All Chapters of Dosa Termanisku: Chapter 91 - Chapter 100
161 Chapters
Bab 91
Keesokan harinya di rumah sederhana yang berudara dingin dan kabut masih tersebar dimana-mana. Aku terbangun tanpa ada ibu di sebelahku. Wanita perkasa itu pasti sudah ke kebun untuk memanen sayuran.Aku mengusap wajah seraya beranjak, suamiku pasti ngambek karena semalam dia tidur sendiri. Hmm, harusnya tidak, bukannya dia biasa tidur tanpa aku? Dia sudah biasa merasakan kesendirian saat keluar kota."Mas..." panggilku sambil membuka pintu kamar, kosong dengan jendela yang sudah terbuka menambah dingin suasana."Mas..." panggilku terus sambil mencarinya di seluruh rumah ini. Tak ada siapapun yang menjawab. Kemana mereka, kenapa tak ada satupun yang tinggal untuk bersamaku.Aku berjalan cepat keluar rumah. Mobil Pak Ardi juga tak ada, dengan wajah bingung dan tanpa alas kaki aku menemui tetangga yang hendak berangkat ke kebun."Mak - Mak." aku mencegahnya. "Mak tau mobil disini pergi jam berapa?" kataku sambil menunjuk tanah bekas jejak ban mobil."Subuh tadi sudah pergi, An. Kenapa p
Read more
Bab 92
Setibanya kami di rumah persembunyian kami, Pak Ardi mencium keningku sebelum mencium punggung tangan musuh bebuyutannya yang baru---ibu. "Saya harus kembali ke rumah utama. Kalian istirahat dulu, besok malam baru ke rumah orang tua saya." katanya memberitahu.Kami semua mengangguk karena tak ingin berdebat lagi setelah perjalanan tadi diisi dengan obrolan tidak santai antara pak Ardi dan ibu. Kami semua lelah dan cepat-cepat ingin rebahan."Terima kasih mas untuk hari-hari kemarin. Aku bahagia, mas juga?""Slalu Anna." Pak Ardi tersenyum, "jangan lupa check up, saya tunggu kabarnya dan tolong pastikan aman untuk melakukan penerbangan." Aku mengiyakan dan ganti mencium punggung tangan. "Hati-hati mas."Pak Ardi mengiyakan, dia masuk ke mobil dan berlalu. Aku yang sudah tak kaget lagi dengan pengawal lagi yang sudah ada di rumah ini langsung mengangkat barang bawaanku ke dalam.Tapi ibu mengernyit, mungkin bingung dengan rumah ini. "Rumah Anna ada dua, Bu. Disini dan di apartemen.
Read more
Bab 93
Aku mengusap tanganku dengan gugup setibanya di halaman rumah mertuaku. Aku heran. Ada dua cinta yang menerangi jalan kehidupan Pak Ardi, tapi kenapa masih saja jalan yang bergelombang yang ia pilih untuk setiap keputusan yang mendebarkan ini. Apa cinta kami kurang menerangi cara berpikirnya dan malah membuat keruh otaknya? Astaga. Aku mengembuskan napas sembari memandangi teras rumah dengan jantung yang semakin deg-degan. "Kenapa diam saja, Ann? Ayo turun!" ajak ibu. Aku mengangguk ragu. "Ibu yakin sanggup mengatur semuanya? Gak emosi dan bisa menerima Kenzo dan Naufal?" "Ibu jauh lebih dewasa dari kamu, Ann! Sudah ayo kita bertamu dengan sopan dan terlihat tenang." kata ibu menekan kalimat paling akhir. "Jangan sampai keluarga suamimu tau kegugupanmu, mengerti." Ibu melotot. Aku mengatur napas sembari menanggalkan gelagat yang tidak beres dari diriku sebelum turun dari mobil. Sementara ibu berjalan dengan santai menentang barang bawaannya. Ekspresinya melihat ke semua arah tanpa
Read more
Bab 94
Astaga, aku sudah memastikan semua ini akan terjadi. Penolakan dari Naufal, bocah yang lebih kritis menanggapi sesuatu yang tidak beres disini.Aku mengangguk, merasa tidak perlu mendebatnya dan melakukan pembelaan. Biar Naufal menjadi pemenangnya kali ini, namun tidak di waktu yang akan mendatang. Naufal harus aku taklukkan dengan cara dan perhatian."Oke, Tante ngalah cuma ingat ya. Jagung manis pakai susu kental manis coklat nikmat rasanya." uraiku seraya menyunggingkan senyum. Naufal bodo amat, namun tidak dengan calon jakunnya. Bocah itu meneguk ludahnya sendiri membayangkan jasuke yang kerap kita beli setelah habis jalan-jalan. "Nanti Oma buatkan, kiddos. Tapi sekarang kita makan malam dulu." kata mama Rita."Lagian kenapa Oma harus undang Tante Anna! Kenapa bukan Oma yang ke kantor? Aku gak suka papa dekat-dekat Tante Anna karena papa itu mantan playboy kata mama! Papa suka perempuan." seru Naufal sambil melototi ayahnya.Mata pak Ardi terbelalak, tertohok dengan ucapan Naufa
Read more
Bab 95
"Kamu gila mas!" aku menusuk dadanya sewaktu gudang kembali tertutup rapat. "Suka banget bikin keputusan yang terus-menerus bikin aku gak tenang. Kenapa sih gak kita bicarakan dulu untuk tahap ini mas, kenapa slalu sesuka hatimu sendiri." Aku mengerang, ku tatap ia dengan mata nyaris meloncat keluar jika saja pak Ardi tidak tersenyum lebar dan membuatku menusuk dadanya lagi."Lihat, bisa-bisanya masih senyum! Ah, ya, aku lupa siapa yang aku hadapi. Bapak dari dua anak yang satu galak, yang satu easy going. Aku lupa kamu punya campuran genetik itu hingga semua kamu anggap biasa saja. Bu Menyebalkan." desisku mengakhiri perdebatan ini. "Sudah marah-marahnya Anna?" Pak Ardi membelai pipiku, "kamu tegang sepertinya." "Tegang?" gumamku, "ya aku tegang, bukan karena aku ingin terus berada di fase aman pernikahan ini tapi aku tidak mau menyakiti banyak orang lagi. Mengertilah mas. Anakmu, istrimu, keluarganya dan aku sendiri."Aku mencari tempat duduk, lelah pikir membuatku lelah juga han
Read more
Bab 96
Pak Ardi menatapku dengan tatapan aneh sewaktu menarik resleting celana. Aku bertanya kenapa, ia menaruh jari telunjuk di bibir sembari mendekatiku dan mencondongkan tubuhnya untuk berbisik di telingaku."Keluarlah lewat jendela dan sembunyi sebentar di taman belakang." bisiknya yang berbarengan dengan gagang pintu yang bergerak. "PAPA! PAPA!" Aku membuang napas, "Anak itu sama menyebalkannya seperti kamu mas, sama sekali dan aku yakin, kamu sepaham denganku sekarang."Pak Ardi mencium bibirku, ia meringis dan menyuruhku bergegas dengan gerakan kepalanya. Aku membawa diriku yang terasa lemas menuju jendela yang memang sanggup untuk keluar masuk. Aku berdiam di batas terakhir sudut rumah ini. Aku menyandarkan tubuhku di tembok, yang menghadap pagar dan tanaman hias yang lebat terawat.Di dalam teriakan Naufal memekik keras. "Papa ngapain di gudang? Papa ngapain disini dan keringetan? Jawab!"Astaga, anak itu masih saja belum percaya dengan pernyataan kami tadi."Papa cari berkas yan
Read more
Bab 97
Sekuat hati aku melepas kepergian suamiku pulang ke rumahnya dengan pengawalan ketat Naufal yang mengancamku untuk tidak mendekati ayahnya sampai ia benar-benar menerima kehadiranku sebagai ibu tiri. Kalau tidak semua rahasia kami akan sampai ke telinga ibunya dan seluruh orang. Aku dan pak Ardi tadi, di tengahi papa dan mama di hadapan Naufal, akhirnya sepakat untuk setuju dengan permintaannya.Aku menatap ibu dan tersenyum sedih "Satu-satu aku dan mas Ardi pasti bisa menyelesaikan ini semua, Bu." kataku menyemangati dirimu sendiri. Begitu keras kepalanya aku kali ini padahal jikalau berpisah aku yakin suamiku tidak membiarkan aku nelengsa atau kekurangan uang. "Naufal pasti akan menerima kamu, Anna. Hanya saja dia seperti Ardi, jangan mengingkari janjimu sendiri jika mau semuanya masih ingin terkendali." kata mama menyentuh bahuku sembari tersenyum, "tidak perlu khawatir kalau kamu memang benar-benar yakin dengan Ardi. Ayo kamasuk ke dalam. Pulang besok saja. Rumah ini terlalu sep
Read more
Bab 98
"Jadi ini maksud mas Ardi nyuruh aku pulang kesini, ma?" tukas Bian yang terus memandangku sebal setelah mama menceritakan kejadian semalam. "Sori, Ma. Bukannya Bian gak mau nolong mas Ardi. Cuma kan, anak itu emang jadi keponakan ku, tapi bukan berarti aku harus pura-pura jadi suaminya Anna. Urusannya pasti ribet banget dan asumsi publik pasti langsung pecah." Bian mengangkat kedua tangannya. "Pasti ada cara lain."Mama memasang wajah masam. "Mama paham ada cara lain, dan Anna sebenarnya lebih suka status pernikahannya di sembunyikan. Tapi, karirnya baru naik, Bian. Ada peluang yang besar." "Untuk apa peluang demi uang kalau mas Ardi bisa memberi lebih banyak, Ma!" sahut Bian cepat."Bukan seperti itu cara perempuan berpikir, Bi. Perempuan menggunakan peluang untuk menghasilkan uang dan pengakuan. Singkatnya harga diri. Sedangkan laki-laki menggunakan peluang untuk kesempatan seperti kakakmu itu. Biang kerok!" Mama mendesah. Aku mengulum senyum, memilih diam sembari mengamati kel
Read more
Bab 99
Di antara banyaknya pilihan, itulah yang pada akhirnya keluarga pak Ardi setujui, begitupun suamiku meski dengan ancaman. Aku akan sekuat tenaga menjaga privasi ini karena aku menyukainya. Sangat! Dan perasaan ini dengan bahagia aku jalani. Suamiku datang ke rumah kala malam hari sebulan setelah perjumpaan terakhir kami di rumah Mama Rita. Di kantor pun aku tidak bertemu dengannya karena aku memilih untuk setia pada pendirianku karena diapun juga tidak ada. Sendiri, aku mengaku menjadi istri kedua dari seseorang konglomerat yang tak mau di ketahui identitasnya. Banyak selentingan yang aku dengar dari para orang yang curiga dengan aku. Tak apa, terluka, dan aku menerimanya. Memang begitu apa adanya, dan tidak separah cacian pelakor yang begitu aku jauhi."Hai...," sapaku sembari tersenyum, semua terasa baik. Begitulah adanya disini. Karena aku benar-benar mendapat apa yang harus aku terima."Katakan kamu merindukan saya, Anna!" Pak Ardi menarik pinggangku mendekat ke tubuhnya. Peluk
Read more
Bab 100
Semuanya sudah ku coba menjadikan semua ini kenangan dan jeda ekstrem yang mengisi perjalanan hidupku. Walau kenyataan yang aku rasakan disembunyikan terus-menerus adalah jarak yang mulai terasa lebar antara aku dan suamiku. Dia pergi pagi-pagi sekali sewaktu subuh sebelum Naufal bangun dan menyaksikan dia tak ada di rumah.Aku mengembuskan napas. Kehamilanku yang sudah sangat besar akan terekspose oleh media ketika akhirnya waktu premiere film semakin dekat.Aku masuk ke ruang meeting kantor Jaff Film. Ku sapa satu persatu rekan kerja yang sudah duduk disana. Coki yang masih menjadi brainstroming dansudah lama tidak melihatku ber-wow-wow sambil menunjuk perutku."Siapa tersangkanya, Anne?" Aku menarik kursi dan mengelus perutku. "Kemana aja kamu, Cok?" "Anna jadi istri kedua woyy, udah gak usah di bahas. Dari kemarin dia sedih mulu, sementara banyak skedul yang udah di siapin produser, jadi mood ibu hamil harus kita jaga." sergah asisten manager yang benar-benar selama aku kembal
Read more
PREV
1
...
89101112
...
17
DMCA.com Protection Status