Semua Bab Dosa Termanisku: Bab 81 - Bab 90
161 Bab
Bab 81
Pak Ardi menyajikan semangkok mi rebus dengan banyak isian. Bakso udang, sosis, pakcoy, brokoli dan tomat. Aku menatap suamiku lekat-lekat dengan kening berkerut. Dia meringis. "Apa, mau protes?" tukasnya sambil menaruh sendok dan garpu ke dalam mangkok."Makasih mas, ini mi sehat yang pernah aku lihat dalam hidupku. Serius, biasanya aku cuma buat pake sawi sama telur." akuku lalu tersenyum masam.Pak Ardi menarik kursi seraya menghenyakkan tubuhnya. "Kamu curhat Anna?" tanyanya dengan nada bercanda.Aku mencebik seraya memutar bola mata, ingin sekali ku anggap dia rumah, tempatku pulang dan menaruh segala resah dan pengharapanku. Tapi apa wajar jika aku mengungkapkannya. "Aku hanya ngasih tau mas, beda jauh sama curhat." elakku sambil mengaduk mi."Kamu pikir hanya kamu saja yang suka membaca orang lain, Anna? Sebagai seorang bos saya juga suka membaca gerak-gerik orang lain." akunya sambil mengelus punggungku. "Kamu mau curhat?" "Apa sih?" aku menoleh, aku menghargai tawarnya tapi
Baca selengkapnya
Bab 82
Sehabis sarapan, seorang asisten rumah tangga membantuku mengepak makanan untuk perjalanan nanti."Anna, mama dan papa tidak bisa ikut. Biar Ardi menyelesaikan masalahnya dulu setelah itu baru kami akan menyambut kedatangan ibumu dengan baik." ucap mama Rita dengan lembut sambil mengelus perutku. "Mama yakin, anak ini kuat sepertimu. Ardi sudah banyak cerita tentangmu."Aku mengangguk dan hatiku menghangat, tak masalah pikirku karena aku juga tidak enak hati jika nanti ibuku tidak menyambut baik besannya ini. Ibuku pun pasti minder mengingat siapa dia dan besannya ini."Santai aja, ma. Memang sebaiknya kami selesaikan dulu masalah ini. Cuma mama beneran menerimaku?" aku bertanya dengan ragu-ragu. Sungguh aku ingin meyakinkan diri bahwa semua ini nyata."Mama justru senang Ardi bertanggung jawab dengan kelakuannya. Tapi dalam kondisi sekarang, yang seharusnya menerimamu adalah Farah karena kamu masuk dalam rumah tangganya." Mama Rita tersenyum pengertian.Aku paham, tetapi untuk sement
Baca selengkapnya
Bab 83
Aku menatap suamiku dengan pandangan bertanya, "Kepikiran apa, serius banget." Pak Ardi menelengkan kepalaku agar bersandar di lengannya, sementara satu tangannya mengambil tablet dari tas kerja dengan susah payah. "Apa kamu tidak keberatan saya sambi kerja, Anna? Setengah hari memandangmu saja rasanya saya bisa mati kutu." akunya seraya menyeringai. "Aku juga punya pekerjaan sebenarnya, dan pekerjaanku lebih berat darimu mas!" balasku sambil memasang wajah serius saat menatapnya.Pak Ardi mengerutkan kening. "Coba katakan, saya akan membantu pekerjaanmu yang saya rasa kecil." Pak Ardi menjentikkan jarinya, menyepelekan ucapanku dan pekerjaanku yang biasa-biasa saja. Memang, aku aku. Tapi coba saja jika aku berkata begini ; "Pekerjaanku itu mencintaimu dan mempelajarimu mas, itu berat karena aku cuma secuil kisah yang terpaksa beradu dengan suami orang." Tatapan pak Ardi langsung menguji nyaliku, aku mengulum senyum sambil menunduk. "Canda, bos." imbuhku kemudian. Pak Ardi menge
Baca selengkapnya
Bab 84
Matahari meredup dengan enggan di ufuk ketika seperempat perjalanan menuju rumah hampir sampai. Aku tersenyum lega, setidaknya itu cukup menyenangkan bagiku karena terkadang gelap lebih menyejukkan ketimbang terang yang menyilaukan.Aku menunduk saat suamiku mendesah lelah sambil mendusel di dan menciumi batas antar dirinya dan anaknya. "Anna, kamu tidak keberatan?""Gimana lagi, kamu tidur sampe ngorok mas." akuku sambil mengusap punggungnya, "tadinya mau aku jatuhin. Tapi gak tega." imbuhku sambil menahan senyum. Pak Ardi ikut tersenyum. "Maaf, pahamu nyaman untuk jadi bantal jadi saya kebablasan saya. Kakimu kesemutan?" tanyanya sambil memaksa diri untuk duduk. Pak Ardi membungkukkan badan seraya mengusap wajahnya. "Lama sekali saya tidur." gumamnya pelan. "Kerjaan banyak dan susah?" aku mengulurkan air mineral. "Kenapa sampai ngotot begitu? Galak banget.""Kamu kira kerjaan kamu saja yang susah? Saya juga." akunya seraya menenggak beberapa tegukan air. Ia menatap pemandangan l
Baca selengkapnya
Bab 85
Aku tersenyum penuh pemakluman sambil menggenggam tangannya. Pak Ardi membuang napas, mencoba mengatur dirinya agar kembali menjadi Ardi sang petinggi perusahaan yang gagah, galak dan berwibawa.Kami memang hanya berdua saat menghadapi seorang wanita rapuh dan sendiri, jelas jika dalam peperangan superhero melawan penjahat, kami adalah pemenangnya. Tapi sayangnya wanita yang akan kami hadapi itu memiliki kekuatan super. Doa-doa dan restunya slalu diharapkan sebagai mujurnya jalan hidup setiap anak, setiap manusia. Jelas sekarang kami kalah telak, kami pahami itu hingga sampai gugup begini."Masih mampu mas? Aku masih pengen liat kesungguhan cintamu.""Saya mampu, Anna." Pak Ardi tersenyum kikuk. "Niat saya sudah bulat, tapi seandainya ibu menolak saya sekarang kamu mau apa?" Manuver yang dilakukan pak Ardi membuatku tercengang. Aku belum membayangkan bagaimana jika ibu benar-benar menolak kami hingga aku harus sendiri membesarkan anak ini. Aku tidak sanggup, bukan tidak sanggup membi
Baca selengkapnya
Bab 86
Aku membersihkan kamarku sebelum Pak Ardi merebahkan diri di kasur sempit dan kempes itu. Ia menaruh tangan kiri di keningnya untuk menutup sebagian wajahnya."Apa kesukaan ibumu, Ann?" tanyanya sambil menguap.Aku mengeluarkan vitamin dan obat dari pouch. "Tidak ada. Ibu sama denganku, memandang segalanya dengan biasa-biasa saja. Kecuali..., laki-laki." "Laki-laki?" Pak Ardi bergumam dengan mimik sebal. "Ayahmu, maaf." Aku tersenyum. "Gak masalah, dia sudah pergi mas." aku mendudukkan diri di tikar. "Lagian aku dan ibu sebenarnya sudah terlatih menghadapi laki-laki brengsek sepertimu. Jadi mungkin ibu shock aja, kenapa aku justru memilih jalan ini untuk masa depanku---atau mungkin ibu tak pernah sembuh dari lukanya, ibu mungkin takut aku mengalami hal yang sama." Aku mengendikkan bahu. Aku melempar tiga butir obat dan vitamin ke dalam mulutku seraya menenggak segelas air putih. "Luka batin?" Pak Ardi merangkul leherku karena kasur ini memang ada dipannya, setinggi aku duduk sekara
Baca selengkapnya
Bab 87
Mendatangi rumah ketua desa ternyata tak segampang yang aku pikirkan. Sepanjang kami menyusuri jalan kampung, banyak orang menaruh atensinya kepada kami. Gosip nampaknya sudah menyebar, terdengar mereka kembali bisik-bisik lagi.Aku tersenyum rikuh tapi suamiku dengan santai berjalan sambil tersenyum, tadi pun ia sempat menendang keritil dan bersiul-siul menirukan suara burung gereja. "Kata ibu-ibu tadi rumahnya cat merah dekat masjid yang ada pohon rambutannya mas." ucapku sambil memandang sekeliling, merantau membuatku tidak tahu apapun yang terjadi di kampung ini. Sebagian nama orang-orangnya pun sudah luput dari ingatanku. "Mas ingat siapa namanya tadi?" "Pak Rohmadi, Anna." Pak Ardi mengangguk serius.Aku langsung tersenyum. "Jika ingatan ku tidak salah, Pak Rohmadi itu guru SD mas, aku yakin sekarang dia sudah sepuh.""Semoga saja dia tidak mengajar, Anna. Kalau iya, pastinya kita akan mengulur waktu lagi." Aku setuju, tapi rumah itu sudah ada di depan mata. Kurang lima puluh
Baca selengkapnya
Bab 88
Pak Ardi langsung menaikkan kedua tangannya. Wajahnya pura-pura terkesiap ketika ibu menghadangnya. Aku ikut terkesiap juga penasaran sidang apa yang ibu katakan."Baik, ibu. Sidang saya sesuka hati ibu. Saya akan pasrah." ucapnya dengan nada bercanda.Tak pernah aku lihat wajah jenaka Pak Ardi itu. Mungkin jika bukan ibu, pasti pria ini akan tertawa atau malah membentaknya.Aku bertanya, "Ibu mau menyidang dengan cara apa? "Anna, ibu melakukannya untuk kamu. Bukan untuk ibu." kata ibu diselimuti oleh rasa marah dan kecewa.Aku mengangguk. "Iya, tapi apa? Anna pasti mendukung ibu kalau itu kebaikan bersama. Aku, ibu, pak Ardi."Ibu menyuruh pak Ardi mematung sementara ibu masuk ke dalam kamarnya. Aku mengendikkan bahu saat pak Ardi bertanya dengan sorot matanya."Saya penasaran Anna. Gak sabaran ingin lekas tau." ungkapnya tanpa ada beban sedikitpun, bahkan masih sempat tersenyum."Paling-paling surat perjanjian." jawabku. Tak lama, barang cuma semenit saja, jawabanku langsung terj
Baca selengkapnya
Bab 89
Setengah jam berlalu, namun Pak Ardi tak kunjung datang. Aku berdiri gelisah di teras rumah. Si plontos menyeletuk dari kursi bambu. "Cari bos?" Aku mengangguk sambil maju ke jalan dan celingukan. Pak Ardi terlihat dari kejauhan, melambaikan tangannya. Aku semringah. Sorot mataku pasti setingkat lebih hidup melihatnya dengan cepat menuruni jalan mengikuti tarikan gravitasi. "Anna wohaaa ... Saya berhasil." serunya, sama sepertiku sorot matanya lebih hidup dan bersemangat. Dia menyerahkan bukunya padaku. "Kamu menyukai usaha saya hari ini?" "Janji sucimu sudah terbagi, tapi kamu suka. Dasar..." aku menggulung buku seraya memukul dadanya dengan itu. "Aku gak tau harus bilang apa selain cuma bilang terima kasih, mas." ucapku di pelukannya."Jadi kapan kita akan memutuskan untuk ke luar negeri, Ann?"Aku mendongkak dengan skeptis. "Nanti dulu mas, masa iya kita langsung meninggalkan ibu." "Ibu kita ajak, semudah itu!" tanggapnya santai. "Dua hari kita disini lagi mas, kita masih ha
Baca selengkapnya
Bab 90
Aku menatap ibu sambil tersenyum hangat. Satu yang aku tahu, aku merindukan dekapannya. Namun ia tahu, jika aku memasang wajah merajuk. Aku rindu.Ibu memutus jarak. Dengan wajah menanti, tangan menengadah, ku kira dia ingin memelukku. Tapi ternyata, dia mengunci pintu kamar seraya menyembunyikan kuncinya ke dalam kantong celana. Aku mendesis."Sampai segitunya, Bu." ucapku seraya naik ke kasur busa dan merebahkan diri. Kembalinya aku di kamar ini, dua pasang mata pernah menatapku nanar, marah, sedih dan acuh. Tapi entah mengapa, di saat aku mengumpulkan sisa-sisa kenangan buruk itu, tak ada rasa yang begitu menyiksa hatiku."Biar Ardi bisa berpikir jernih, biar dia bisa ngerasain bagaimana tidur di rumah biasa!" jawab ibu sarkas ke, duduk di tepi ranjang. "Kamu sudah bertemu mertuamu, Na?" tanya ibu menoleh kepadaku.Aku mengangguk, ekspresi ibu sempat terpana lalu menyipitkan mata."Bagaimana mereka memperlakukanmu? Apa seperti Susanti dulu?" "Enggak, ibu tenang aja. Keluarga mas A
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
17
DMCA.com Protection Status