. Melihat tingkah Adelio yang memainkan perasaan Alana. "Mati lo!" Satu pukulan yang menghantam pipi kiri Adelio. Begitu pun, Adelio membalas pukulan Bima.Alana terus berusaha untuk menghentikan aksi Bima. Sedangkan, perempuan itu berusaha menghentikan aksi Adelio. Dan ya, Bima dan Adelio penuh luka lebam dan darah di wajahnya. Alana beberapa kali menenangkan bahkan memisahkannya. Namun, nihil dan sangat mustahil. Tubuhnya yang kecil, jelas jauh berbeda dengan Bima dan Adelio. Namun, seketika Bima bisa tenang saat mendengar Alana mengatakan. "Bima! Lupain Alana." Dan Adelio tenang karena kekasihnya yang melakukannya.Alana menatap wajah Adelio dengan penuh kesedihan dan kekecewaan yang bercampur menjadi satu. Terlihat Alana yang berusaha menahan tangisnya. "Jadi gimana, Adelio?" T
"Duduk, Bimaaa Argiantara!!" teriak Alana. "Ini apa? Kok ada sapu kecil?" Bima menyapu dan menekan-nekan blush on pada tangannya. "Lembut lagi."Di hari liburnya, Alana sedang merapikan kamarnya. "Bim, sumpah! Lo pagi-pagi gini ganggu gue, sana mending pulang aja," gerutu Alana, seraya berjalan menuju dapur untuk menata beberapa barang yang berantakan. Sedangkan Bima, terus mengikuti Alana seperti Anak yang terus mengikuti Induknya. "Ayo jogging, Na," ajak Bima. Sudah menggunakan style olahraga serba hitam, terlihat gagah dan tampan. Siapa pun yang melihatnya pasti sangat terpesona dengan pesona Bima, terkecuali Alana. "Sendiri aja, gue sibuk," ketus Alana seraya menata telur di kulkas. Bima menghalangi jalan Alana. "Lo pasti gabut kan di Apartemen sendirian? Mending jogging, bikin sehat juga." "Gue udah sehat." Alana menunjukkan otot lengannya. Bima menyipitkan kedua matanya. "Mana? Itu lemak sama kadar air. Kaya balon di kasih air," ejek Bima. "Syalan!" ketus Alana seraya men
Alana melihat keadaan jenazah. "Zea Hutami, berusia 17 tahun. Dengan berat badan 70kg dan Tinggi Badan 160cm, memiliki Golongan Darah B+," ungkap Alana. "Apa yang terjadi, pelakunya sangat kejam." "Entah dengan motif apa. Apa pelaku memiliki dendam? Ada luka sayatan di kedua lengannya," timpal Lili di ruangan Otopsi. Alana selalu sepaket dengan Lili ketika melakukan Otopsi. Alana sedang menangani kasus meninggalnya remaja perempuan yang berstatus masih menjadi pelajar di sekolah menengah atas yang di temukan di semak-semak belukar berjarak 2 km dari rumahnya. Menurut orang-orang yang mengenalnya, Zea sudah menghilang sekitar 3 hari yang lalu. "Kemungkinan besar Zea meninggal sudah dua hari yang lalu." Alana melihat bagian kepala. "Rambutnya, sudah jelas ada tarikan, karena terlihat rambutnya yang mulai habis. "Dari penjelasan rumah sakit, Zea memiliki riwayat penyakit pada lambungnya yang sudah kronis." Alana mengecek bagian atas hingga bagian bawah tubuh korban. Terlihat beberap
"Mengenai desas-desus yang dipercayai oleh orang-orang sekitaran sini, memangnya benar Pak, bahwa keluarga Pak Santoso menjalankan ilmu hitam atau semacam aliran sesat?" tanya Bima."Saya tidak bisa mengatakan itu sebuah kebenaran, namun banyak kejadian yang menjadi pendorong bahwa kecurigaan kita selama ini adalah benar," jawab Dodi. Tetangga Santoso kedua yang Tim datangi."Jadi ini semua tidak ada hal yang membuktikan ya, Pak? Lantas bagaimana bisa hal ini menyebar begitu saja dan mengarah kepada keluarga Pak Santoso?" tanya Lili."Menyebar begitu saja, sejak saya pindah ke sini sekitar 5 tahun yang lalu, semua itu sudah tersebar.""Apa Pak Dodi mengetahui, siapa orang yang menyebabkan desas-desus ini menyebar? Atau siapa orang yang mengungkapkan pertama kali kepada Pak Dodi?" tanya Alana."Mungkin, bisa ditanyakan kepada Mayang." Dodi berpikir sejenak. "Ya ... sepertinya dia mengetahui lebih banyak, karena dia tinggal bersebrangan dengan rumah Pak Santoso."Bima menimpal. "Atau le
"Sri boleh ikut nggak? Sri takut," pinta Sri seraya memegang pangkal lengan Mayang.Perempuan dengan untunan kepang di rambutnya itu, meminta tolong untuk bisa ikut dengan mereka. Apapun itu, pekerjaan apapun itu, Sri akan lakukan asalkan Sri tidak sendirian. Karena memang hal ini menyangkut hal mistis. Alana beserta Tim mengajak Sri untuk ikut dengan mereka agar Sri tidak merasa terancam dan memiliki teman. Mayang mengajaknya untuk bekerja di salah satu kafe baru milik keluarganya sebagai waitress. Perjalanannya memakan waktu 4 jam. Hingga larut malam, Mereka masih di dalam perjalanan pulang menuju kota. Ya, melewati pepohonan yang menjulang tinggi. Memakan waktu yang cukup lama, hingga sampai di markas Tim. "Kita akan melanjutkan esok hari, karena sudah larut malam. Agenda pertama kali untuk besok, kita akan melakukan olah TKP, lalu di lanjutkan untuk penggeledahan di rumah Zea," ucap Bima.****"Bim! Saya menemukan pisau di ujung pohon sana." Athur kembali menemui Bima yang sedan
Lili meneliti identitas lebih jauh di internet mengenai jenazah tanpa identitas itu. "Motif ditambahkan kotoran sapi, agar tidak meninggalkan jejak. Namun, sepertinya pelaku sedang sial," kata Alana, membuat Lili terpukau. Lili tersenyum. "Ini yang saya suka dari Alana. Keren," kata Lili."Dari awal saya sudah mencurigai bahwa jenazah tanpa identitas itu bukan asli kota ini. Maksudnya, Ia pendatang. Dari postur tubuhnya memang terlihat warga lokal," jelas Alana. "Hidungnya terlihat orang timur, rambutnya yang panjang, bulu mata yang lentik. Coba tolong bantu amati."Alana mengeluarkan beberapa sumber dari laptopnya dan dari buku yang sengaja Alana beli. "5 bulan yang lalu, ada sukarelawan yang mengekspos mengenai Kota Hema. Di sana hanya kota terpencil. Namun, kota itu makmur dan sangat tentram. Karena memang, kini sudah banyak diketahui orang." Alana menjelaskan seraya menunjukkan potret seorang sukarelawan wanita. "Jadi?"Alana memberikan satu video. "Ini cuplikan video singkat b
Lili menemui Alana di ruangannya untuk menanyakan kemajuan dalam pencarian bukti kasus pembunuhan Zea."Bagaimana?" "Saya sudah menemukan akun sosial media milik Ibu Maya, Ibu dari Zea. Aktif sekitar 5 bulan yang lalu. Yang di mana, jika melihat dari foto keluarga dari tahun ke tahun terlihat tentram dan baik-baik saja. Bahkan, setiap Zea berulang tahun, Zea selalu di rayakan. Hingga terakhir pada bulan Oktober, Zea diberikan kado sebuah motor matic," jelas Alana. "Tetapi hal itu biasa terjadi ketika seseorang menyembunyikan sesuatu, bukan?""Tunggu dulu, masih ada lagi." Alana memperlihatkan kembali. "Beberapa video dari akun tersebut juga, memberikan beberapa cuplikan kebersamaan, Keluarga Pak Santoso sering sekali hangout bersama-sama, sering sekali berlibur, di semua videonya pun, Zea terlihat bahagia, tidak ada keterpaksaan." Lili melihat beberapa foto dan video yang sudah Alana jadikan beberapa dokumen di laptopnya. "Ini baru satu akun, saya juga menemukan di akun milik Pak
Ceklek Suara pintu terbuka, diikuti suara pintu terseret. Kamar yang rapih, bernuansa putih dan hijau sage menyatu. Hingga ketika melihatnya, terlihat mendamaikan dan menyejukkan mata. Lili mengerutkan keningnya. "Apanya yang nyeremin?" Alana dan Lili langsung mencari tahu ruangan tersebut, mencari dan berharap menemukan beberapa bukti yang kuat agar kasus ini terselesaikan. "Buka satu persatu semua laci, Na," perintah Lili. "Baik."Semua laci dari empat lemari besar mereka keluarkan. Hingga, tak ada sesuatu yang luput dari penglihatan mereka.Satu lemari telah Lili geledah. "Tidak ada, Na." Lili seraya membereskan barang-barangnya dan memasukkannya kembali."Sama, ini juga." Alana membuka lemari disisinya. "Coba sebelahnya, Li."Lagi-lagi, mereka tak menemukan hal yang mengarah kepada bukti-bukti yang mereka cari."Tinggal dua lemari, Li. Bagi-bagi saja, Li. Fokus!" Alana dan Lili mencari beberapa bukti di lemari terakhirnya."Ada?" tanya Alana seraya terus mencarinya."Tak ada