“Help me please, okay?” Tangan Hera lantas bergerak ke belakang, menarik tali spaghetti dress yang dikenakannya hingga luruh ke pinggangnya.
Untuk selama beberapa saat Ikarus terdiam. Sampai saat Hera kembali merapat, mencium Ikarus lebih dalam dan tajam, pria itu membalas pagutannya.Ikarus adalah pria normal. Seolah ada yang membangunkan sesuatu yang ada di dalam diri Ikarus, tubuh pria itu seketika memanas. Sebagian di dalam diri Ikarus memintanya untuk berhenti. Namun di sisi lain ia tidak ingin menghentikan apa yang baru saja akan dimulainya. Terlebih saat bibir Hera yang terasa manis membuat segalanya semakin menggila.Ikarus semakin memperdalam ciumannya. Satu tangannya melingkar di tengkuk leher Hera. Sementara satu tangan lainnya bergerak ke belakang, meremas pinggul Hera seiring dengan Ikarus yang menggeram pelan.Pun dengan Hera yang mulai menggerakkan pinggulnya, seolah bukan hanya Ikarus saja yang menggila, Hera juga merasakan hal sama.Bibir keduanya saling bertautan, lidahnya membelit satu sama lain. Membuat segalanya semakin tak terkendali. Ikarus mengumpat berkali-kali di dalam hati.“Rus, akh…” Tubuh Hera menggelinjang hebat di atas pangkuan Ikarus. Ada desiran asing yang membuat Hera bisa merasakan tubuhnya mulai mendidih. Seiring dengan hasratnya yang meronta-ronta, menuntut untuk dituntaskan.“Wait, Ra.” Ikarus mendongak, tatapannya yang telah berkabutkan gairah bertumbukan selama beberapa detik dengan sepasang mata sayu Hera. “Let me ask you something,” bisik Ikarus mencoba menahan Hera agar tidak kehilangan kendali. “What?”“Is it your first?”“Ya.” Hera mengerjap.“Are you sure? Gue nggak mau lo menyesal.”“Stop talking, and fuck me please.”Hera menjadi yang pertama kali mengikis jarak yang ada di antara mereka. Ciuman itu mulai dalam dan membabi buta saat tangan Hera meraih butiran kancing kemeja Ikarus, melepaskannya dengan tak sabaran hingga kancing itu terlepas paksa.“It’s gucci, Ra,” desis Ikarus lirih.“But, I don't care.”Entah siapa yang memulai lebih dulu. Bibir keduanya kembali bertaut. Lalu Ikarus bangkit berdiri, menggendong Hera dan membawanya menuju ke sebuah kamar dengan cahaya yang temaram. Tiba di sebuah kamar yang diyakini Ikarus adalah kamar Hera, ia lantas merebahkan tubuh Hera di atas ranjang tidurnya.Ditatapnya Hera yang tampak menunggu. Ikarus lantas melepaskan kemejanya dan menjatuhkannya ke lantai sebelum kembali merangkak di atas perempuan itu.“Are you sure?” tanya Ikarus memastikan lagi.Hera tidak mengatakan apa-apa. Yang dilakukan perempuan itu menarik Ikarus agar mendekat, kembali melekatkan bibir keduanya. Sementara satu tangan Ikarus bergerak ke bawah, menyelinap di balik dress yang kini hanya menutupi bagian tubuh bawah Hera.“Rush, Akh…” Tubuh Hera mengejang saat bisa merasakan tangan Ikarus menyentuh di bawah sana. “You want me to stop?”Hera menggeleng dan hal itu membuat Ikarus kembali melanjutkan apa yang sempat tertunda tadi. Sebut saja dirinya ‘Si Bajingan yang Beruntung’, Ikarus bahkan bisa mendapatkan kepuasan tanpa perlu bersusah payah. Lalu tangannya bergerak rendah, menurunkan kain yang menutupi bagian tubuh Hera hingga kini perempuan itu polos.Ikarus sempat memaki dalam hatinya. Bajingan! Bagaimana bisa ia memiliki niat untuk meniduri sahabatnya sendiri yang kini tidak berdaya karena pengaruh alkohol? Pria itu kembali merapatkan tubuhnya, mencium bibir Hera seiring dengan tangannya yang bergerak ke bawah lalu tenggelam di antara basah dan lembab. Bersamaan dengan tubuh Hera yang menggelinjang hebat.“Akh… Rus,” desah Hera.Ikarus kembali mendongak. Menatap mata sayu Hera, sebelum menyurukkan wajahnya di antara ceruk leher perempuan itu. Membaui aroma strawberry yang menguar dari dalam tubuh Hera. Sementara tangan Ikarus semakin bergerak liar di bawah sana. “You’re so wet, Ra.”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Merasakan tubuhnya mulai mendidih, terlebih saat tangan Ikarus tak kunjung menghentikan kegilaannya.“Rus…” lenguhnya pelan. Tubuh Hera terasa bergetar hebat. Otot-ototnya mengejang seiring dengan hasratnya yang berkobar-kobar di dada.“Lepaskan.” Bersamaan dengan sentakan klimaks untuk pertama kalinya dirasakan Hera.Napas perempuan itu terengah-engah. Wajahnya telah dibanjiri keringat, dan hal itu membuat Ikarus memujinya berkali-kali. Perempuan itu terlihat begitu cantik sekaligus… menggairahkan?Ikarus menarik tangannya lalu menurunkan resleting celananya, membebaskan kain yang masih melekat di tubuhnya yang mulai terasa sesak. Sebelum kembali merapat sembari memosisikan diri. “Akh, Rus…” Cengkraman kuat diiringi dengan rintihan lirih yang meluncur dari bibir Hera membuat Ikarus bergerak hati-hati. Tubuhnya yang belum melesak sepenuhnya membuat Hera terpaksa menahan perih di bagian bawah sana.“Tahan, Ra.” Ikarus berbisik lirih sebelum kembali mencium bibir Hera dengan penuh kelembutan. Mencoba meredamkan perihnya mengingat bahwa ini adalah yang pertama kalinya.Saat segalanya mulai terkendali, Ikarus kemudian bergerak. Wajahnya mendongak, menatap wajah Hera yang tampak menahan nyeri di bawah sana. Pria itu meraih kedua tangan Hera dan membawanya ke atas kepala. Lagi-lagi ia mencium bibirnya.“Is everything okay?”Ketika Ikarus menangkap anggukan samar Hera, pria itu menambah tempo gerakannya. Membuat perempuan itu seperti dihantam rasa perih sekaligus nikmat yang bertubi-tubi.“Akh, Rus…” Hera menggigit bibirnya demi meredakan suara liar yang meluncur dari bibir Ikarus.Sementara Ikarus bergerak, mengentakkan tubuhnya di atas Hera. Sesekali melenguh pelan seiring dengan gerakannya yang semakin liar dan membabi buta.Desahan yang saling bersahut-sahutan terdengar menggaung memenuhi ruangan. Peluh keringat yang membanjiri sekujur tubuhnya membuat segalanya lantas terhenti. Hasratnya yang meledak-ledak di dalam diri Ikarus telah berhasil membakar habis batas kesabarannya. Pria itu mengentakkan tubuhnya sekali lagi, kali ini semakin dalam dan tajam.“Rus…”“Ra…”Ikarus kembali merapatkan tubuhnya, mencium bibir Hera dengan tak sabaran. Ia mendesakkan tubuhnya sekali lagi. Bersamaan dengan rasa hangat meledak di dalam sana.Napas keduanya terengah-engah. Suasana di kamar yang tadinya hening, kini hujan mulai jatuh membasahi bumi. Ikarus menjatuhkan kepalanya di bahu Hera yang telah terkulai lemah tak berdaya.Detik demi detik berlalu. Napas keduanya telah berangsur normal. Ikarus menarik diri sembari mendaratkan kecupan singkat di kening Hera. Baru setelah itu ia bergerak menuju ke kamar mandi untuk sekadar membersihkan diri.Di bawah pancuran shower, Ikarus tak henti-hentinya memaki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia melakukan kegilaan ini? Terlebih ini adalah pengalaman pertama bagi Hera. Bedebah tak tahu diri ini berhasil merenggut apa yang berharga dari Hera.“Bajingan lo, Rus!” maki Ikarus pada dirinya sendiri.Lima belas menit setelah membersihkan diri, Ikarus keluar dengan mengenakan kemeja yang sudah tidak berbentuk karena ulah Hera. Pria itu membawa sebuah handuk kecil yang telah dibasahi air hangat, lalu ia bergerak mendekati Hera yang sudah terlelap. Ikarus duduk di tepi ranjang dan mulai membersihkan tubuh perempuan itu dengan handuk hangat tersebut.Ada jeda selama beberapa saat. Tatapan Ikarus lekat ke arah Hera yang kini tengah terlelap.“Sorry, Ra. Gue emang—” Ikarus menghela napas pendek. Lagi-lagi ia mengutuk dalam hatinya. “Gue seharusnya menahan diri.”Setelah memastikan Hera bersih. Ikarus membenarkan posisi tubuh Hera agar nyaman. Ia menarik selimut sebatas bahu, menatap perempuan itu sebentar, sebelum memutuskan untuk keluar dari kamar Hera.Ikarus menghempaskan tubuhnya di sofa sembari meraup wajahnya dengan gusar. “Brengsek! Brengsek! Brengsek!”Rasa kalutnya semakin menjadi, terlebih saat ia telah mendapatkan apa yang selama ini dijaga Hera.“Lo sekarang mau gimana, Rus? Lo hancurkan semuanya dan—” Ikarus menghela napas, bersamaan dengan ponselnya yang berdering. Membuat perhatian pria itu teralihkan sejenak.“Halo, Res?”“Lo di mana?” tanya Ares di seberang sana.“Gue lagi di apartemennya Hera. Kayaknya gue bakalan nginep di sini.”“Lo serius?”“Mm.” Ikarus bergumam lirih. “Gue habis melakukan kesalahan fatal, Res. Dan gue nggak tahu gimana lagi untuk menolong diri gue sendiri setelah ini.” ***HERA menggeliat di atas tempat tidurnya saat samar sekali ia merasakan tubuhnya menggigil kedinginan. Ia menarik selimut yang membalut tubuhnya, lalu ia mengerjapkan matanya.Perempuan itu menolehkan wajahnya, menatap jam yang ada di atas nakas. Pukul lima pagi. Lalu ia tersentak dengan matanya yang membelalak lebar. “Damn it!” makinya lirih.Hera menundukkan wajahnya, melihat bagaimana penampilannya yang masih polos dan hanya berbalutkan selimut tebal di tubuhnya. Perempuan itu menghela napas dengan gusar sembari menyugar rambutnya. “What the hell are you doing, Ra?”Ingatannya lantas membawanya kembali pada kejadian semalam. Bagaimana Hera marah dan kecewa dengan Bima, lalu ia pulang dalam kondisi yang setengah sadar setelah menenggak tequila beberapa gelas. Sampai akhirnya ia bercinta dengan sahabatnya sendiri.“Tolol lo, Ra!” Hera meraup wajahnya dengan gusar, ia abaikan rasa pengar sekaligus pening yang sejak tadi dirasakannya. “Mau ditaruh mana muka lo habis ini, hah?”Hera lant
“Kenapa telat?”Suara celetukan Ares yang baru saja muncul dari balik pintu ruangannya membuat Ikarus lantas menoleh ke arahnya.“Gue tadi ke tempat Eros dulu buat ambil baju.” Ikarus yang tadinya tengah sibuk membaca weekly report yang terpampang di layar monitor, lantas menghela napas panjang. “Gue udah bicara sama Hera.” Pandangan Ikarus kemudian tertuju ke arah Ares yang kini tengah menyandarkan bahunya di ambang pintu. “Mm… tapi dia menolak?”Ikarus mengangguk. “Iya.”“Alasannya?”“Dia menganggap kalau apa yang kita lakukan semalam itu cuma kesalahan satu malam. Dia nggak mau gue bertanggung jawab atas apa yang udah gue… renggut dari dia.” Ikarus menghela napas panjang. “Dia merasa nggak seharusnya kita melakukan hal itu semalam karena dia punya Bima.”“Dia yang memulainya, kan? Sebajingan-bajingannya lo, lo nggak kayak gue. Melakukan segala cara untuk merebut Eve dari cowoknya. Lo juga bukan Zeus yang terpaksa nidurin Artemis untuk nolongin dia dari desakan bokapnya.”“So, what
“Kak, gue lagi di restoran Asia dekat hotel lo. Lo balik jam berapa, sih? Kerja apa dikerjain?”“Berisik ya, Waf. Ini gue lagi siap-siap mau ke situ.”“Good. Gue mau minta traktir lo habis ini. Buruan.”Setelah mendengar ocehan adik perempuannya, Hera mengakhiri panggilannya dengan cepat. Ia lantas mengemasi barang-barangnya dan langsung bergegas meninggalkan ruangannya yang sudah sepi.Perempuan itu mengayunkan langkahnya menyusuri koridor. Sesekali ia melirik ruangan Ikarus yang masih terang benderang, lalu pandangannya tertuju pada paper bag dengan label ‘GUCCI’ di tangannya. Siang tadi Hera menyempatkan diri keluar hotel untuk membelikan kemeja baru untuk Ikarus.Ragu untuk memberikan kemejanya itu, Hera kembali mengayunkan langkahnya menuju ke lobi. Ia lantas melangkah menuju ke depan. Ditatapnya lalu lintas yang tampak ramai, perempuan itu memutuskan untuk berjalan kaki alih-alih membawa mobilnya.Begitu tiba di restoran Asia, Hera lantas mengedarkan matanya ke sekitar. Wafa yan
“Lo mau tidur di mana malam ini?” tanya Hera dengan hati-hati, sadar jika Ikarus masih marah kepadanya.Setelah berhasil membujuk Ikarus untuk tetap tinggal di apartemennya, keduanya duduk berhadapan di meja makan. Ada satu bungkus nasi goreng yang sempat dibeli Ikarus sebelum tiba di apartemen Hera. Masing-masing dari mereka memegang sendok di tangannya.“Kenapa lo bisa seceroboh itu, sih?” ujar Hera lagi. “Lo kan hacker. Lo seharusnya—” Bibir Hera terkatup rapat saat suaranya naik satu oktaf. “Maksud gue… kenapa lo bisa kecolongan gini, coba.”“Namanya juga halangan,” jawab Ikarus dengan datar. “Nggak ada yang tahu kapan gue ditimpa musibah.”“Terus rencana lo apa setelah ini?” tanya Hera dengan hati-hati.“Nggak tahu. Gue bahkan nggak pegang duit sepeserpun sekarang,” ujar Ikarus berbohong. Hera menghela napas panjang sembari melipat kedua tangannya di atas meja. Ia sedikit mencondongkan kepalanya ke depan agar bisa menatap Ikarus dengan lekat. “Miskin banget, ya?”“Kenapa? Lo ngg
[Mas, hari ini sibuk? Aku pengen ketemu.][Kangen…]Ikarus menghela napas panjang begitu mendapati pesan itu muncul di layar ponselnya. Ia mengurut keningnya yang terasa pening. Rasanya masih seperti mimpi. Alih-alih membalasnya, Ikarus memilih untuk segera bergegas bersiap-siap.“Gue nggak biasa sarapan.” Perkataan Hera yang tiba-tiba muncul di depan kamar yang ditempati Ikarus itu membuat pria itu hampir terlonjak kaget karenanya.“Ya ampun, Ra. Lo nggak usah ngagetin gue gitu bisa nggak, sih?”“Lagian kenapa, sih? Lo pikir gue hantu?” Hera mencebikkan bibir. Mereka sudah terlihat rapi dengan balutan kerja masing-masing. Pun dengan Ikarus yang langsung mengenakan kemeja pemberian Hera tanpa mau repot-repot mencucinya terlebih dahulu. “Nggak kebesaran kan kemejanya?” katanya sembari tersenyum. “Tapi bisa nggak sih, lo pakai kemeja yang beneran dikit?” Hera lantas mengayunkan langkahnya mendekati Ikarus, tangannya terulur ke depan, membenarkan posisi kerahnya yang sempat terselip ke b
“Belum balik?” Ikarus mendongakkan wajah dan mendapati Ares berdiri di ambang pintu ruangannya. “Mau ngopi dulu, nggak? Kayaknya lo lagi banyak pikiran.”Ikarus tidak menjawab namun ia langsung beranjak dari tempat duduknya. Mereka mengayunkan langkahnya menuju ke Sixty Lounge—cafe yang ada di pinggir pantai, masih di bawah naungan Sixty Season Resort.Begitu tiba di Sixty Lounge, mereka kemudian memesan dua cangkir kopi dan langsung duduk di salah satu meja yang kosong. Ditatapnya kerlap-kerlip di seberang lautan sana. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.Lalu, “Gue tadi siang ketemu sama Nadine. Dua minggu lagi dia akan menikah.”“So?”Ikarus menggeleng. “Gue udah feeling lama sebenarnya, Res. Hubungan gue sama Nadine nggak akan berhasil. Lo masih ingat waktu lo minta gue untuk melepaskan dia dan memilih untuk deketin Hera, kan?” Pria itu menyesap kopinya. “Gue sempat memikirkannya.”“Memikirkan Hera?”Ikarus mengangguk. “Iya. Hanya saja waktu itu Nadine yang nggak mau gue l
“Karena lo nggak bilang gue mesti pakai dress yang gimana, gue ambil dress asal. Semoga aja gue nggak saltum.”Mendengar perkataan itu, Ikarus yang terlihat resah sejak tadi lantas menoleh ke belakang dan langsung tertegun.“Gimana? Gue udah cocok digandeng ke kondangan, kan?” ujarnya lagi. Perempuan itu memutar tubuhnya, seolah ingin memperlihatkan betapa sempurnanya penampilannya kali ini.Ikarus yang melihatnya lantas bangkit dari duduknya dan langsung menerbitkan senyuman kecilnya. “Perfect!”Sudah hampir satu bulan lebih Ikarus tinggal di apartemen Hera. Dan selama itu pula mereka menjadi partner yang saling menguntungkan satu sama lain.“Gue nggak habis pikir kenapa Bima nggak seriusin lo aja,” celetuk Ikarus sembari membelai bahu Hera. “Lo cantik, lo sempurna, lo juga… enak.”Mendengar kalimat kurang ajar Ikarus, Hera menatap pria itu dengan tatapan galak. “Bilang aja lo ketagihan!”Pria itu menarik ujung bibirnya ke atas. “Lo juga, kan?”Hera lantas menundukkan wajahnya. Pura-
“Take off your underpants.”“Lo gila?!” Hera membelalak. “Di sini?”Ikarus tidak menjawabnya. Wajahnya sudah merapat, lalu ia mendaratkan kecupan di ceruk leher Hera dengan satu tangannya menurunkan dress itu hingga lirih ke pinggang.Tak hanya sampai di sana, tangannya kemudian bergerak turun. Telapak tangannya yang hangat bergerak mengusap paha di balik dress yang dikenakannya. Menurunkan celana dalam Hera dengan tangannya sendiri.Lalu, “Akh, Rush…” Jemari Ikarus sudah menyelinap dan tenggelam di bawah sana. Membuat Hera yang tidak tahan dengan sentuhan Ikarus hanya bisa menggigit bibirnya. “You’re crazy.” Meskipun dalam hatinya, Hera juga menikmati.“You look so sexy in two situations,” desis Ikarus dengan suara sensual. “When you wear the sexiest dress and when you moan my name loudly.”Hera menarik ujung bibirnya ke atas membentuk sebuah senyuman. Ia bisa merasakan dadanya berdesir hangat seiring dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Terlebih saat jemari Ikarus dengan lihai memai