All Chapters of Dendam dan Rahasia Tuan Muda: Chapter 151 - Chapter 160
205 Chapters
Musuh bebuyutan Ervan
Seorang pria dengan pakaian khas rumah sakit berwarna biru muncul dari balik pintu. Adhira tak begitu ingat dengan orang tersebut. Dia hanya ingat waktu Ali bercerita orang yang membedahnya tak lain adalah musuh dalam turnamen biologi yang melawan Ervan di final. Entah niat bulus apa yang membuatnya mau melakukan pembedahan pada Adhira. Mengapa Ervan tidak menentang hal itu?Dia melangkah masuk bersama seorang perawat.“Pak Gauhar, dokter Elyas yang kemarin mengoperasi Anda hendak melakukan evaluasi,” ucap perawat perempuan tersebut.Adhira membuka matanya dengan berat. Entah cairan apa yang dimasukkan Ali hingga sejak selesai dari kamar operasi hingga hari ini dia belum juga memiliki cukup energi untuk bangkit dari kasur. Adhira mengintip dari pelupuk matanya.Elyas yang berseragam biru itu segera membuka pakaian Adhira.“Apa yang….?” Adhira melonjak kaget. Elyas tersenyum sinis. “Kau pikir aku suk
Read more
Kateter Urin
“Hal apa?”“Yang kudengar dari orang-orang, Elyas sempat melontarkan keengganannya menyentuh penyuka sesama jenis. Benar-benar homofobia fase terminal yang tidak ada obatnya!” pungkas Ali.“Lantas, apakah Ervan tahu bahwa orang yang mengoperasiku adalah musuh bebuyutannya?”Ali mengangguk.“Dia tak keberatan?”“Nyawamu di ujung tanduk, Adhira. Kalau bukan dia yang berbaik hati mengangkatmu dari sergapan maut, aku yakin kamu sudah jadi arwah gentayangan sekarang.”Kemuraman kembali tercetus di wajah Adhira. Adhira percaya kalau Ervan pasti sangat merendahkan dirinya hingga mau meminta bantuan pada Elyas yang sudah menghinanya ini. Mungkin bila harus kembali dicaci maki dan dipermalukan oleh orang seperti Elyas, Ervan bisa melakukan hal itu tanpa keraguan.Entah mengapa Adhira merasa ucapan Renal kemarin sepenuhnya benar. Pada tahap ini tidak ada yang bisa menghentikan upaya Er
Read more
Penyusup
Laila masuk dari arah belakang rumah sakit setelah merengek pada Ervan agar diperbolehkan datang menemui Adhira yang kini masih terbaring di rumah sakit.“Ckckck… kamu berhasil Om Gauhar. Kamu berhasil bikin Dokter Ervan siang malam tidak pulang karena menjagamu di sini,” ujar Laila sambil meletakkan tumpukan kotak makanan di ranjang Adhira.“Hei, aku sedang sakit. Apa tak bisa lembut sedikit ngomongnya?”Adhira mencoba mengangkat barang itu dari tempat tidurnya. Bahkan untuk membungkuk dia masih kesulitan.“Habis, bikin repot sih. Tapi, kok bisa ditembak sih? Seram sekali.” tanya Laila.Adhira menghela napasnya malas. “Itu makanya, kamu jangan dekat-dekat sama keluarga aliansi itu.”“Dokter Ervan tidak pernah mengizinkanku bertanya-tanya tentang aliansi. Sebenarnya aliansi itu apa sih?”“Ehmm… kamu benar. Mereka itu mengerikan. Aku yang begini kuat aja bi
Read more
Teman Laki-laki dr. Ervan
Brukk!Suara bantingan keras terdengar dari dalam. Flora menjerit sekuat pita suaranya bisa bergetar.Tak lama kemudian, tembakan menggelegar. Laila bergegas masuk. Dia meraih silet yang ada di tas sekolahnya. Terlihat pria itu hendak mengacungkan ujung pistolnya ke kepala Flora yang tak sadarkan diri di sudut dapur.Laila berancang-ancang dan membuat lompatan besar ke arah tubuh laki-laki tersebut. Tangannya yang memegang silet diarahkan tepat mengenai lehernya. Suara tembakan kedua kembali terdengar. Laila segera menarik rambut lelaki itu dan kembali memberikan penyerangan.Rasa sakit membuatnya menyentak tubuh Laila ke lantai. Kekuatan mereka tak seimbang. Laila terlalu pendek dan lemah melawan pria kekar itu. Silet tadi berhasil diambil dari genggamannya. Saat tusukan balasan hendak dilayangkan, sepatu kulit memelesat ke pergelangan tangannya. Membuat silet yang berhasil direbut dari Laila terlepas.“Dokter Ervan!” Laila be
Read more
Pengakuan Pak Harlan
Ervan melangkah kembali ke kamar perawatan Adhira segera setelah memastikan Flora dalam keadaan aman. Saat akan melewati lorong rumah sakit, Ervan melintasi sesosok pasien laki-laki paruh baya yang tengah didorong para perawat dari IGD.Lapisan kassa yang menutupi sebagian wajah pria itu menarik perhatian Ervan. Mereka bersamaan masuk ke dalam lift yang mengantarnya ke ruang rawat intensif. Ervan sempat melirik berkas tersebut dan mendapati kalau Harlan dilarikan ke rumah sakit karena wajahnya tersiram air keras.“Pak Harlan?”Hanya dari pakaian batik yang selalu dipakai gurunya itu yang membuat Ervan bisa ingat dengan guru kimia itu.Bapak itu menoleh mencari asal suara, walau dengan kelopak mata yang terbalut perban. Penglihatannya telah hilang dalam waktu yang tak dapat ditentukan.Harlan masih terbaring, tapi tangannya menggapai-gapai ke udara.Pria itu bertanya parau, “Siapa… itu?”Tampaknya cairan
Read more
Kembalikan dia padaku!
Ervan berlari kencang melintasi lorong rumah sakit yang dingin. Dia melangkah menuju ke kamar perawatan yang berada di ruang rawat yang agak tersembunyi dari ruang yang lain. Selain tempat tidur yang masih berantakan beserta secawan sup yang belum sempat dimakan Adhira, sosok itu lenyap.“Siapa yang bertugas jaga hari ini?”Tidak ada yang berani mengacungkan tangan. Ervan pun tak berdaya bertanya.Seorang pria berseragam biru melangkah mendekati Ervan dengan selang kateter di tangannya—bukan selang bekas tentu saja.“Elyas?” Biji mata Ervan tegak lurus menghajar wajah musuh bebuyutan di depannya. “Kamu yang membiarkannya keluar.”“Aku tahu kamu seorang idealis yang tak pernah menyimpulkan sesuatu tanpa bukti. Tapi tampaknya kebencianmu padaku sudah membiaskan penilaian itu.” Elyas menghela napasnya pasrah.Urat lehernya menggembung dan kedua tangannya tercekal erat. “Di mana Adhira?
Read more
Jangan siksa dia!
“Serahkan dia padaku!”“Atau apa?”Haris menantang. “Perjanjian kita belum kau penuhi Ervan. Bukankah sudah kukatakan, kau patuhi perintahku dan aku akan menuruti kemauanmu juga. Mengapa kau bersikeras menolongnya?”Kuswan ikut menimpali, “Adhira berhasil menakhlukkanmu. Kudengar dia memiliki gangguan orientasi seksual. Apakah dia melakukan itu padamu?”Mata Haris membulat dan hampir keluar dari rongganya.“Seharusnya aku tidak membiarkanmu berteman dengannya. Bahkan Tamara saja menjadi mata-mata demi membantu anak sialan itu. Aku benar-benar terpedaya selama ini.”Pisau berdesing saling beradu di balik kulit dada, melahirkan percikan api yang terjebak dalam kerangka rusuknya. Ervan memiliki seribu macam alasan untuk menyangkal, tapi dia tahu setiap kata yang diucapkan hanya akan menunda pertemuannya dengan Adhira. Jadi dia menelan lidahnya sendiri dan mulai melakukan penca
Read more
Aku tahu yang kalian cari
“Hentikan ini! Jangan siksa dia lagi!”Segera setelah Haris memberi aba-aba pada dua penjaga, Ervan bergegas menyongsong laki-laki yang tergeletak melawan maut itu. Dia membuka salah satu mata Adhira dengan jemarinya untuk melakukan pemeriksaan singkat.Meski baru dibasuh dengan air sedingin es, kulit tubuh yang melapisi tulang belulang Adhira panas membara. Ervan tak sempat memeriksa lebih lanjut. Kain tipis yang menyelimuti tubuhnya meninggalkan jejak lingkaran hitam di banyak titik. Bau hangus tercium ketika ujung stungun menempel di permukaan kulitnya.“Hira?” Ervan merengkuh tubuh remuk itu ke dadanya.“Dia tidak akan mati secepat itu,” imbuh Lodra tenang.Dia pernah menyiksa Adhira lebih dari ini. Walau agak mengasihani orang itu, Lodra tahu Adhira akan selamat. Dia dirawat dengan ‘baik’ olehnya.Ervan hendak mengangkatnya dari lantai ketika Haris mencegatnya lagi.“
Read more
Ruang Berlian
Rumah bertingkat tiga dengan kubah di tengah bangunan itu masih berdiri seperti sedia kala. Ervan yang duduk diperantarai Haris dan Gerwin hanya diam meratapi kemelut yang belum berpindah dari muara kesedihan.Sesekali Haris menceramahinya dengan berbagai petuah yang bagi Ervan hanya bentuk kekesalannya pada sikap Ervan. Sementara Gerwin sejak awal hanya menonton dengan bosan. Tidak niat yang lebih menarik bagi dirinya selain menyaksikan langsung berlian merah yang katanya masih disimpan keluarga Limawan itu.Waktu menunjukkan pukul tiga pagi. Kuswan yang duduk di bangku depan memandang arah jalan yang remang, sesekali dia menguap lebar.Kiara yang duduk di barisan paling belakang bersama Lodra tak berhenti memandang layar ponselnya.Haris berkata pada Ervan, “Tenanglah, setelah dia sampai, aku akan mengirim foto Adhira padamu. Dia akan di kembalikan ke tempat tidurnya yang nyaman tanpa kurang satu apa pun.”Ervan digiring masuk ke hala
Read more
Dia adalah manusia
Ervan masih dikelilingi oleh tatapan geram Haris, Gerwin, dan Kuswan. Yang segera dia balas dengan tawa miris. Inilah orang-orang yang menyatakan diri mereka adalah keluarga. Saling menghancurkan di balik kedok aliansi.“Kalian mau aku mengatakan apa?” tanya Ervan balik.“Adhira pasti sudah menyembunyikan berlian itu. Kamu pasti tahu sesuatu?”Kepala Ervan tergeleng pelan. “Aku tidak tahu. Bagaimana aku bisa tahu?”“Dia memberikanmu kalung itu. Hanya itu yang bisa membuka harta karun ini.”“Bukankah kalian sudah merebut itu dariku?”Haris mendekati Ervan dan kembali bertanya, “Katakan, di mana kau menyimpan berlian itu?”“Orang yang mengetahui berlian itu hampir kalian bunuh,” jawab Ervan tenang. Walau tenang, badai amarah bergemuruh kencang dalam dirinya.Sudut mata Ervan melirik ke arloji yang masih dikenakannya. Berdasarkan rencana tadi, Adhi
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
21
DMCA.com Protection Status