Semua Bab Dendam dan Rahasia Tuan Muda: Bab 111 - Bab 120
205 Bab
Persetujuan Pengobatan
Keterkejutan keduanya menjadikan situasi di ruangan tersebut kian panas. Adhira menoleh dengan senyum getir. Kuswan langsung berlari menyerang tubuhnya. Ervan melangkah menengahi mereka, yang segera disergah olehnya.“Ervan, minggirlah, jangan ikut campur!”Ervan bergeming. Dia memelotot ke arah Kuswan sebagai tanda perlawanan. Adhira yang berdiri di belakangnya segera menggeser tubuh Ervan, “Tidak apa-apa. Biar aku berbicara dengannya.”Dengan enggan Ervan melangkah ke samping. Kuswan masih melihat ke arah Adhira dengan geram. Dia menarik kerah baju Adhira dan mendorongnya ke salah satu sisi dinding. “Kau pembunuh!”Adhira berucap pasrah, “Kamu sudah memakiku dengan sebutan itu, Kuswan. Aku terima makianmu. Kamu mau memukulku? Membunuhku? Aku juga terima.”“Kak Kuswan, jangan lakukan ini,” pinta Kiara.“Heh, lihatlah, betapa rendahnya dirimu sekarang. Bahkan adik perempuanmu
Baca selengkapnya
Aku Bersedia
“Aku setuju,” cetus Adhira tanpa berpikir lebih lama. “Jika kamu benar-benar ingin membantuku, aku dengan senang hati akan menerimanya.” Senyum kecil sedikit tersembul dari wajah Ervan. Lagi pula pendekatan Ervan sangat baik. Dia menyuguhinya makan malam. Sering kali, sangat mudah membujuk seseorang ketika perutnya sudah kenyang. Setelah mempersiapkan berbagai data, hasil penelitian, pencarian, serta menghubungi ribuan perusahaan farmasi, tetap saja tujuan Ervan adalah membantu Adhira menghadapi penyakitnya. Adhira menarik tablet yang sempat dipaparkan Ervan padanya dan membaca-baca e-booklet yang berisi 3000-an halaman. Tentu saja Adhira tak benar-benar membacanya. Dia hanya melihat halaman depan dan menggais-ngais layar tablet sampai menyentuh halaman 3478. Bahkan tanpa membacanya, dia butuh waktu 15 menit untuk mencapai akhir buku!   “Sebenarnya kamu juga tidak perlu terlalu memaksakan diri. Aku tak semenderita yang kamu bayangkan kok
Baca selengkapnya
Cedera Ringan
“Ceritakanlah.”Laila kembali muram, “Kemarin, aku memergokinya mau mencuri hape di ruang guru. Karena itu dia kena sanksi buat membersihkan toilet. Bukannya jera, dia malah pakai baju olahragaku buat mengelap toilet. Maka aku pun memarahinya habis-habisan. Karena dia kesal, dia mengejarku sampai ke tangga. Lantainya kan licin karena baru dipel, jadi aku terpeleset.”“Dokter Ervan, pertengkaran semacam ini biasa terjadi pada para remaja. Tindakan Joris pasti akan kami evaluasi ulang. Anda jangan khawatir. Lagian luka di kaki Laila bukan luka yang serius.”“Dia nyaris kehilangan nyawanya dan menurut Anda itu bukan luka serius?” tandas Ervan tajam.Wanita paruh baya tersebut terbungkam separuh merunduk. “Maafkan ketidakbecusan kami membina anak ini.”Ervan kembali mengelus memar yang ada di kening Laila. Anak itu sontak mengaduh saat penekanan yang diberikan Ervan melewati ambang nyerinya.
Baca selengkapnya
Aku bukan dewa pemaaf
Terlepas pengobatan yang diteliti Ervan pada Adhira, berbagai terapi juga diberikan padanya. Dua minggu belakangan Adhira harus mendekam di rumah sakit demi memulihkan tubuhnya yang sudah reyot ini. Walau begitu, efek yang ditimbulkan regimen obat pemberian Ervan berulang kali menggerogoti tubuhnya.Adhira bisa merasakan perutnya tidak pernah senyaman dulu. Dia selalu memuntahkan makanannya setiap dia memasukkan sesuatu ke mulutnya. Lambungnya menolak segala jenis makanan yang disuguhkan untuknya. Penderitaan itu tak berhenti sampai di sana.Mimpi buruk kerap menghantuinya setiap malam. Ingatannya pada tahun-tahun awal di penjara kembali menghampirinya.Tidak ada orang yang tahu bahwa sebenarnya Adhira ditahan di ruang bawah tanah kediaman Refendra selama sembilan tahun. Ruang penyimpanan anggur yang pernah diledakkannya dulu. Jauh dari perhatian orang-orang dan para anggota aliansi.Haris, demi membuat Ervan tak mengingat Adhira, sudah memasang pengumuma
Baca selengkapnya
Gigit aku, Hira!
Adhira terjaga oleh nyeri hebat di perutnya. Sejak Ervan mengganti regimen obatnya kemarin, lambung dan ususnya seperti tengah menggiling ribuan jarum. Dia memuntahkan seluruh isi perutnya. Lendir bercampur darah membasahi lantai. Adhira memanggil perawat, tapi mereka tak kunjung datang.Saat Ervan baru kembali dari kliniknya, Adhira sudah menggelepar di depan pintu kamar dengan kepala yang terkulai di atas lantai.“Daffin… tolong aku! Apa yang terjadi padaku? Perutku sakit sekali.”Biasa Adhira akan menahan rasa sakit itu bila memang masih tahap ringan, tapi kini dia bahkan sampai merintih kesakitan. Apa yang salah?“Hira.”Dia menggendongnya naik ke ranjang dan sekilas melakukan pemeriksaan.Perawat berlarian masuk saat Ervan murka dan memaki singkat pada tombol darurat. Mereka terbirit-birit memberikan pertolongan pada Adhira yang masih gemetar sambil meringis kesakitan.“Daffin…
Baca selengkapnya
Penyusup
Selang seminggu sejak masa pengobatan selesai Adhira harus menjalani pemantauan terhadap reaksi terapi baru tersebut. Selama itu pula Ervan tidak tidur di apartemennya. Hari-hari dia habiskan dengan menyiapkan makanannya, memeriksa kesehatannya, meladeni gurauannya, merawat lukanya. Dan di saat Adhira tak sanggup bangkit dari tempat tidur, Ervan bahkan tidak segan membersihkan kotorannya.Semua ritual ini seperti hobi baru yang dijalani dengan penuh suka cita. Matanya tak berpindah dari Adhira setiap pria itu bangun atau masuk dalam ke mimpi. Ruang perawatan itu sudah jadi seperti ruang kerjanya sendiri. Setiap perubahan diawasi secara terperinci oleh Ervan sendiri.Sesekali Ervan meninggalkannya untuk urusan mendesak. Di waktu itu pula Adhira akhirnya punya kesempatan untuk keluar seorang diri. Walau Adhira menyukai tingkah posesif Ervan, tabiat bandelnya tetap melekat jelas.Ervan kalang kabut saat mendapati kamar rawat Adhira kosong. Saat ditemukan, Adhira te
Baca selengkapnya
Gatal
Kedua pasang mata itu teralihkan ke kedatangan dua bocah remaja dari luar. Laila dan Odin masuk bersamaan dan mengambil tempat di sofa depan. Mereka meletakkan dua kotak makanan di atas meja kerja Ervan. “Huff… di luar macet parah!” desah Laila seraya mengibas-kibas rambutnya yang basah oleh keringat. Odin memperhatikan ruangan yang berantakan ini seakan tak percaya orang seperti Ervan bisa membiarkan tempat ini sedemikian kacau. “Ini makanan pesanan Dokter. Aku sudah beli khusus. Penjualnya sampe salah tiga kali. Sudah dibilang sayurnya direbus, tapi masih juga ditumis. Benar-benar menyebalkan!” Adhira menyambar kotak makanan tadi gembira. Saat melirik ke dalam kotak itu hatinya merintih kecewa. Rupanya makanan khusus yang dipesan Ervan tak lebih dari makanan bayi yang baru tumbuh gigi. Lambungnya kejang saat mengintip ke isinya. Dia menggeser kotak tadi tanpa minat. “Hei, sebaiknya kamu makan makanan ini. Dokter Ervan sudah pesan spesial bua
Baca selengkapnya
Musuh dalam Selimut
Ervan ingat sebelas tahun lalu saat mereka keluar dari danau. Dia mendudukkan Adhira yang bawah kuyub di bawah pohon beringin yang berbatasan dengan jalur keluar. Daun yang rimbun serta sulur tanaman menyamarkan keberadaan keduanya dari kerumunan orang di seberang danau. “Hira?” Ervan memanggil Adhira yang masih belum sadar sepenuhnya.Adhira terbatuk kecil. Dia membuka matanya dan mendapati Ervan di sampingnya memegangi tubuhnya dengan resah. Kepalanya terpaling ke segala arah, masih takut dengan pengejaran orang-orang dari paviliun.“Mereka di sana!” jerit seseorang sayup-sayup mendekati mereka.Gelombang air danau sempat menyelinap ke dalam hidungnya, tapi ia bisa dengan cepat menyingkirkannya. Adhira bangkit sempoyongan menghindari gerombolan penjaga yang sudah tak jauh darinya. Ervan memegangi tubuhnya agar tidak timpang.Menyadari hal tersebut dia langsung mendorong temannya itu hingga tersungkur ke tanah. Tatapa
Baca selengkapnya
Aku harus kembali
“Ada satu cara untuk menangkap pembunuh itu….”Sejenak Ervan berpikir kalau Kuswan hendak menjadikannya tumbal. Namun Ervan tahu Adhira tidak akan peduli lagi dengan dirinya. Dia sudah mengganggap Ervan juga bagian dari aliansi yang menyebabkan orang tuanya mati. Jadi menggunakan dirinya sebagai tumbal bukan pilihan yang tepat.“Tamara adalah keluarga Limawan. Dia tidak akan membiarkan orang yang dia pedulikan itu mati sia-sia demi dirinya.”Profesor Alan terperangah. Wanita yang dia percaya sejak dulu itu memang sempat dia singkirkan dengan keluarga Ribes. Namun semua tahu kalau Ribes tidak benar-benar menikahinya. Itu hanya jalan agar orang-orang dari aliansi ini bersih dari sisa-sisa keluarga Limawan.Tidak ada yang tahu dari mana Kuswan tahu tentang identitas Tamara. Semua terlalu murka dan hanya menerima informasi itu mentah-mentah. Jadi mereka tak punya pilihan lagi selain mengikuti arahan Kuswan.Haris mengangg
Baca selengkapnya
Sanggar Naga
Aku harus kembali. Sekilas keinginan tersebut menjadi abu-abu saat Adhira berpikir seluruh usahanya ini akan sirna jika dia jatuh ke tangan mereka. Sudah tidak ada yang bisa dia dapatkan lagi. Teodro telah dibunuh. Satu per satu dari ketua aliansi mati diperantarai dirinya. Terlepas mereka menganggap Adhira sebagai pembunuh atau itu hanya unsur ketidaksengajaan, Adhira tetap akan menjadi tumbal.Adhira tahu dia harus menyusun rencana yang kedua. Dia harus menghubungi Nahif sekarang. Kemarin dia yang membantunya mencari peledak rancangan mahasiswa elektro itu untuknya.Pagi yang mendung menyambut Adhira di luar sana. Bahkan hingga saat ini Adhira belum berhasil melacak keberadaan mantan narapidana itu. Dia menghilang setelah membawa Kiara keluar dari kediaman Refendra. Saat Adhira menelepon ke rumahnya, Willian yang menyambutnya. Kiara sudah pulang walau dalam keadaan setengah waras.Willian membentaknya di telepon, tapi Adhira hanya diam mendeng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
21
DMCA.com Protection Status