“Kamu… marah?”Menit demi menit berlalu dalam keheningan dan Ikarus tahu jika Hera tengah menahan kemarahannya. Baik Evander maupun Hanna sudah meninggalkan ruangannya, dan kini hanya ada mereka berdua. Duduk di sofa dan hanya saling berdiaman, sibuk dengan pikiran masing-masing.“Nggak apa-apa kalau kamu mau marah. Tapi setelah itu dengerin aku dulu, ya?” lanjut Ikarus.Hera menghela napas panjang dengan kedua tangannya yang saling bersedekap. Perempuan itu tidak tahu apakah ia harus marah atau sebaliknya setelah melihat pemandangan apa yang terjadi tadi.“Kalian ada sesuatu? Dia siapa kamu? Kenapa kamu kalian terlihat akrab dan… dekat?” ujar Hera pada akhirnya.“Hanna bukan siapa-siapa aku, Ra. Sebelum kamu datang tadi, dia cuma bilang kalau dasiku miring. Dia membenarkan dasiku dan—”“Tapi kayaknya kamu nggak keberatan gitu, ya?” Hera mendengus pelan. “Kelihatan banget kamu diam saja disentuh sama dia, padahal jelas-jelas kamu udah punya aku! Coba kalau aku tadi nggak datang, pasti
“Hera nggak salah paham sama lo, kan?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Evander. Ikarus baru saja kembali ke ruangannya setelah mengantarkan Hera ke depan. Pria itu menghela napas, melemparkan punggungnya di sofa sembari memijat pelipisnya.“Untungnya nggak,” jawab Ikarus singkat.“Jangan bilang Hanna masih berharap sama lo, Rus?”“Gue sama Hanna cuma sebatas masa lalu, Van. Dan itupun udah bertahun-tahun yang lalu. Dia nggak mungkin berani deketin gue. Karena gue udah bikin dia kalah telak soalnya.”Evander mengerutkan keningnya. “Lo apain memangnya?”“Gue cuma minta ke dia untuk nggak melewati batas aja, sih.” Ikarus mengedikkan bahu. “Kalau dia sampai melanggar batas, gue bakalan mutasi dia ke hotel lain.”“Bangsat!” umpat Evander. “Pantesan aja sikapnya dia sekarang jauh lebih kalem dari biasanya. Ternyata ada udang di balik batu!”“Untungnya aja lo sama dia nggak ngapa-ngapain ya, kan? Nggak kebayang gue gimana Hera ngamuknya.”Ikarus terkekeh. “Gue nggak sebrengsek itu,
Hera mengerjapkan matanya. Sayup-sayup angin berembus kencang menerpanya, sesekali Hera menggigil. Ia bisa merasakan kepalanya berdengung hebat. Seperti ada bongkahan batu yang menumpu di atas kepalanya.Perempuan itu merintih lirih. Kemudian ia mendongak dengan matanya yang mengedar ke sekitar. Hera bisa merasakan sudut bibirnya yang terasa perih, ia tidak ingat luka itu dari mana asalnya.Lalu, “Lepaskan saya!”Hera baru menyadari jika kedua tangannya kini telah diikat di bahu kursi. Susah payah perempuan itu mencoba melepaskan diri, namun yang justru didapatinya hanyalah rasa sakit di pergelangan tangannya.Pandangan Hera kemudian tertoleh ke arah Pradipta yang juga diikat di kursi sama sepertinya. Wajahnya terlihat babak belur dan pria itu terlihat tidak sadarkan diri.“Dipta… bangun, Dip!”Hera mencoba kembali memungut ingatannya. Perempuan itu masih ingat dengan jelas jika mobilnya yang dikendarainya bersama Pradipta melaju meninggalkan Sixty Season Hotel. Lalu setelah berkendar
“Ares!”Kairav dan Bella yang sudah mendengar kabar tentang Ikarus langsung berlari menuju IGD. Terlihat raut cemas Bella di wajahnya, perempuan itu bahkan terlihat hampir menangis sekarang.“Om, Tante…” Ares menyalami Kairav dan Bella. “Ikarus masih ditangani di ruang operasi. Sementara Hera langsung ditangani sama Dokter Kiev karena sempat pingsan setelah kejadian ini.”“Bagaimana bisa, Res? Kamu tahu bagaimana kronologinya?” tanya Bella dengan cemas.“Hera diculik Bima, Tante. Ikarus sempat dihubungi penculiknya dan memintanya datang sendirian. Kami datang terlambat dan Ikarus sudah lebih dulu mendapatkan luka tusukan. Tapi untungnya Bima dan komplotannya sudah diringkus pihak kepolisian.”Kairav menghela napas panjang. “Udah berapa lama dia di dalam?”“Sekitar satu jam, Om.” Ares terlihat cemas.“Terus Hera kena luka juga? Dia baik-baik saja, kan?” tanya Bella sekali lagi.Ares mengangguk. “Dia baik-baik saja, Tante. Tapi dia sempat pingsan tadi saat dilarikan ke rumah sakit. Sebe
“Ya ampun, Bang. Kamu emang dasarnya udah bucin atau gimana, sih? Heran banget sama kelakuan kamu yang kayak gini tahu, nggak! Nurun siapa, sih?” Suara gerutuan Bella membuat Ikarus sejenak terkekeh. Ikarus baru saja dipindahkan ke ruang rawat VVIP. Kondisinya yang masih belum stabil pasca operasi, sempat membuat Bella uring-uringan tak jelas.Ikarus kini sudah dipindahkan agar bisa satu ruangan dengan Hera. Hera masih terlelap di brankarnya, sementara Bella masih menggantikan Kairav selagi sang suami menyiapkan segala kebutuhan Ikarus.“Emang dulu Papa nggak sebucin ini sama Mama, ya?” “Mana pernah Papa kamu bucin! Dulu bahkan Mama ogah-ogahan banget nikah sama Papa kamu!” sungut Bella.“Terus maunya diajak nikah sama Papa gara-gara diiming-imingi apa?”“Heh! Gini-gini Mama masih punya harga diri, ya!” Bella mendecak. “Dulu bahkan awal-awal Papa kamu yang ngotot sama Mama. Sampai-sampai nawarin posisi di sini, terus ya akhirnya Mama kerja di sini.”“Mama dulu pasti dokter yang heba
Tidak ada percakapan apapun setelah Dokter Kiev memutuskan untuk meninggalkan ruang rawat mereka. Ikarus sudah kembali merebahkan tubuhnya di atas brankarnya, pun dengan Hera yang juga melakukan hal sama.“Gue—”“Aku-kamu an aja nggak, sih?” Ikarus terkekeh. “Selama kamu amnesia, bahkan kita udah menggunakan panggilan aku-kamu. Masa sekarang balik lagi gue-lo?”Sementara Hera tidak mengatakan apa-apa. Ia tidak tahu jika suasana sekarang akan terasa secanggung ini. Terlebih saat Hera bisa merasakan wajahnya seketika memanas begitu mendengar ucapan Ikarus. “Kok diem? Tadi mau bilang apa?” tanya Ikarus sembari menolehkan wajah.“Kamu nggak apa-apa? Apa kata dokter? Bima bahkan sempat memukuli kamu.”“Aku udah nggak apa-apa, Ra. Luka di perutku tinggal nunggu kering aja, kok.”Hera menghela napas pendek. “Aku belum sempat bilang makasih sama kamu. Kamu udah nyelametin aku dari Bima dan—”“Aku suami kamu, Ra,” sela Ikarus dengan cepat. “Sudah sepantasnya aku melindungi kamu, kan? Lagipul
Grup Cuma Wacana[Rhea: Welcome back, Ra! Sumpah! Gue pengen ke Jakarta sekarang ya Allah. 😭😭😭😭][Artemis: Ra, kita-kita kangen 🥹🥹🥹][Eros: Nyi, lo udah inget sama gue, kan? Coba gue tes, ukuran sempak gue berapa?][Zeus: Bisa-bisanya si Anjing bahas sempak disaat terharu-harunya gini!][Eros: Ya gimana? Cuma Nyai doang yang tahu ukuran sempak gue. Gegara gue dulu titip dia buat beliin gue sempak. Gue harus memastikan kalau Nyai beneran inget sama gue dong, ah.][Rhea: Tau tuh! 😑][Ares: Guys, kata @IKARUS, weekend ini dia pengen ngajak kita staycation di Villa Bandung. Bosen katanya sama villa view pantai. Pengen yang adem-adem. Semua biaya ditanggung sama Ikarus. Gas nggak, nih?][Zeus: Otw ambil form cuti.][Eros: Otw ambil form cuti. (2)][Ikarus: @ARES tai ye!][Rhea: Emang Ikarus udah beneran sembuh? Katanya kemarin dia ditusuk perutnya?][Ares: Aman, Rhe. Nggak usah khawatir. Doi kan keturunannya Avenger, jadi kena tusuk perut doang mah, Cincai!][Rhea: Beneran, Rus? Ja
“Kamu pengen sarapan apa?”“Apa saja, Ra. Aku makan apa saja yang kamu masak.”Hera mengerucutkan bibirnya, terlihat berpikir sejenak. “Kalau kamu jawab gitu, akunya sekarang yang bingung.”Ikarus terkekeh, tampak terhibur dengan sikap istrinya. “Emangnya ada bahan makanan di kulkas, ya? Udah semingguan ini kita nggak di apartemen, kayaknya nggak ada banyak bahan makanan yang bisa diolah, deh.”“Palingan omelet sih. Nggak apa-apa sarapan itu doang?” tanya Hera. “Nanti agak siangan biar aku belanja, deh.”“Aku temenin, ya?”“Nggak usah, Rus. Lagian kamu masih belum pulih. Katanya mau staycation bareng anak-anak. Jadinya kamu harus jaga kondisi, okay?”Hera baru saja akan bangkit dari duduknya saat Ikarus sudah lebih dulu menarik pergelangan tangan perempuan itu. Membuat Hera akhirnya terjatuh, namun kali ini jatuh di pangkuan Ikarus.“Apa lagi?”“Kenapa pagi ini kamu kelihatan cantik banget, sih?”Hera membelalak lalu memukul dada Ikarus dengan punggung tangannya. “Bangun! Kamu kesambe