Share

Wanita Cantik di Kantor Pemerintahan
Wanita Cantik di Kantor Pemerintahan
Penulis: Gunung Emas

Bab 0001

Pada Jumat pagi, setelah sarapan, Nathan Fabio pergi ke kantor pemerintahan Kelurahan Galena.

Saat dia berjalan ke tangga gedung asrama, dia melihat sebuah sosok yang elegan.

Sosok itu mengenakan gaun berwarna putih, kulitnya putih dan mulus, rambutnya yang panjang tergerai, sepasang sandal kaca berwarna merah membalut kakinya yang kecil, dengan stoking berwarna putih. Siapa lagi kalau bukan Sienna Lizbeth, seorang staf di kantor Komite Partai? Sebuah koper besar terletak di samping kakinya.

"Sienna, kamu sudah datang, ya?" Nathan menyapa wanita tersebut sambil menghampirinya.

"Nathan!" seru Sienna dengan senang sambil melambaikan tangannya pada Nathan.

"Kopermu keberatan, ya? Sini, biar kubantu!" kata Nathan. Sienna seperti dewi dalam hatinya, jadi tentu saja Nathan ingin membantu Sienna dengan penuh semangat. Seusai berbicara, dia langsung mengulurkan tangannya untuk mengangkat koper itu.

"Kamu ini, padahal rumahmu di kabupaten kota, kamu bisa tinggal di rumah tiap hari, tapi kamu malah mau tinggal di asrama!" kata Nathan lagi.

"Untung saja ada kamu," kata Sienna sambil tersenyum dengan senang. "Karena aku bekerja di tingkat dasar, aku harus mendalami tingkat dasar ini! Mulai sekarang, aku berencana untuk pulang hanya di akhir pekan!"

"Hehe, kamu benar-benar bijak, ya!" puji Nathan sambil tersenyum, termasuk sebuah sanjungan yang tidak berlebihan.

"Aku masih kalah darimu. Aku menyadari kalau kamu datang pagi sekali tiap hari, aktif sekali, ya! Aku harus banyak belajar darimu!" balas Sienna sambil menyeka keringat di keningnya dengan saputangan.

Sambil berjalan, kedua orang ini berbincang-bincang dengan sangat harmonis. Berjalan dengan Sienna, mencium wangi dari tubuhnya Sienna dan melihat rambutnya yang tergerai itu, Nathan merasa sangat nyaman.

"Sienna, dasar kamu. Aku lagi parkir, kamu malah pergi sendiri!" Pada saat ini, terdengar suara seorang pria dari belakang.

Nathan pun menoleh dan melihat Shawn Howard, direktur di kantor Departemen Eksekutif. Pria ini juga menjabat sebagai direktur Kantor Catatan Sipil. Saat Shawn melihat Nathan, ekspresi kesal langsung muncul di wajahnya. Dia mengulurkan tangannya dan menggantungkan kuncinya ke ikat pinggangnya, lalu menunjukkan kunci elektronik mobil Ford-nya dengan acuh tak acuh pada Nathan.

"Pak Shawn!" Saat Nathan melihat Shawn, dia bergegas tersenyum sambil menyapa pria tersebut.

Shawn dua tahun lebih tua daripada Nathan, dia juga sudah datang ke Kelurahan Galena selama dua tahun. Katanya, dia memiliki relasi yang sangat kuat di kota, jadi meskipun dia baru bekerja selama dua tahun, dia sudah menjadi direktur di dua kantor pemerintahan.

Biasanya, direktur di Departemen Eksekutif tingkat kelurahan harus melewati tingkatan wakil. Namun, karena Shawn langsung menjabat sebagai direktur setelah lulus kuliah, batasan usianya juga tidak bisa dilampaui. Oleh karena itu, tahun ini, Shawn mungkin akan menyelesaikan tingkatan itu.

"Aku hanya membantu Sienna mengangkat kopernya," kata Nathan sambil tersenyum, supaya Shawn tidak salah paham.

Semua orang di kantor mengetahui bahwa Shawn menyukai Sienna. Namun, Sienna sepertinya tidak terlalu tertarik pada Shawn. Meskipun kantor kedua orang itu tidak berjauhan, Sienna lebih dekat dengan Nathan, yang bekerja di satu kantor dengannya.

"Sudahlah, nggak ada lagi urusanmu di sini. Pergi saja!" kata Shawn dengan ekspresi yang masih tampak menghina. "Sudah hampir jam kerja, kamu berada di bawah kami karena kamu masih pekerja sementara. Nggak baik kalau kamu kehilangan pekerjaanmu karena kamu terlambat."

"Baiklah kalau begitu! Pak Shawn, aku pergi lakukan kesibukanku dulu, ya," kata Nathan. Kemudian, dia melirik sekilas ke arah Sienna dengan canggung. Kata-kata "pekerja sementara" menusuk hati Nathan layaknya pisau yang tajam. Setelah berjalan ke daerah belokan, Nathan menoleh dan melihat Shawn yang mengangkat kopernya Sienna sambil tersenyum.

"Sienna, ke depannya, jangan biarkan Nathan melakukan hal-hal seperti ini lagi," kata Shawn. Nathan masih bisa mendengar suaranya. "Orang desa seperti dia memang kuat, tapi bodoh. Dia belum pernah melihat dunia ini. Kalau sampai dia merusak barangmu, dia nggak akan sanggup ganti rugi."

"Nggak, kok, menurutku Nathan orangnya lumayan baik," kata Sienna sambil tersenyum. Meskipun dia merasa agak canggung, dia juga tidak banyak bicara dan hanya mengikuti langkahnya Shawn ke lantai dua di gedung asrama.

...

"Cuih!" Nathan meludah dengan penuh amarah.

'Sialan! Kalau bukan karena keluargamu kaya, memangnya kamu bisa berlagak seperti ini? Awas saja! Nanti, kalau aku sudah sukses, aku pasti akan menghancurkanmu!'

Sambil memikirkan hal ini, Nathan membuang napas. Lagi pula, garis awal mereka sudah berbeda. Sebaiknya Nathan pergi bekerja dengan baik.

Saat Nathan berbelok dan tiba di depan gedung kantor, seorang wanita berjalan menghampirinya. Nathan pun diam-diam berpikir bahwa nasibnya sangat buruk karena wanita itu adalah Marissa Shelby, direktur di kantor Komite Partai, jadi dia adalah bosnya Nathan.

Dalam kesannya Nathan, wanita ini memiliki penampilan yang menggoda dan menawan, tetapi dia sangat berkuasa dan dominan. Karena Nathan adalah pekerja sementara dan merupakan penduduk desa yang miskin, dia selalu menyerahkan semua pekerjaan kasar dan melelahkan pada Nathan.

Namun, Nathan tetap paling senang mengintip Marissa di kantornya. Wanita ini selalu mengenakan pakaian ketat, yang dimasukkan ke dalam rok pendek yang juga ketat. Di usia 40-an tahun, dia masih merawat diri dengan sangat baik. Kedua kakinya yang memakai stoking berwarna kulit di bawah rok yang pendek itu sering berjalan di dalam kantor, mengeluarkan bunyi sepatu kulit menginjak lantai.

Tempat duduknya Marissa berada tepat di depannya Nathan. Setiap kali dia duduk, Nathan tidak bisa menahan diri dari melihat ke arahnya. Nathan selalu melihat celana dalam Marissa dengan warna yang berubah terus setiap harinya di bawah rok pendek itu, semuanya berenda. Jika Nathan melihat lebih saksama, dia bahkan bisa samar-samar melihat lebih jauh lagi!

Namun, ada juga rumor yang beredar, yaitu bahwa Marissa tertarik pada Patrick Seth, sekretaris di Komite Partai.

Sebagai seorang direktur, Marissa berdiri di depan gedung dan menyilangkan kedua tangannya sambil berteriak, "Nathan! Dokumen kemarin sudah selesai, belum?"

"Sudah!" jawab Nathan sambil tersenyum dan berlari menghampiri Marissa. Secara bersamaan, dia mengeluh tentang Marissa dalam hatinya. 'Sialan! Dia juga hanya menempati posisi ini dengan curang, marah-marah apa, sih?!' Namun, dia berkata, "Kemarin siang, aku sudah menyelesaikannya!"

"Lain kali, kalau kamu berani terlambat lagi, gajimu akan dipotong!" seru Marissa. Awalnya, dia masih ingin memanfaatkan kekuasaannya sebagai seorang direktur. Namun, karena Nathan sudah menyelesaikan pekerjaan itu, dia juga tidak memiliki alasan lain untuk memarahi Nathan dan hanya bisa mengatai Nathan dengan sesuatu yang tidak penting.

"Kamu! Cepat pergi buatkan pidato tentang hubungan antara partai politik dengan masyarakat. Di rapat nanti siang, aku mau pidato!" seru Marissa.

"Sekarang?" Nathan mulai merasa kesal. 'Sialan! Kemarin siang, kamu menyuruhku untuk menulis tentang pembangunan partai yang bersih dan jujur sebelum hari Senin! Kalau begitu, bukankah aku akan makin sibuk?' pikir Nathan.

"Kapan lagi kalau bukan sekarang?" tanya Marissa dengan mata melotot.

"Cepat pergi. Kalau kamu menunda pidatoku, bisakah kamu menanggung konsekuensinya? Jangan lupakan identitasmu, kamu hanya seorang pekerja sementara. Kalau kamu nggak kerja, aku bisa langsung mencari orang lain. Dasar anak kampungan!" seru Marissa.

"Berengsek!" Nathan mengumpat sambil melihat Marissa melangkah pergi dengan sepatu kulitnya itu. Namun, Nathan tetap harus melakukan pekerjaan yang diserahkan Marissa padanya.

Alhasil, dalam kesibukan ini, para pekerja lainnya di kantor juga terus menyerahkan pekerjaan mereka padanya. Nathan, seorang pekerja sementara, layaknya budak di tempat ini. Siapa pun bisa menyuruhnya bekerja, hingga pada sore hari, Nathan baru bisa menyelesaikan pekerjaannya.

Biasanya, Nathan tinggal di asrama. Karena besok hari Sabtu, pada jam pulang kerja, Nathan langsung pulang ke rumah. Akhir pekan ini, dia lumayan sibuk. Salah seorang kerabatnya akan menikah, jadi dia harus pergi membantu dengan pesta pernikahan itu. Setelah makan malam di rumah, Nathan menyalakan televisi dan menonton berita.

Sejak Nathan bekerja di kantor pemerintahan, hal ini sudah menjadi sebuah kewajiban baginya. Namun, baru saja dia menonton berita pertama, dia langsung berpikir, 'Gawat!' Kemudian, dia bergegas mencari senter dan hendak berlari ke luar.

"Malam-malam begini, kamu mau ke mana?" tanya Nelson Fabio, ayahnya Nathan, sambil mengejar Nathan ke luar.

"Aku lupa mempersiapkan materi!" seru Nathan. Sosoknya sudah menghilang dalam kegelapan malam, hanya suaranya yang terdengar. Jika dia tidak mengumpulkan materi itu hari Senin, Marissa pasti akan memarahinya lagi.

Sesampainya di depan gerbang kantor, Nathan berseru dengan penuh amarah, "Sialan! Bahkan Pak Marco yang menjaga pintu pun sudah pulang! Pekerja sementara benar-benar nggak punya hak asasi manusia!"

Marco, si satpam, bahkan sudah pulang, jadi pintu gedung kantor sudah tertutup rapat. Nathan hanya bisa memanjat ke dalam. Gedung kantor ini sudah gelap gulita. Nathan mengeluarkan ponsel lipatnya yang bermodel lama untuk menyinari jalan dan pergi ke lantai tiga dengan hati-hati.

Begitu Nathan tiba di belokan di antara tangga lantai dua dan lantai tiga, dia memperlambat langkahnya karena dia mendengar suara teriakan seorang wanita yang sangat bersemangat dari lantai tiga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status