Share

4. Kesalahan Semalam

HERA menggeliat di atas tempat tidurnya saat samar sekali ia merasakan tubuhnya menggigil kedinginan. Ia menarik selimut yang membalut tubuhnya, lalu ia mengerjapkan matanya.

Perempuan itu menolehkan wajahnya, menatap jam yang ada di atas nakas. Pukul lima pagi. Lalu ia tersentak dengan matanya yang membelalak lebar. “Damn it!” makinya lirih.

Hera menundukkan wajahnya, melihat bagaimana penampilannya yang masih polos dan hanya berbalutkan selimut tebal di tubuhnya. Perempuan itu menghela napas dengan gusar sembari menyugar rambutnya. “What the hell are you doing, Ra?”

Ingatannya lantas membawanya kembali pada kejadian semalam. Bagaimana Hera marah dan kecewa dengan Bima, lalu ia pulang dalam kondisi yang setengah sadar setelah menenggak tequila beberapa gelas. Sampai akhirnya ia bercinta dengan sahabatnya sendiri.

“Tolol lo, Ra!” Hera meraup wajahnya dengan gusar, ia abaikan rasa pengar sekaligus pening yang sejak tadi dirasakannya. “Mau ditaruh mana muka lo habis ini, hah?”

Hera lantas turun dari ranjang tidurnya. Sesekali ia merintih lantaran rasa nyeri yang dirasakan di pangkal pahanya. Perempuan itu mengayunkan langkahnya menuju ke kamar mandi dan segera bergegas membersihkan diri.

Ada jeda selama beberapa saat. Setelah mengguyur tubuhnya dengan air hangat, Hera berdiri di depan cermin, menatap separah apa kegilaannya semalam. Ada beberapa jejak kemerahan di beberapa bagian tubuhnya. Pertanda bahwa semalam mereka sama-sama menikmatinya.

“Ya ampun, Rus! Lo apain gue—” Alih-alih kesal dan ingin menjambak rambut Ikarus, Hera mulai memikirkan alasan macam apa agar mereka tidak canggung satu sama lain. Meskipun Bima telah melakukan kesalahan, tapi bukan berarti Hera boleh mengkhianatinya, kan?

Lima belas menit setelah membersihkan diri, Hera kemudian meraih pakaian kerjanya dari dalam lemari. Masih pukul enam pagi dan pagi ini ia memiliki janji dengan klien untuk sarapan bersama.

Perempuan itu baru saja keluar dari kamarnya lalu ia berjengit kaget saat pandangannya terpaku pada Ikarus yang masih duduk di sofa apartemennya.

“Rus…”

“Udah bangun?” tanya Ikarus dengan tenang.

Hera menelan ludahnya dengan susah payah. “Lo… masih di sini?” Tentu saja! Bagaimana bisa Ikarus pergi begitu saja setelah pria itu berhasil merenggut bagian yang paling berharga di dalam diri Hera? “Lo nggak…”

“We need to talk, right?” ujar Ikarus dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Kalau lo pengen bahas apa yang terjadi semalam… lebih baik lo lupakan saja, Rus,” ujar Hera dengan tenang.

“Lupakan saja lo bilang?” desis Ikarus dengan tatapan yang masih sulit untuk diartikan.

Hera tidak pernah ditatap sedemikian intens oleh Ikarus. Ini kali pertamanya Ikarus menatapnya dengan tatapan yang… dingin sekaligus menakutkan?

“Rus…” Hera menghela napas pendek lalu melangkah mendekati Ikarus yang duduk di sofa. “I mean, lo sahabat gue, Rus. Kita nggak mungkin—”

“Justru karena gue adalah sahabat lo, Ra. Jangan bikin gue kayak bajingan gini!” sengal Ikarus murka.

“I’m fine, Rus. I’m really-really fine. Gue… pastikan nggak akan terjadi apa-apa sama gue. Jadi bisa, kan kita lupakan yang semalam?” Hera menghela napas pendek. “Lo tahu kan… kalau gue udah tunangan sama Bima?”

“Gue nggak peduli lo tunangan sama Bima atau nggak, Ra. Lo sendiri yang bilang ke gue kalau cowok itu cuma memanfaatkan lo, kan?”

Hera menundukkan wajahnya, membenarkan apa yang baru saja dikatakan Ikarus. Hanya saja, apa yang dilakukannya semalam dengan Ikarus benar-benar terasa salah. Tidak seharusnya Hera bercinta dengan sahabatnya sendiri, kan?

“Setidaknya gue akan tanggung jawab, Ra.”

“Tanggung jawab apa, Rus? Gue nggak apa-apa. Yang terjadi semalam cuma cinta satu malam. Anggap saja gue sama lo cuma khilaf. Dan setelah ini kita anggap nggak pernah ada apa-apa di antara kita.” Hera menatap lekat ke arah Ikarus. “Rus… lo sahabat gue. Jadi akan lebih baik kalau kita lupakan saja. Okay?”

Ikarus tidak menjawab. Ia lantas bangkit dari duduknya sembari meraih jaket denimnya. Baru setelah itu, pria itu berlalu begitu saja meninggalkan Hera tanpa sepatah kata.

Sepeninggal Ikarus, ingin rasanya Hera mengumpati dirinya sendiri. Perempuan itu bahkan masih mengingat jelas bagaimana ia merayu Ikarus, meminta pria itu untuk tidak menghentikan kegilaannya. Bahkan Hera masih mengingat dengan jelas jika dirinya lah yang pertama kali memulainya.

“See, Ra? Lo bodoh banget!”

Alih-alih memikirkannya, Hera lantas meraih ponsel dan tasnya yang sempat diletakkannya di atas meja. Baru setelah itu Hera segera bergegas berangkat ke hotel detik itu juga.

Tepat saat waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi, Hera tiba di ruangannya. Ia meraih beberapa berkas yang telah disiapkannya sejak kemarin lalu ia bergegas menuju ke restoran untuk menemui tamunya.

Begitu tiba di restoran, seperti biasanya Hera selalu memesan dua telur mata sapi matang dan secangkir kopi. Ia berjalan menghampiri salah satu seorang tamu yang tengah duduk sendirian sembari menikmati sarapannya.

“Selamat pagi, Pak Sudiro. Apa kabar, Pak?” Hera menjulurkan tangannya ke arah pria paruh baya bernama Sudiro itu, menjabat tangan tamunya lalu menarik kursi di hadapannya dan duduk di sana. “Maaf ya, Pak. Saya agak telat, nih. Jalanan macet.”

“Nggak apa-apa, Mbak Hera. Mbak Hera sudah sarapan?”

“Ah, saya sudah memesan telur mata sapi, Pak.” Hera melipat tangannya di atas meja. “Jadi gimana nih, Pak? Menu sarapannya enak? Ada masukan buat kami nggak kira-kira?”

“Enak, Mbak Hera. Saya suka sekali presentasi menu-menu sarapan di hotel ini. Selain variatif, rasanya enak semua!”

Hera lantas tersenyum lebar. “Wah… terima kasih banyak, Pak.”

Sudah menjadi pekerjaan Hera menemui tamu-tamunya yang menginap di hotel. Hera selalu menjaga hubungan baik dengan para tamu-tamunya agar kedepannya mereka akan kembali lagi.

Setelah berbincang dengan Sudiro dan pengajuan kerjasamanya telah disetujui, Hera memutuskan untuk kembali ke ruangannya. Tangannya yang sibuk mengotak-atik ponsel, tidak sadar jika ada seseorang yang menepuk bahunya.

“Ra…”

Hera berjengit kaget lalu menolehkan wajahnya dengan cepat. “Astaga, Res! Bisa nggak sih lo nggak bikin kaget gue?!”

“Salah siapa terlalu fokus sama hp?” ujar Ares tak terima. “By the way, Ikarus mana? Dia bilang datang telat. Kalian nggak bareng?”

“Dia… belum datang?”

Ares kemudian menggeleng. “Belum, Ra. Makanya gue tanya sama lo. Semalam dia bilang kalau nginep di tempat lo.”

“Oh…” Hera manggut-manggut lalu menatap Ares dengan penuh selidik. “Dia nggak ada ngomong apa-apa sama lo?”

“Ngomong apa emangnya?”

Hera memalingkan wajah lalu menggelengkan kepalanya. “Lupakan! Oh ya, event Pak Sudiro udah confirm, ya. Gue barusan menemui beliau di restoran, habis ini gue minta Rhea untuk bikinkan BEO-nya.”

“Oke.” Ares mengangguk. Lalu, “Ra… ngomong-ngomong soal Ikarus… gue udah nawarin tempat di rumah gue. Tapi dia nolak tawaran itu.”

“Kenapa?”

Ares mengedikkan bahu. “Entahlah. Tadinya gue pikir dia pengen numpang di apartemen lo.”

“Nggak usah gila ya, Res. Lo tahu kalau gue udah tunangan, kan?” kata Hera sembari mengumpat di dalam hatinya. Bagaimana jika nanti Ares tahu apa yang terjadi semalam? Pria itu pasti sudah jelas akan menertawakannya.

“Ya masa lo ngebiarin Ikarus jadi gelandangan sih, Ra. Lo nggak kasihan sama dia?” 

“Ya kan bisa di tempatnya Eros, Res. Atau kalau nggak mau di tempat lo, dia bisa ke tempatnya Zeus, kan?”

“Kalau maunya di tempat lo?” 

“Nggak usah ngide!” sembur Hera kesal. “Lagian kenapa itu anak ceroboh banget, sih! Katanya hacker, masa dia bisa ketipu sama orang!”

“Hacker juga manusia, Ra. Gitu-gitu dia makannya juga nasi.” Ares mengibas-ngibaskan tangannya ke udara. “Ya udah, deh. Yuk, morning briefing!”

“Iya. Gue ambil berkas di ruangan gue dulu.”

“Oke.”

Hera lantas mengayunkan langkahnya menuju ke ruangannya. Sudah ada Rhea yang tengah duduk di depan komputer sambil mengunyah bekal sarapannya. Lalu, “Rhe…”

Rhea kemudian memutar kursinya dan mendapati Hera masuk ke ruangan. “Eh, Ra? Udah ketemu sama Pak Sudiro?”

“Udah. Siang nanti lo sibuk, nggak?”

“Nggak. Kenapa?”

“Temenin gue beli sesuatu, ya?”

“Mau beli apa memangnya?”

“Nanti juga lo tahu.” Hera lantas berjalan menuju mejanya. “Gue mau morning briefing dulu.”

***

Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status