Jarum jam terus berputar. Langit orange pun berubah sedikit gelap. Mentari pun telah tenggelam dan kembali pada peraduannya."Ketika sedang ada orang lain, sebaiknya kamu panggil saya, Mas!" bisik Endrick di telinga Zsalsya. Zsalsya menoleh. Ia paham dengan maksud Endrick. Sebetulnya, ia sendiri pun ingin memanggilnya dengan sebutan itu agar tidak terlalu kaku. Hanya saja, ia masih ragu. Takut jika Endrick merasa risih dengan panggilan itu."Baik, Mas."Endrick mengangkat salah satu alisnya di depan Zsalsya. "Kamu tidak gugup sama sekali?" tanyanya heran."Sebenarnya saya memang mau manggil kamu dengan sebutan itu, tapi takut kamu tidak nyaman. Sekarang saya bisa melakukannya tanpa ragu!" Dengan percaya dirinya Zsalsya mengatakan kejujuran yang sempat ia simpan dalam hatinya."Emmm." "Ya sudah, sekarang kita masuk!" Mereka pun berjalan sama-sama memasuki pintu kaca yang lebar. "Sebenarnya aku bosan terus diajak ke restoran. Kenapa dia mengajak ke tempat makan begini?" batin Zsalsya
"Arzov bagaimana? Bukankah kita memiliki dia yang bisa kita peralat kapan saja?" ucap Mariana dengan kedua mata terbuka lebar penuh semangat kala teringat pada orang yang biasa membantu berjalannya rencana mereka.Tetapi, mereka sendiri tidak tahu jika sebenarnya ada tujuan lain yang memang dengan sengaja Arzov sembunyikan."Benar juga, Ma!" sahutnya bersemangat. Tetapi, kemudian semangat itu langsung memudar seketika kala teringat pada rencananya yang kian gagal. "Tapi dia payah, Ma. Masa setiap kali membujuk selalu gagal!" ungkapnya dengan perasaan kecewa.Namun, ambisi yang kuat dalam diri Mariana membuatnya haus pada kekayaan dan status."Pria itu bagaimana? Apa kamu sudah mulai mendekatinya?""Sudah, sih, tapi susah. Dia terlalu cuek dengan wanita lain. Aku heran, pelet apa yang dipakai Kak Zsalsya sampai mau sama wanita seperti itu!" umpatnya sembari meremehkan. "Pokoknya kamu harus terus pepet dia. Pria memang begitu. Awalnya cuek dan terkadang seolah tidak tergoda, tapi kalau
Secara mendadak, Zsalsya yang awalnya tak sadar dengan kedua mata mengatup rapat itu langsung terbangun dan menarik Endrick ke hadapannya."Aku benci pria yang suka berselingkuh!" teriak Zsalsya.Endrick menjadi bingung. Ia yang awalnya ingin menanyakan sesuatu malah harus menyaksikan Zsalsya yang mabuk berat."Padahal sudah kukatakan agar menaruhnya tidak terlalu banyak, kenapa sampai begini?" gumam Endrick.Kondisi Zsalsya yang jauh dari ekspektasinya membuat dirinya kesulitan untuk mendapat informasi yang ia inginkan."Saya mau tanyakan sama kamu," ujar Endrick.Namun, Zsalsya yang sedang diluar kesadaran dirinya membuatnya langsung marah ketika mendengar kalimat itu."Pergi kamu! Aku tidak mau bicara sama orang yang suka selingkuh!"Endrick memaklumi kondisi Zsalsya kini. Dan, sepertinya bukan waktu yang tepat untuk bertanya. "Aku harus mencari cara lain," gumamnya.Zsalsya yang mendengar Endrick berbicara pelan tetapi samar itu membuatnya menduga sesuatu. "Jangan mengumpat di dep
Pada pagi harinya ....Zsalsya menyibak selimut. Ia membuka matanya perlahan. Kala itu, matanya menyipit, ia melihat ke sekitar dan tubuhnya yang sudah terbaring di tempat tidur. Padahal, ia mengingat samar bahwa dirinya ada di sebuah restoran."Jam berapa ini?" Zsalsya meraba-raba ke tempat tidur untuk mengambil ponselnya, tetapi tidak ada di sana.Dengan kepala yang masih agak berat, Zsalsya menyibak selimut dan bangun. Ia melihat ke sekeliling, yang ternyata ponselnya ada di meja sebelah. Meja yang seperangkat dengan kursi santai di kamar itu.Ia turun dari tempat tidur, dirinya berjalan perlahan menuju meja dan mengambil ponselnya. Di layar terlihat jelas angka yang menunjukkan pukul 07.15 pagi. Zsalsya langsung membelalak, ia pun bersiap-siap. Tetapi saat hendak melangkah ....Tok Tok Tok!Suara ketukan pintu terdengar. Zsalsya langsung menoleh ke arah pintu. "Boleh saya masuk?" Suara lembut dibalik pintu yang terdengar nyaring di telinga."Masuk saja!" sahut Zsalsya dengan san
"Apa boleh saya masuk?" tanya Endrick sembari memegang gagang pintu. Kini, ia tidak langsung masuk begitu saja ke kamar itu. Meski di rumahnya, tetapi ia takut jika Zsalsya terganggu.Zsalsya menoleh kembali. Ia mendengar suara yang memang tidak asing baginya itu. Suara berat yang terdengar agak serak."Ya, masuk saja!" sahut Zsalsya.Endrick melangkah memasuki kamar itu, ia berjalan perlahan melihat-lihat ke sekeliling kamar. Lalu, dirinya berdiri di samping Zsalsya."Bagaimana dengan kondisimu?"Zsalsya agak menjauh, ia memutar tubuhnya, kemudian memicingkan kedua matanya seakan menaruh curiga kepada pria yang ada di sampingnya itu. Ting! Terdengar denting sebuah pesan dari ponsel.Sontak Zsalsya menoleh. Ia mengambil ponselnya untuk membuka pesan yang entah dari siapa itu. Namun, setelah dilihat rupanya ...."Siapa?" tanya Endrick."Mantan saya."Zsalsya menaruh ponselnya kembali dengan malas. Matanya mengerling kesal karena terus mengganggu. Tetapi lain dengan yang ada dalam piki
Arzov yang melihat kemesraan itu langsung mendengus kesal. Tetapi, teringat bahwa ia ada janji dengan Zsalsya malam ini, membuatnya berpikir bahwa ia bisa menghabiskan malam ini bersama dan menyingkirkan mereka berdua."Baiklah. Bersenang-senang saja kalian berdua sebelum Zsalsya kembali ke dalam pelukanku," batinnya sambil tersenyum.Nana yang melihat Arzov tersenyum pun malah membuatnya salah mengartikan. "Sepertinya kamu sudah dapat ide yang bagus," sindir Nana sembari melihat Zsalsya yang juga belum kunjung turun dari mobilnya."Tidak." Arzov menoleh ke arah Nana. Tangannya mulai berpetualang ke sekitar wajah dan bibir. "Aku membayangkan kita yang entah kapan akan seperti itu. Entah kapan kamu akan percaya dan menerima cintaku," ucapnya."Sabar, dong. Makanya kamu harus pintar-pintar cari cara supaya mereka pisah. Kamu nikahi Zsalsya dan siksa dia!"Jika sebelumnya Arzov sering merajuk sebab Nana yang terus meminta bantuannya tetapi tanpa ada kejelasan, kini ia tampak biasa saja k
"Begini .... Untuk masalah desain yang baru kamu presentasikan kemarin, klien kita mau ada sesuatu yang berbeda."Zsalsya melongo tak percaya. Ia tak mengerti dengan cara pandang klien yang awalnya sudah bilang setuju, lalu ...."Kenapa bisa berubah secepat ini? Memangnya apa yang mereka inginkan?"Firman menoleh ke arah sekretaris yang berdiri di sampingnya. "Tunjukkan padanya!"Sekretaris Firman pun langsung mendekat ke arah Zsalsya dan memperlihatkan contoh desain yang telah dibuat Zsalsya kemarinnya. "Mereka mau jika bagian dadanya terbuka tetapi ada brukat tipis yang menghalangi belahan dada tersebut!" jelasnya.Sembari mendengarkan, Zsalsya juga membayangkan apa yang diinginkan oleh klien mereka itu.Sebagai fashion stylish, dirinya berusaha memenuhi apa yang klien inginkan, tetapi tak lupa dirinya pun mengarahkan apa yang memang cocok bagi pemakainya. "Supaya jelas, apa boleh saya bertemu klien kita itu hari ini?!" Zsalsya tidak menyukai sesuatu yang bertele-tele, ia juga ti
Di lobi, para security dan empat orang yang memakai kedok menutupi yang wajahnya terus baku hantam. Darah yang berhamburan di lantai menciptakan kericuhan. Salah seorang di antaranya sudah terkapar. Tetapi, para pegawai yang mengetahui kejadian ini hanya diam menyaksikan hal itu. Mereka tidak berani melawan ataupun melakukan sesuatu. Terlebih lagi para wanita di sana, mereka hanya teriak histeris sembari berusaha melindungi diri mereka sendiri."Cepat bawa dia ke rumah sakit!" perintah Endrick kepada beberapa karyawan yang lain."Baik!" jawab salah seorang karyawan pria di sana. Meskipun ketakutan, tetapi mereka melakukan apa yang Endrick perintahkan."Jika kalian berani, hadapi saya!" teriak Endrick kepada empat orang yang terus baku hantam dengan para security yang menjaga kantor itu. Ke empat orang yang berkedok itu saling memandang satu sama lain. Dan, tanpa aba-aba mereka langsung menyerang Endrick. Endrick berlari sedikit dan kemudian menahan serta membalas serangan mereka ya