All Chapters of Dendam dan Rahasia Tuan Muda: Chapter 131 - Chapter 140
205 Chapters
Seandainya kau menungguku...
Seorang pria berusia separuh abad itu turun dari mobil, diikuti dengan dua pelayan lain.“Papa?”Dengan sedikit geram, dia berkata pada mereka, “Myra, kembali ke mobil. Dan kamu, jangan ajak anak saya keluar lagi setelah ini.”Keduanya tak bisa berkutik saat pelayan tadi menurunkan Myra dari motor Genever dan membawanya masuk ke mobil.“Sudah berapa kali Papa bilang kamu tidak boleh pergi keluar sendiri,” tegur pria itu dalam perjalanan pulang.“Myra kan perginya sama Gene. Bi Iren kan juga mamanya Gene.”“Myra!” bentak Semias pada anak gadisnya tadi. “Kamu ini dibilang malah membantah. Dia itu anak pelayan yang dikeluarin dari sekolahnya karena terlalu bandel. Kamu tidak boleh berteman dengan orang-orang seperti mereka.”“Terus orang-orang yang bagaimana yang pantas? Gene dikeluarkan juga karena dia tidak sengaja menumpahkan air keras itu.”&ld
Read more
Gantungan Kunci
Lyra dan Ingvar duduk di pelantara depan dengan senyuman tajam.“Bagaimana kencannya?” sindir perempuan itu saat Myra didorong masuk ke dalam rumah.Ingvar yang tak mengerti ucapan Lyra hanya memandang heran. “Myra, ke mana sepatumu?”Myra tahu Ingvar tak bermaksud bertanya karena perhatian padanya. Niatnya lebih dari itu. Dia ingin Myra selalu ditutupi oleh rasa malu sehingga saat kesempatan itu memang muncul, dia kembali menggaungkan cibiran pedas kepadanya.“Untuk apa memakai sepatu kalau tidak dipakai buat berjalan?” cetus Lyra.Myra berlalu tanpa menggubris baik pertanyaan Ingvar atau juga jawaban dari saudara perempuannya yang sangat masuk akal.Sejak kejadian tersebut, Genever tidak pernah lagi muncul setiap dia turun ke dapur atau belajar di taman. Myra berulang kali menitipkan barang untuk diberikan diantarkan oleh Genever, tapi setiap dia meminta Bi Iren mengantar barang, Genever tidak pernah ada
Read more
Peristiwa yang Sesungguhnya
“Akhirnya kau datang juga.”Dari balik pohon beringin tua, suara itu muncul.“Aku sudah menemukan buktinya,” ucap Genever tanpa menoleh. “Dia orang yang telah membunuh ayahku.”Orang itu menepuk bahu Genever, “Sudah kubilang mereka mengasihanimu karena mereka merasa bersalah.”Genever mencekal kedua tangannya penuh amarah, “Berikan aku racunnya.”Dia sudah berdiri di tengah-tengah seutas tali. Tidak ada jalan lain selain melepaskan diri dari dendam yang menjeratnya. Sejak malam waktu ayahnya ditembak dua belas tahun lalu, Genever selalu dihantui bayangan mengerikan. Dia harus menghabisi orang itu sebelum segala yang dimilikinya kembali hilang.Sosok dalam gelap tadi menyodorkan sekantung pakaian serba putih beserta sebuah vial kecil berisi cairan bening kekuningan.“Di dalamnya ada benda yang kamu butuhkan. Jangan salah langkah,” ucap pria itu lagi. “Butuh s
Read more
Yang Pertama Untukmu
Tiga bulan sejak kematian Semias, kediaman Defras didatangi seorang pria yang merupakan adik kandungnya. Pria bernama Gerwin itu pernah bekerja di perusahaan yang dikelola Semias. Hanya saja, Gerwin bukan orang yang terampil dalam mengurus perusahaan besar. Mentalnya operator dan jiwa bisnisnya gersang. Jadi selain melanjutkan apa yang telah ditinggalkan Semias, perusahaan Defras sebetulnya sudah di ambang kehancuran.Untungnya anggota aliansi masih mengasihani perusahaan besar yang sudah bobrok di tangan penerus yang tak kompeten tadi. Menurut mereka, harga persahabatan masih bisa dibayar dengan uang. Jadi pada akhirnya, ini semua hanyalah sebuah simbiosis mutualisme antar perusahaan di aliansi belaka.Gerwin membawa istri dan anak-anaknya ke rumah tersebut. Seluruh anaknya adalah perempuan dan jumlah mereka ada enam!Keadaan yang begitu ramai tentu membuat Myra kembali mengurung diri di kamarnya. Hal yang berbeda terjadi pada Lyra, sejak enam anak perempuan it
Read more
Ke Rumahmu
“Akan banyak hal yang akan jadi pertama untukmu, Myra.”“Jangan bilang kamu mau….”Satu kecupan hinggap di bibir Myra. Ini salah satu yang dikatakan Genever barusan. Ciuman itu hangat, menggelora, sedikit tergesa-gesa, tapi sangat manis. Bibirnya kenyal dan basah. Genever merasa dia ingin menyedot Myra dalam perlekatan kecil ini.Tubuhnya kembali masuk ke dalam air, tapi itu tidak membuat Genever melepaskan ciuman mereka. Keduanya tetap melanjutkannya di dalam air. Ya, benar! Genever bahkan tak membiarkan kesempatan pada gadis itu untuk menghindar. Tangannya mengikat wajah Myra agar tetap berada dalam jangkauannya.Myra berhenti bernapas. Berhenti berpikir. Berhenti memberontak. Bahkan bila dia bisa hidup dengan jantung yang tak berdetak, dia pun akan berhenti melakukan itu semua. Yang dirasakannya hanyalah kehangatan. Kehangatan di antara gemuruh air yang berjatuhan di atas mereka.Selama sekian detik jiwa mereka ber
Read more
Lenguhan di Kamar Sebelah
“Kalau boleh tahu, kapan ayahmu meninggal?” “Sekitar dua belas tahun lalu. Aku tidak terlalu ingat. Dia meninggal bersamaan dengan keluarga Limawan.” Myra terhenyak. Sesuatu telah terjadi pada keluarga mereka. Hanya Myra belum bisa menyimpulkan apa-apa. Kematian ayahnya sendiri sampai sekarang belum menemukan titik terang, meski pelayan wanita yang mengantarkan anggur itu mengaku telah meracuninya. Gerwin menghentikan penyelidikan tersebut tanpa sepengetahuan mereka. “Aku yakin ayahmu pasti sudah tenang di sana,” ucap Myra, “seperti juga ayahku.” Kepala Flora sedikit tertunduk. Namun dia terlihat sudah tak begitu ingat dan tak begitu peduli akan kejadian tersebut. Ayahnya mati saat usianya begitu kecil, sehingga kenangan yang muncul tak begitu jelas. “Ayahku tidak mati karena ledakan itu,” ucap Flora. Myra mengangkat kedua alisnya. “Kata Kak Gene, ada yang menembaknya. Tidak tahu siapa yang melakukan hal itu, tapi Kak Gene bila
Read more
Berlian Merah
Ketika fajar datang, Adhira baru berhasil menyelesaikan persoalan yang menjadi hambatan  dalam membongkar rahasia yang berusaha disembunyikan ayahnya itu.“Ah, akhirnya!” Adhira berdesah keras, membangunkan Ervan dari tidur ayamnya. “Ervan, kita harus kembali ke rumah Om Willian.”Ervan menggosok matanya menatap Adhira yang masih berenergi meski sudah semalaman tidak istirahat.“Ayo, Ervan, kita harus bergegas ke tempat itu sekarang! Aku harus tahu apa yang disimpan ayahku di tempat itu. Pasti sesuatu yang berharga.”Mereka pun bergegas ke rumah Willian. Saat Adhira masuk, Lodra ada di dalam bersama Kiara. Mereka terpaksa menyusup diam-diam.“Kamu yakin mau membuat acara di tempat itu?”Kiara mengangguk. “Memangnya kenapa? Tempatnya keren, siapa yang tidak mau menikah di pulau indah seperti itu.”Lodra mengangguk-angguk. “Oke, kalau begitu akan memesan pulau ini ke
Read more
Beli Aku
Adhira melangkah separuh menunduk sepanjang perjalanan menuju ke apartemen. Ketika dia melintasi pintu masuk apartemen, tubuhnya menabrak Ervan. Dia terpelongok mendapati sosok yang menyendat jalannya masih tetap berdiri di sana.“Ervan?” Suara seorang laki-laki terdengar dari ruang tamu.“Om Renal?” Ervan tak sempat menghentikan Adhira saat dia sambil merunduk masuk ke dalam apartemen Ervan.“Kamu….”Adhira baru sadar kalau status buronan masih tertanggal pada dirinya. Dari baju milik Ervan yang dikenakan Adhira itu juga menyiratkan bahwa dia bukan baru sehari dua hari berada di tempat ini.“Om Renal? Kita bertemu lagi.”“Kamu bagaimana bisa ke sini?” tanya Renal seperti belum percaya dengan penglihatannya.“Aku yang bawa dia kemari.” Ervan menjawab cepat.“Ervan, kamu tahu kalau dia….”“Buronan?”Ervan m
Read more
Pelayan Sempurna
Adhira menatap dirinya ke kaca. Alis tebal dan lekukan wajah ciptaan Laila berhasil menjelma wajah kusam Adhira menjadi pujangga jalanan berparas menawan. “Hmm, ujung alisnya masih kurang rata!” ucap Laila “Sebentar, Laila rapikan lagi.” Dengan cetakan alis, Laila menebalkan bagian hitam  di atas mata Adhira. Ada guratan halus yang sudah berhasil disembunyikan dengan taburan bedak. “Jangan bergerak-gerak!” Laila juga mewarnai bibir Adhira yang pucat dengan lipstik miliknya. “Mana ada pelayan yang berdandan menor begini?” gerutunya, tapi tetap membiarkan Laila mengoleskan pewarna bibir tersebut. “Kamu bukan pelayan biasa, Om Gauhar.” Laila mengelap sisa pemerah yang masih berlepotan di pipi Adhira, kemudian menaburkan bedak untuk menyamarkan warna tadi. “Ta…da… Bagaimana? Sudah merasa lebih tampan sekarang?” Adhira merapikan poninya yang berjatuhan menutupi matanya itu sambil berkedip-kedip. Dia tak lagi ken
Read more
Aku sudah Terbiasa
Keduanya melangkah ke tempat tinggal yang pernah ditempatinya pada masa sekolah dulu. Sekarang tempat ini kosong. Ervan sudah memiliki apartemen sendiri dan Renal pindah ke luar kota. Sebelum berangkat, Renal sempat memberikan undangan rapat pada Adhira. Itu yang menjadi alasan Adhira bisa masuk tanpa dicurigai.Semua benda dan perabot yang ada masih tertata di tempat yang lama. Adhira ingat dia pernah menempati salah satu kamar di bawah itu, lalu dia melihat ke ruang belajar Ervan yang dipenuhi deretan buku itu.Pada salah satu sisi lemari, Adhira melihat sebuah ukulele berwarna hitam eboni. Benda itu kembali mengantar ingatannya pada masa-masa sekolah dulu. Setiap datang terlambat dia akan membawa alat musik itu dan mulai bernyanyi demi menembus hukumannya.Adhira terkekeh saat membayangkan seisi kelas harus mendengar nyanyiannya setiap sebelum memulai pelajaran.“Ukulele ini… kamu yang menyimpannya?”Ervan mengeluarkan gitar k
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
21
DMCA.com Protection Status