All Chapters of Dendam dan Rahasia Tuan Muda: Chapter 121 - Chapter 130
205 Chapters
Serangan Balik
“Ervan! Minggirlah! Apa yang kau lakukan? Melindungi jahanam seperti dia?” hardik Haris setelah mengacungkan tangannya agar para penjaga itu tak kembali memberikan pukulan lagi.Dengan susah payah Adhira mengatur napasnya. Dia masih bisa menggerakkan tubuhnya, tapi yang muncul hanya sengatan nyeri yang tak terperi.“Daffin, mengapa kamu selalu muncul di saat aku nyaris mati? Apa tidak bisa lebih cepat sedikit?” gurau Adhira dengan suara parau.Pertanyaan dari Adhira tadi membuat Kuswan mendengus geram. “Ervan, kamu kenapa kemari? Bukannya Profesor Alan memintamu introspeksi diri di Lavandula itu?”Ervan memejamkan matanya sambil mengusap darah yang sempat keluar dari kerongkongannya itu. Dia langsung melepas ikatan di tangan Adhira.“Ervan! Kamu mau membelanya?” Haris mulai memberang. “Hm… kamu sudah bisa membelot sekarang?”“Daffin, kumohon bantu aku! Hubungi Bu Tamara
Read more
Inikah rasanya mati?
"Adhira!”Adhira menjatuhkan batang kayunya dan langsung berlari ke arah wanita tersebut.Tamara berkata lirih, “Saya tidak apa-apa.”Adhira berusaha memastikan ini bukan lagi mimpi atau angan-angannya. Wanita itu memang benar-benar ada di hadapannya secara utuh. Tidak seperti yang diberitakan atau diancam mereka.“Apa yang mereka lakukan padamu?” tanya Adhira resah.Tamara menggeleng. “Adhira, Profesor Alan hanya memintaku menenangkanmu.”Kedua tangannya mengelus wajah Adhira yang penuh dengan luka pukulan. Wanita itu segera menarik Adhira ke belakang tubuhnya, seolah melindunginya dari Haris dan anggota aliansi yang lain. Lalu dia menjelit kepada Haris. “Haris, kamu apakan dia?”Haris berdiri sempoyongan. Dia membelalak ke arah Tamara dengan sekujur wajah yang sudah memar. “Dia mau membunuhku!”“Dia tidak membunuhmu!”“Dia sudah membunu
Read more
Masakan Tuan Muda
Kejadian itu sudah terjadi begitu lama, tapi sekuat apa pun mereka melupakannya, kenangan itu akan tetap muncul.Sinar matahari menyeruak masuk menimpa kelopak Adhira yang masih terkatup rapat. Dalam-dalam dia menghirup udara pagi yang menyegarkan itu. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya juga pelan-pelan memudar. Adhira bangkit di atas kasur empuk berlapis katun catra berwarna biru laut.Suara letupan dengan aroma daun pandan menguar dari balik pintu kamar, membuat Adhira segera merasa lapar. Dia mendapat Ervan dengan celemek putihnya itu tengah membubuhi panci rebusan dengan bumbu masakan. Adhira mendekati tanpa suara. Dia tahu dia tak pernah melihat Ervan memasak sebelumnya. Diam-diam ia mengambil gambar dengan ponselnya dari belakang.Ervan berbalik dan tersipu kedapatan tengah diperhatikan sedemikian lekat oleh Adhira yang berseri-seri itu. Dia meletakkan mangkok sup sayur di hadapan Adhira sebelum panas menjalari tangannya.“Kamu bisa masak j
Read more
Terumbu Karang
“Ayo, ambil gambar di sini. Ombaknya lagi bagus nih!” Laila berlarian menyepak buih-buih air di kedua kakinya. “Iya, cepat ke sini,” seru Adhira ikut meramaikan suasana. Dia menyerahkan ponselnya pada Laila dan bergantian mengambil gambar. “Aduh, ini bagaimana kodenya?” Laila bertanya sambil melirik ke pola sentuh yang dibuat Adhira di layar hapenya itu. “Rumit amat sih bikin kode.” “Biarin. Biar tidak dibajak anak iseng sepertimu!” cela Adhira menjulurkan lidahnya ke gadis itu. Laila yang kesal justru malah menyipratkan air ke wajahnya. “Ervan, ayo kita ke sana!” ujar Adhira menunjuk ke bagian pantai berbatu dengan air yang lebih tenang. “Ajari aku berenang!” Kali ini permintaan Adhira langsung dibalas oleh Laila, “Om Gauhar tidak bisa berenang? Hahaha!” “Memang kenapa kalau tidak bisa berenang? Aku bukan dugong, yang mesti berenang untuk bisa tinggal di laut,” tukas Adhira tak senang. “Di laut juga ti
Read more
Telan Obatmu!
Brukk!Laila berhenti melangkah saat mendapati orang tua asuhnya dan teman yang baru dikenalnya itu dalam posisi sedemikian ganjil itu.Namun yang diperhatikan Ervan bukanlah ekspresi Laila yang terkejut itu. Walau tubuh Adhira mendarat langsung ke permukaan pasir berbatu, kepalanya yang terantuk bagian keras tadi sudah teralasi telapak tangan Ervan.Sontak Adhira menyingkirkan tubuh Ervan darinya saat mendapati Laila masih terpaku mencerna adegan yang berlangsung di hadapannya itu.Laila menggaruk kepalanya kikuk. Odin yang turut berlari dengan hasil koleksinya baru tiba beberapa detik kemudian. Mengerti akan situasi ini, Laila menarik anak laki-laki tersebut menjauhi Ervan dan Adhira. Usianya masih muda, tapi mendapati kondisi seperti ini otaknya kembali distimulasi oleh prasangka-prasangka yang membingungkan.Ervan mengamati dengan lebih saksama bagian belakang tempurung Adhira dari cedera serius.“Aku tidak apa-apa,”
Read more
Anak bernama Genta
Aroma rumah sakit yang menyengat membuat Adhira selalu pusing. Jadi dia bergegas menyelesaikan segala prosedur yang dimintakan Ervan dan mengendap di ruang konsultasinya yang bebas dari bau desinfektan itu. Sebelum ke rumah sakit, Adhira sudah membuat lupis dan cemilan ringan untuk Ervan. Dia tahu Ervan tak akan sudi membelinya di pasar atau pinggiran. Adhira membuatkan khusus untuknya.Saat Adhira mendatanginya, seorang perempuan duduk dengan bercucuran air mata di depan Ervan. Dari seragam yang dikenakannya, wanita itu bukanlah pasien.“Kamu sudah tahu konsekuensi yang telah kamu lakukan,” ucap Ervan datar. “Jika tidak ada urusan lagi, silakan tinggalkan ruangan ini.”“Dokter Ervan, saya betul-betul minta maaf. Saya tidak tahu kalau kecerobohan itu mengakibatkan pasienmu….”“Pergilah!” hardik Ervan dengan nada suara yang lebih keras.Baru kali ini Adhira melihat Ervan membentak seorang wanita
Read more
Ziarah
Saat jam istirahat Ali pun mendatangi meja Adhira dan Ervan. Dia masih mengenakan pakaian jaga dan topi OK. Berhubung Adhira tanpa sengaja mengajaknya ikut makan siang bersama, dengan semangat Ali pun turun ke ruang makan. Tempatnya tak jauh dari kantin rumah sakit, hanya lebih teduh karena ada pepohonan dan kolam ikan koi di sekelilingnya.“Wah, aku baru tahu kamu bisa memasak,” puji Ali dengan wajah lapar. “Jadi, mana jatahku?”Ervan sudah menarik kotak ketiga ke bawah kotak makanan pertamanya. Jadi wadah yang tersisa hanya nasi liwet yang tinggal separuh beserta lauk dan kuah opor.Ali agak kecewa, tapi karena gratis dia pun tak menolak.“Aku juga tidak menyangka Ervan bisa makan begitu banyak hari ini. Lain kali aku akan buat lebih banyak lagi.”“Tidak perlu,” ucap Ervan. “Aku akan pulang dan makan di apartemen jika kamu membuat makanan.”“Tapi apartemenmu kan jauh.”
Read more
Pemakaman
Adhira berpikir dia akan menghabiskan waktu lebih panjang di pemakaman Profesor Alan, tapi nyatanya Adhira merenung lebih lama di depan nisan Yasir Pranadipa. Nyawa seseorang telah melayang karena kelalaiannya. Dia tahu Yasir telah membuatnya emosi dan mengakibatkan kematiannya sendiri, namun Adhira tak pernah ingin mencabut nyawa orang yang disayangi oleh sahabatnya sendiri.Walau kini dia bersujud dan meminta pengampunan, tragedi di antara mereka sudah berlalu. Kuswan tak akan pernah lagi tersenyum padanya, mengalungkan tangan di bahunya, dan mengatakan, “Mainkan sebuah lagu dan aku akan berpuisi untukmu.”Kuswan tak akan lagi mau mengajaknya berkubang dalam keonaran dan saling menertawakan kesialan masing-masing, atau menandani rambutnya seperti seekor burung merak. Dia tak akan pernah lagi mendapat teman semenyenangkan itu.Kuswan yang sekarang adalah pria berwajah galak yang siap mengepalkan tangannya setiap melihat Adhira, yang akan memakinya d
Read more
Putri yang cacat
Sebenarnya saat Flora mengutarakan motifnya menyelidiki tentangnya, Adhira juga menanyakan beberapa hal padanya, termasuk meminta Flora menceritakan apa yang telah terjadi pada keluarganya dan keluarga Defras.Adhira ingat ketika Genever harus dikeluarkan dari sekolah karena pertikaiannya dengan Raula saat SMA dulu. Dia putus sekolah dan bersama ibunya bekerja di kediaman Defras. Pekerjaan di dapur kediaman Defras tidak membutuhkan banyak keahlian. Dia bertugas mengantar bahan pangan dari pasar untuk dijadikan makanan siap makan. “Gene, kenapa hari ini wortelnya jelek sekali?” ujar ibu pelayan. “Kamu tahu kan Nona Lyra maunya wortel yang warna merah? Bukan yang kuning begini.”“Suruh dia sendiri yang beli ke pasar.” Genever menukas ketus.Wajahnya sebagian sudah berubah menjadi jaringan parut. Kulit yang kontraktur itu menarik sisi leher dan rahang kanannya.“Hush, Gene! Jangan ngomong begitu, tidak e
Read more
Bawa aku ke sana!
Mereka menghabiskan banyak waktu sepanjang hari di taman belakang semenjak Myra mengundangnya dalam kelas belajar. Genever sering menunjukkan foto-foto saat dia berjalan-jalan di luar. Setiap gambar yang diperlihatkannya, Myra selalu menatap dengan penuh minat.Satu hal yang akhirnya membuat Genever mengerti, Myra memiliki keterbatasan untuk bisa keluar dari rumahnya. Gadis ini tak pernah mendapat kesempatan seperti anak-anak lainnya. Semias terlalu sibuk untuk mengajaknya jalan-jalan. Dia hanya terkurung di rumah mewahnya ini tanpa pernah melihat dunia luar.Myra ingin melihat laut, menginjak pasir dan membelah ombak, menghirup udara gunung yang sejuk, menari di bawah sinar matahari. Dia selalu mendengar cerita orang-orang. Itu pula yang membuat lukisan lansekap yang dibuatnya tak pernah terlihat hidup. Itu hanya dia tiru dari majalah bekas dengan sedikit imajinasinya sendiri.Genever memperhatikannya untuk beberapa waktu sebelum bertanya, “Myra, apa kamu
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
21
DMCA.com Protection Status