Share

Bab 5

"Membayar apa?" Tanaya refleks menoleh ke arah Henry.

Jarak mereka sangat dekat sehingga gerakan Tanaya membuat pipinya bersinggungan dengan bibir Henry. Tanaya tertegun beberapa detik, lalu dia merasa sentuhan dingin menyebar.

Seolah ada kembang api meledak, seluruh pipi Tanaya merona seketika.

Mata Henry menggelap. Tanpa memberi Tanaya kesempatan untuk berbicara lagi, dia mencengkeram dagu wanita itu, kemudian mencium bibirnya.

Rasanya lembut dan manis seperti yang Henry bayangkan.

Henry merasa binatang buas yang terkurung di dalam dirinya terlepas membawa keinginan terdalam.

Sekujur tubuh Tanaya menegang. Dia membeku di tempat.

Walaupun dia dan Henry menjadi suami istri selama bertahun-tahun di kehidupan sebelumnya, mereka tidak pernah berhubungan suami istri.

Tanaya merasa rendah diri karena wajahnya hancur dan buta, dia juga menyimpan dendam terhadap Henry.

Dia membenci pria yang merupakan "dalang" itu, jadi bagaimana mungkin dia membiarkan Henry menyentuhnya?

Momen-momen paling damai mungkin ketika Tanaya lelah, lalu dia tinggal di bawah satu atap dan tidur satu ranjang dengan Henry.

Henry membuka paksa gigi Tanaya. Dengan perasaan yang sudah lama ditahan, dia dengan gila-gilaan menjarah mulut Tanaya.

Begitu memabukkan.

Tanaya merasa seperti kesetrum. Pikirannya menjadi kosong. Aroma cedar dingin dari tubuh Henry menerpa wajahnya, menyelimutinya dengan dominan.

Tanaya tersadar, lalu refleks ingin bersembunyi.

Henry tidak memberi Tanaya kesempatan. Dia terus mendekat hingga Tanaya menabrak lemari di dinding. Porselen di lemari mengeluarkan suara bergetar. Tanaya tidak bisa menghindar lagi.

Dia menunduk, napasnya menjadi makin berat. Dia merasa gelisah.

Saat ini, Tanaya tiba-tiba mengingat apa yang Henry katakan di dalam mobil. "Tanaya, jangan menyesal!"

Jantung Tanaya berdebar kencang. Seluruh ruangan seolah menjadi sunyi. Tanaya terengah dan mencoba untuk rileks.

Bukankah ini hanya ciuman?

Dia juga gugup dan gelisah ketika Henry bersikeras untuk tidur satu ranjang dengannya.

Namun, karena tidak berpengalaman, Tanaya masih kaku. Ketika jari pria itu naik ke punggungnya lalu perlahan menarik ritsletingnya ke bawah ....

Suara gesekan logam terdengar halus tetapi keras.

Kulit Tanaya yang terekspos bertambah sedikit demi sedikit. Akhirnya wanita itu gemetar. "Henry .... Uhm ...."

"Jangan!" Tanaya tanpa sadar menahan tangan Henry yang ada di balik gaunnya.

Mata indah pria itu terdapat nafsu. Dia menatap wanita di depannya itu, suaranya serak. "Aku sudah mengingatkanmu. Jangan menggangguku lagi."

Tanaya hanya memandang Henry, tidak bisa berkata-kata.

Apakah dia bersedia menerima pria ini?

Tanaya tidak pernah memikirkan hal ini. Akan tetapi, mengingat betapa sakitnya hatinya ketika dia melihat Henry bunuh diri lalu jatuh di depan makamnya.

Tanaya rasa ... mungkin dia bersedia.

Namun, bukan sekarang ketika Tanaya tidak punya persiapan dan Henry kecewa padanya. Ketika hal ini akan dijadikan sebagai alat tawar menawar.

Tanaya telah dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat tawar-menawar sepanjang hidupnya. Dia tidak ingin melakukannya lagi dalam kehidupan ini.

Memikirkan hal ini, Tanaya pun mendapat kekuatan untuk mendorong Henry. Detik berikutnya, dia mendengar pria itu mengerang kemudian bau darah tercium di udara.

Tanaya tertegun selama beberapa detik. Darah mengalir keluar dari bagian perut Henry, kemeja putihnya menjadi merah.

Ekspresi Henry tidak berubah, tetapi dahinya berkeringat.

"Kamu terluka?" tanya Tanaya dengan cemas.

Tanaya menyentuh luka Henry ketika dia mendorongnya.

Suasana intim menghilang. Henry mengatupkan bibirnya lalu berjalan ke sisi lain. "Keluar."

Tanaya tidak pergi, melainkan segera mendekat lalu menarik lengan Henry. "Biar aku lihat."

Henry tersenyum sinis kemudian menatap Tanaya. "Apakah kamu tahu apa yang sedang kamu katakan?"

Menghadapi tatapan Henry yang mengejek, Tanaya menyadari bahwa bagian yang luka agak canggung. Namun, ....

Mengingat semua yang Henry lakukan untuknya di kehidupan lampau, Tanaya segera membuat keputusan. Dengan wajah memerah, dia berkata dengan serius, "Duduk. Biar aku lihat lukamu."

Henry didorong ke sofa. Dia menatap Tanaya dalam diam dengan tatapan menilai.

Tanaya setengah berlutut di depan Henry. Jarinya membuka kancing kemeja Henry hingga setengah. Ada perban di sisi kiri pinggang Henry, darah merembes keluar dan masih berlangsung.

"Di mana kotak P3K?" tanya Tanaya dengan tatapan cemas.

Henry tidak menjawab.

Tanaya pun tidak bertanya lagi. Dia berbalik lalu membongkar lemari yang ada di samping. Selama dia menikah dengan Henry, dia sering terluka karena buta.

Karena itu, kotak P3K biasanya diletakkan di tempat paling mencolok dari lemari.

Namun, sekarang jelas bukan.

Sesaat kemudian, Henry yang tidak dapat melawan keinginan yang tumbuh di hatinya pun menurunkan kelopak matanya. Lalu dia berkata, "Laci kedua sebelah kiri."

Tanaya menoleh untuk melihatnya, kemudian dia segera menemukan kotak P3K.

Dia membawa kotak P3K mendekat, mencari gunting untuk melepaskan perban Henry. Gerakan Tanaya sangat pelan. Karena terlalu gugup, tak lama kemudian ujung hidungnya pun berkeringat.

Saat ini Henry berkata lagi, "Aku menyarankanmu untuk jangan terlalu ikut campur."

Tanaya bisa merasakan tatapan Henry, tetapi dia tidak mendongak. Setelah melepas perban itu, Tanaya berkata, "Tapi lukamu terbuka."

Jakun Henry naik turun. Hatinya seolah hidup kembali.

Namun, sesaat kemudian, dia tersenyum ironis.

Apa lagi yang ingin Tanaya dapatkan kali ini?

Tanaya tidak tahu apa yang Henry pikirkan. Dia merasa sedih melihat luka pria itu.

Keturunan Keluarga Bastin sangat banyak. Tidak mudah bagi Henry untuk menang di tengah proses perebutan kekuasaan.

Setelah mereka menikah di kehidupan lampau, Tanaya sering mencium bau darah bercampur aroma cedar di tubuh Henry. Alhasil Tanaya insomnia.

Ruang tamu menjadi sepi setelah atmosfer intim menghilang.

Tanaya menangani luka Henry dengan teliti. Luka baret itu sepanjang sepuluh sentimeter. Walaupun kelihatannya sudah sedikit mengering, bekas lukanya masih mengerikan. Lukanya jelas sangat dalam.

Tanaya tiba-tiba ingin menangis.

Dia benar-benar tidak pernah memperhatikan Henry di kehidupan sebelumnya.

Waktu terus berlalu. Mereka tidak bersuara selama sekitar belasan menit.

Melihat Tanaya yang berhati-hati, Henry berpikir bahwa sebenarnya Tanaya sedikit peduli padanya, 'kan?

"Kenapa?" tanya Henry dengan suara sedikit serak.

Gerakan Tanaya berhenti lalu dia mendongak dan bertatapan dengan Henry.

Mata indah Henry sedang menatap Tanaya, menantikan sebuah jawaban.

Kenapa?

Kenapa kamu tiba-tiba peduli padaku?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status