All Chapters of SULTAN DESA: Chapter 21 - Chapter 30
102 Chapters
21. Rentenir Cinta
Gilang menjalankan mobil dengan kencang menyeruak keramaian lalu lintas. Wajahnya sangat kusut. Karlina tahu ada sesuatu terjadi dengan Rara yang membuat Gilang kecewa. Apa gadis itu tertangkap basah lagi selingkuh? "Kamu mau cerita?" tanya Karlina memecah kesunyian. "Rara tak seindah yang kubayangkan," kata Gilang dengan dada sesak. "Dia sama dengan gadis kebanyakan. Mencari laki-laki yang paling kaya." "Apa kamu yakin dengan apa yang kamu lihat?" "Gadis itu tidak pernah merayakan ulang tahun bersamaku, malam ini dia merayakan bersama Bradley." "Itu tidak membuktikan dia sudah selingkuh. Di pondokan banyak orang. Apa dia merayakan berdua?" "Aku tidak peduli dia selingkuh atau tidak. Kejadian itu sangat menghinaku." "Bisa saja perayaan itu surprise dari teman-temannya." "Kue ulang tahun itu surprise dari Bradley dan dia menerima. Aku memberi surprise yang sama tahun kemarin, dia menolak mentah-mentah. Apa ini bukan peng
Read more
22. Rumput Liar
Umi terkejut melihat anaknya pulang dengan wajah lusuh. Dia sedang menonton sinetron di ruang keluarga, ditemani suaminya yang membaca majalah pertanian. Di meja ada secangkir kopi dan penganan hangat. "Kamu habis berantem sama Karlina? Mukanya lecek banget kayak cucian kotor." Lalu Umi berbisik kepada suaminya. "Persis kayak muka Abi kalau aku lagi dapet." Gilang duduk di hadapan mereka. "Sama calon istri masa berantem sih, Umi? Bagaimana sudah berumah tangga? Aku ingin kayak Umi dan Abi, tetap mesra sampai tua." Cita-cita itu terpelihara sebelum mimpinya hancur oleh kejadian ulang tahun itu. Sekarang dia tidak tahu entah dengan siapa membangun mahligai indah itu. "Nah, terus kenapa mukamu kusut begitu?" Kemudian Umi melanjutkan kata-katanya dengan pelan sehingga hanya terdengar oleh suaminya. "Persis kayak rumput aku yang belum dipangkas. Tukang pangkasnya sibuk mengurus perkebunan." "Aku cape," sahut Gilang. "Antar Karlina sana sini. Sebena
Read more
23. Dosen Cantik
Sebenarnya Gilang sudah bertekad untuk mengurangi kebiasaan yang satu itu, tapi kejadian di pondokan Rara membuatnya kembali pada kebiasaan itu, malah menjadi-jadi. Gilang sudah mendapat bekal cukup dari Karlina, namun baru seminggu di Kalimantan dia sudah uring-uringan karena sulit mendapatkan pelampiasan. Mereka tinggal di hotel kecil di pinggiran kota kabupaten. Tujuannya supaya tidak terlalu jauh dari lokasi ekplorasi, sehingga dapat menghemat waktu dan energi.  Mereka melakukan eksplorasi menggunakan helikopter untuk pemetaan dan mobil segala medan untuk meninjau lokasi secara langsung. Ada beberapa titik yang perlu diteliti. Hotel itu terletak di jalan raya utama. Tapi tidak lebih ramai dari jalan kecamatan di kota kelahirannya.  Restoran dan kafe jarang terdapat, sekalinya ada sangat sederhana dengan menu terbatas. Destinasi yang kurang menarik kalau datang untuk liburan. Jika ingin menikmati kuliner yang lebih baik, p
Read more
24. Satu Cinta
Dengan lesu Rara duduk di sisi pembaringan. Dia baru pulang dari kampus melihat ujian praktikum. Angkanya sangat baik, memuaskan. Tapi dia tidak gembira, tidak bangga. Mata Rara tertuju ke kalender kecil di meja belajar. Ada bulatan hitam yang jatuh hari ini dimana Gilang seharusnya datang. Berarti sudah satu minggu dia tidak muncul sejak pulang dari Kalimantan. Entah penelitiannya sukses atau tidak. Tak pernah ada kabar. "Kalau nilaimu bagus," Rara teringat kembali kata-kata pemuda itu setiap kali akan menghadapi ujian, "kamu boleh jitak kepalaku sejumlah angka yang kamu peroleh." Tentu saja Gilang cuma bergurau. Dia ingin memberi semangat. Tapi Rara ingin pemuda itu menepati janji. Ada di sisinya saat menghadapi momen yang mereka anggap penting. "Gaya," sahut Rara meledek. "Naik mobil saja aku buka pintu sendiri." "Kamu ingin dibukakan pintu?" "Setiap perempuan ing
Read more
25. Kemesraan
Mereka berciuman dengan lembut sambil duduk di tepi tempat tidur. Rara menyingkirkan tangan Gilang yang hendak membuka kancing baju. Karena bandel, akhirnya dibiarkan tangan itu mencopot kancing. Satu per satu pakaian bagian atas dilepaskan sehingga terlihat tubuh yang sangat halus dan mulus. Gadis itu tak kuasa menolak karena terhanyut dalam permainan. Gilang membaringkan Rara di atas kasur tanpa berhenti berciuman. Ciuman pemuda itu bergeser turun inci demi inci dan terbenam di dada dengan dua bukit yang sangat mempesona. Gadis itu serasa terbang ke awan. Pacarnya sungguh pandai membuat dia terbuai. Tapi dia masih ingat untuk menjaga yang satu itu saat Gilang bergerak lebih jauh lagi. "Jangan," cegah Rara sambil menahan tangan Gilang yang hendak melepas segi tiga pengaman. Dia sendiri hampir tidak kuat menahan hasrat. "Yang itu tidak boleh." Gilang menghentikan aksinya dengan kecewa. Rara jadi merasa tidak enak. Dia menghibur dengan kecupan mesra. Mereka be
Read more
26. Petaka
Gilang keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kimono. Dia menghampiri Rara yang berbaring di tempat tidur dengan tubuh tertutup selimut. Pakaiannya tergeletak di kasur. "Kamu tidak mandi?" tanya Gilang sambil duduk di sisi tempat tidur. "Kimono sudah disiapkan di kamar mandi." "Aku masih terasa sakit," sahut Rara pelan. Pengalaman itu terlalu dahsyat sehingga meninggalkan rasa perih pada organ intimnya. Dia sudah coba untuk berjalan tapi tidak sanggup. "Aku gendong ke kamar mandi ya?" "Tidak perlu. Sebentar lagi rasa sakit itu pasti hilang." "Kalau sudah hilang...." Gilang tidak melanjutkan kata-katanya. Rara menatap penasaran. "Kalau sudah hilang apa?" "Kamu bisa segera mandi." "Kirain...." "Kirain apa?" "Aku tahu ini tidak benar." "Aku sudah lama tidak tah
Read more
27. Serba Salah
Persoalan itu membuat pikiran Gilang sangat mumet. Dia hampir setiap hari berhubungan intim dan tidak pernah menimbulkan masalah. Satu jam bersama Rara langsung mendatangkan bencana! Dia curiga dengan pil dari Luki itu. Gilang jadi tidak fokus mengerjakan laporan hasil riset di Kalimantan. Dia butuh relaksasi untuk mengendurkan syaraf. Tarlita baru sempat datang besok pagi. Dia sibuk mengerjakan skripsi. "Itu jadwal kamu sama Dennis," kata Gilang di telepon. "Dia tidak datang besok?" "Dinas ke luar pulau," sahut Tarlita. "Lagian aneh, sakit kepala itu berobat ke dokter, bukan bercinta." "Aku sudah pergi ke dokter, obat hampir habis kepalaku tambah pening." "Kayaknya stres bikin laporan tidak selesai-selesai. Kamu butuh hiburan." "Maka itu kamu segera datang ke apartemenku. Hiburanku cuma kamu." "Pergi clubbing saja. Banyak gadis bispak." "Aku sudah lama tidak ke diskotik. Lagi pula aku tidak pernah bercinta sembarangan.
Read more
28. Hubungan Rumit
Gilang memandang gadis yang berdiri di depan pintu apartemen dengan tak percaya. Ada apa Karlina datang ke kota ini? Karlina tersenyum. "Kayak melihat hantu begitu. Memangnya ada hantu secantik aku?" "Banyak berkeliaran di sini." "Hantu yang gemar bercinta pasti." "Masuk." Gilang mempersilakan. Dia menutup pintu kembali setelah Karlina melangkah ke dalam. Matanya memperhatikan gadis yang berjalan ke sofa itu dengan heran. "Ada apa datang ke apartemen? Ada perlu denganku atau sekedar mampir?" Karlina melepas tas daypack dari gendongan dan menaruh di sofa, lalu duduk di atas sandaran sofa sambil melihat-lihat ruangan. "Tempatmu sangat rapi. Ada yang bersih-bersih setiap hari?" "Pagi dan sore." Gilang mengambil minuman botol di kulkas, membuka tutup dengan alat, kemudian berjalan ke sofa dan menyerahkan minuman itu ke Karlina. "Kadang siang juga." "Kamu bersihkan sendiri atau siapa?" tanya Karlina sambil meneguk minuman. "
Read more
29. Hari Kelabu
Ibu kos mulai menaruh curiga. Sejak pulang kampung terakhir kali, Rara sering kedapatan melamun. Jarang kumpul bersama teman-temannya. "Kalau Ibu boleh tahu, ada masalah apa di rumahmu?" selidik ibu kos. "Ibu perhatikan belakangan ini kamu kelihatan bingung sekali." "Biasa masalah keluarga, Bu. Banyak kepala banyak pemikiran. Tidak mencapai titik temu akhirnya." "Ya sudah, kalau masalah perbedaan pendapat dalam keluarga, Ibu tidak bisa membantu. Tapi bukan karena Gilang kan kamu banyak melamun?" "Tentu saja bukan. Masalah itu sudah beres." Rara sudah berbohong ke ibu kos bahwa Sabtu lalu itu pulang kampung. Kalau terus terang pergi ke Bandung, habis diceramahi.  Ibu kos mulai kehilangan simpati kepada Gilang sejak kejadian ulang tahun itu. Kemarahan Gilang sulit diterima, kecuali Rara merayakan ulang tahun berdua bersama Bradley. "Kamu jelaskan kalau di ulang tahun itu tidak ada kejadian yang patut dicemburui," kata ibu ko
Read more
30. Tak Ada Pilihan
"Aku takut, Gil," keluh Rara lirih sambil merebahkan kepalanya di dada Gilang. "Sebentar lagi perutku membesar." Mereka sedang duduk berdua di pantai Ancol. Masalah ini tak bisa dibicarakan di pondokan. Teman-temannya menguping bahaya, terutama ibu kos. Gilang membelai rambutnya dengan lembut. "Aku juga takut, Ra. Tapi itu tidak cukup untuk menghadapi semua ini." "Kita tidak mungkin begini terus sampai jabang bayi lahir." "Kamu ingin kita menikah?" Rara diam. Siapapun ingin hidup bersama pria yang dicintainya, pria pilihannya. Tapi kalau sebelum masanya? Mendengar tak ada jawaban, Gilang curiga. Dia mengangkat dagu gadis itu. Ditatapnya lamat-lamat. "Benar apa yang kukatakan, Ra? Kamu ingin kita segera ke penghulu?" "Aku ingin kamu segera lulus," desah Rara getir. Disingkirkannya lengan Gilang dengan halus. "Kamu harus berhasil mencapai cita-citamu." "Kamu juga." "Aku sudah gagal." Cita-cita Rara sudah k
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status